-Bantuan dari Vaira-

114 37 7
                                    

ADRIEL-VAIRA-GERREL

(Revisi)

Gerrel melirik Vaira. Gadis itu terlihat menundukkan kepala ke bawah. Berarti betul, Vaira sedang membaca chat darinya. Gerrel tersenyum kemenangan, kemudian merebahkan kepalanya diatas meja dengan tangan sebagai alas kepala. Ia malas mendengar Pak Gokil yang sedang mengajar.

Hampir dua jam mereka mendengar celotehan Pak Gokil. Setelah itu Pak Gokil keluar dari kelas diikuti sorakan senang teman-teman kelas Vaira. Vaira hanya menggeleng, lucu dengan tingkah teman-temannya yang kompak kala berteriak selesai pelajaran.

Sementara mata Vaira melihat teman-temannya, gadis itu mengambil buku untuk pelajaran selanjutnya. Netra Vaira kemudian melirik kumpulan coklat dan surat di laci Adriel. Banyak sekali.

Adriel mengambil sebuah plastik putih dari saku celana miliknya. Tangan cowok itu kemudian beralih pada kumpulan coklat dan surat di dalam lacinya. Vaira melihat Adriel.

Cowok itu mengambil hampir semua coklat dan surat yang bahkan sudah beberapa berjatuhan ke lantai akibat Adriel yang langsung menarik semuanya tanpa hati-hati. Cowok itu memasukan semua coklat dan surat ke dalam plastik dan mengikatnya kuat.

Itu coklat yang terkumpul selama tiga hari berturut-turut. Pemberian dari cewek-cewek kelas lain. Setiap pagi, sebelum Adriel datang.

"Jangan-jangan mau dibuang." Ucap Vaira pelan. Vaira mengulum bibirnya. "Sayang kalau dibuang. Kasih ke gue aja."

Vaira menatap nanar ke arah plastik di tangan Adriel. Cowok itu memasukkan satu plastik penuh dengan coklat ke dalam tasnya.

"Ah, dibawa pulang. Gue pikir mau dibuang." Vaira mengangguk. Menyayangkan jika Adriel mau membuang satu plastik penuh berisi coklat manis itu.

Pelajaran selanjutnya, Matematika.

Tentu saja Vaira tetap sama. Jantungnya berdebar lebih cepat, wajahnya terasa panas dan menghangat. Hanya karena melihat Adriel akan datang ke tempatnya. Lebih tepat, duduk di sampingnya.

Baiklah, Vaira akan selalu menceritakan tentang bagian ini.

Adriel melangkah dari tempat duduknya menuju ke tempat di samping Vaira. Tidak dapat dipungkiri jika Vaira terus merasakan hal yang sama, jantungnya berdegup sangat kencang. Adriel kemudian menarik kursi saat Ayu berjalan dan duduk menggantikan posisi Adriel di depan. Kemudian Vaira akan menunduk untuk menetralisir rona wajahnya.

"Gue bilang apa. Bernapas." Ucap Adriel datar. Cowok itu melirik Vaira dari ekor matanya, melihat Vaira yang menunduk.

"Eh, iya." Vaira menarik napas sekali.
Ia sering lupa bernapas saat Adriel ada di sampingnya. "Udah yang kedua kali Adriel ingetin."
Vaira tak tahu perasaan apa yang menghinggapinya. Ia seperti memiliki cara berbicara sendiri yang mengharuskan dirinya saat bertemu dengan Adriel. Cowok itu seperti spesial dimatanya.

Vaira kemudian teringat, ia belum meminta maaf tentang kejadian ia menumpahkan minuman ke baju seragam Adriel. Gadis itu menghirup napas kemudian menghembuskannya lagi. Membuat degup jantung Vaira teratur sebentar.

Vaira gugup. Setengah hidup!

"A-adriel, maaf."

Adriel menoleh, menatap Vaira. "Untuk?"

"Waktu itu, gak sengaja minuman gue tumpah ke baju Adriel."

Adriel mengangguk sekali. "Oh."

Vaira kembali pada posisinya, duduk mengarah ke depan.

Adriel kemudian menyangga dagunya dengan tangan kiri. "Tapi gue gak bilang terima maaf lo."

Vaira menegang. Ia tidak tahu mau merespon apa.

Adriel beralih menatap Vaira dari samping, masih dengan tangan kiri menyangga dagunya. "Asal lo mau bantu gue."

Vaira meneguk ludah. "Ma-maksud Adriel?"

"Gue terima maaf lo, kalau mau bantu gue."

Vaira menghembuskan napasnya khawatir. Jangan-jangan Adriel menyuruhnya untuk membantu cowok itu mengerjakan soal Matematika 100 nomor yang kemarin Ibu Aminah berikan.

"A-apa?" Vaira bertanya dengan gugup.

"Apapun sampai gue bilang 'udah cukup' baru lo berhenti ngebantu gue."

Vaira menjerit dalam hati.

Jangan sampai soal kemarin! huhu.. Ringisnya pelan.

Vaira menagngguk, mengiyakan yang Adriel minta.

Jangan-jangan ini adalah awal dari sebuah kisah indah. Atau hanya menjadi awal dari sebuah kisah yang tak perlu dimulai.

Istirahat kedua tiba. Namun Vaira masih terjebak di kantin, memesan minuman yang Adriel minta barusan. Lebih tepatnya, perintah.

"Makasih, Bi." Vaira berlari untuk sampai ke kelas. Kata Adriel ia akan segera pingsan jika Vaira berlama-lama untuk membeli minuman itu.

"I-ni, mi-nu-man-nya." Kata Vaira sambil menyodorkan sebotol minuman dengan napas tersengal-sengal. Vaira menyodorkan uang kembalian namun ditolak Adriel.

"Buat lo."

"Tapi Adriel, ini lebih dua puluh lima ribu." Vaira menatap lembaran uang di tangannya. Bahkan uang ini sangat banyak untuk diberikan cuma-cuma kepada orang lain.

"Ongkos lari."

"Ga-gausah, tadi tulus kok larinya. Sebagai permintaan maaf juga."

Adriel melayangkan tatapan dingin. "Gak jadi buat lo. Simpan untuk minuman berikutnya."

Vaira mengedipkan matanya beberapa kali. Menerima perkataan dingin Adriel begitu saja. "I-iya." Vaira memasukkan uang itu ke dalam saku seragam lalu duduk di kursinya.

"Harus terbiasa. Harus terbiasa." Vaira mengelus dadanya pelan. Gadis itu harus bisa beradaptasi dengan sikap dan perkataan Adriel yang dingin itu. Ia berutang maaf kepada Adriel.

TRING!

Satu chat masuk ke hp Vaira.

~sayang

Save nomor, Gerrel yang paling ganteng.

Votenya boleh?

Komen ya, biar semangat nulisnya.♥️

Menurut kalian Adriel gimana?

Terimakasih sudah sampai sini, LANJUT KE PART BERIKUT YA!




Adriel Vaira GerrelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang