- Mereka Tertukar? -

360 121 137
                                    

Adriel-Vaira-Gerrel
(Revisi)

Gerbang sekolah sudah ditutup lima menit yang lalu, dan berita buruknya Adriel terlambat masuk. Padahal, ini hari ketiganya masuk ke ke sekolah. Ia mengusap pelipisnya perlahan. Ini semua gara-gara jam beker payah miliknya. Tak lama kemudian, decitan ban motor terdengar samar dari kejauhan. Sepertinya, Adriel tidak akan sendiri untuk terlambat hari ini. Gerrel memarkirkan motor sport kesayangannya di area parkiran sekolah lalu berlari kecil menuju gerbang sekolah Birmatara.

"Aishh." Gerutunya kasar setelah melihat bahwa gerbang sudah ditutup. Ia lalu tersadar bahwa ada seorang murid juga yang terlambat berdiri tepat disampingnya.

"Eh, lo juga terlambat?"

Tanpa menjawab sepatah kata pun, Adriel mengerlingkan matanya.

Udah tahu, pake nanya.

"Hehe.." Gerrel menyengir kuda seakan tahu apa maksud ekspresi Adriel.

"Lo anak lama di sini kan? Tahu nggak pintu belakang sekolah dimana? Atau jalan masuk lain gitu?" Gerrel menepuk pundak Adriel pelan namun Adriel mengacuhkannya. Ia sedang mengamati guru piket yang berjaga di lobby. "Gue anak baru." Kini Adriel sudah mendapat ide.

"Lo diam bentar." Adriel lalu melayangkan pukulan ke wajah Gerrel tanpa aba-aba sekali pun.

BUGH.

Tidak berdarah, tapi cukup membuat ujung bibirnya lebam. Gerrel terkejut, dia sinting atau apa? Tiba-tiba memukul wajah orang sembarangan. Emosinya memuncak, membuatnya menarik kasar kerah baju Adriel.

"Maksud lo apa? Lo gila ya?"

Sontak guru piket yang berjaga disana memperhatikan kedua orang itu yang berada di luar gerbang, menggeleng-gelengkan kepala. Sedetik kemudian ia sadar bahwa dua bocah tengil itu murid sekolah ini.

"Hey, kalian! Kalian tahu tidak ini area sekolah. Kalian mau di skorsing karena berkelahi! Dasar anak jaman sekarang, kerjanya berkelahi saja," Guru piket itu, Pak Gokil, menjewer telinga mereka lalu menarik masuk kedua cowok itu.

Berhasil. Adriel berkata dalam hati.

"Ini pak, dia yang mulai duluan." Gerrel menunjuk Adriel sambil menatap tajam. Adriel tidak merespon. Dia hanya diam, menatap lurus permukaan keramik lantai di lobby.

"Saya tidak peduli siapa yang duluan. Sekarang, mana kartu pelajar kalian!" bentak Pak Gokil sambil menadahkan tangan diikiuti jarinya yang naik turun. Ia lebih mirip kolektor hutang sekarang. Mereka berdua sama-sama menggelengkan kepalanya, mengisyaratkan menolak memberikan kartu pelajar milik mereka.

"Oh, mau melawan ya kalian," sambil mengangguk-angguk kepalanya, Pak Gokil mengeluarkan senjata agung miliknya. Sebuah rotan panjang digenggam erat oleh Pak Gokil. Adriel dan Gerrel melototkan matanya sadis, melihat rotan ramping nan panjang yang siap melayang di bokong mereka berdua.

"Hiaaa-"

"Stop pakkkk!" seru mereka bersamaan. Mereka menatap pembunuh berdarah dingin itu dengan memohon ampun.

"Saya anak baru disini pak. Belum punya kartu pelajar." Gerrel mengelus dadanya lega saat Pak Gokil menghentikan layangan rotan yang akan menyakiti bokongnya.

"Kamu?" tunjuk Pak Gokil menggunakan rotannya di depan wajah Adriel.

"Sa-sama pak."

Pak Gokil menaruh rotan panjangnya di atas meja kemudian memeluk erat Adriel dan Gerrel bersamaan. Mereka mengernyitkan dahi bingung.

"Sekali lagi kalian berdua kedapatan terlambat, saya tidak akan segan-segan memukul bokong kalian 50 kali. Paham?" Pak Gokil bberbisik halus dan membuat bulu kuduk leher kedua orang itu merinding. Beliau lalu melepaskan pelukan yang lebih seperti cengkraman kuat di leher mereka, kemudian mengibaskan telapak tangannya. "Lari sebelum saya berubah pikiran. Cepat!"

Adriel Vaira GerrelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang