-Ke Rumah-

117 29 17
                                    

Adriel Vaira Gerrel

(Revisi)

Gadis itu menggigil kedinginan. Bahkan berdiri pun gemetar. Matanya sembab dan hidungnya sudah memerah. Raut wajah Vaira sudah tidak karuan lagi. Semuanya bercampur jadi satu hari ini. Vaira mengikuti langkah Adriel yang menarik pergelangan tangannya yang terbungkus jaket tebal.

Adriel membuka pintu mobil, menunggu Vaira untu masuk terlebih dahulu. Setelah itu, Adriel masuk kedalam sambil meletakkan tas Vaira di bawah. "Lo nggak apa-apa?"

Vaira mengangguk lemah. Kepalanya pusing diterjang hujan tadi. Matanya ia pejamkan, agar bisa meredam sedikit rasa pusing yang menyerang kepalanya sekarang.

Adriel diam menatap Vaira yang terlihat lemah seperti ini. Wajah Vaira pucat pasi, rambutnya sudah basah kuyup dan dengan seragam kotor penuh noda. Entah apa yang membuat Adriel tergerak mengulurkan tangannya, namun Adriel melakukannya untuk Vaira. Cowok itu menarik kedua telapak tangan Vaira yang pucat layaknya seperti tidak ada darah yang mengalir lagi, lalu mendekatkan tangan Vaira pada mulutnya. Adriel meniup, membuat udara hangat di sekitar tangan Vaira.

Vaira membuka matanya lemah, melihat sekilas karena matanya mengerjap beberapa kali. "A-adriel ngapain?" Tanya Vaira yang seperti bisikan.

Adriel tidak menjawab. Cowok itu tetap melakukan hal yang sama kemudian membuat tangan Vaira saling bergesekan. Cukup lama, membuat Vaira bisa merasakan hangat di kedua tangannya. "Makasih."

"Rumah lo dimana?"

Vaira mulai bisa meredam sedikit rasa nyeri di kepalanya. Gadis itu menunjukkan jalan dengan bicara pada supir mobil, sementara Adriel mengambil sesuatu dari dalam pelastik belanja. "Ini."

Adriel memberikan Vaira sekotak susu coklat yang sudah ditusukkan sedotan di atasnya. Vaira merasa senang, Adriel perhatian sekali padanya. Bahkan dengan melakukan hal sesederhana ini, Adriel bisa membuat Vaira bahagia sekali. Malah, sangat bahagia. Walau kepalanya masih sedikit pusing.

"Kenapa lo senyum terus?" Adriel menatap Vaira dengan ekpresi datarnya.

Vaira menggeleng namun mengukir senyum yang sangat lebar. "Adriel kenapa baik?"

Adriel mengangkat satu alisnya tinggi. "Maksud lo?"

Vaira meneguk habis satu kotak susu yang Adriel berikan kemudian tersenyum manis. "Udah sembuh."

Vaira memejamkan mata sesaat dan memperbaiki posisi duduknya agar bisa duduk tegak. Seragam sekolahnya berhasil membasahi tempat duduk di kursi penumpang.

Inilah Vaira. Gadis yang sangat gampang bahagia dengan hal yang menurut orang lain sepele. Gadis polos yang orang pikir mudah untuk dimanfaatkan. Namun nyatanya, Vaira menganggap semua sama. Kawan adalah kawan dan lawan adalah kawan. Bahkan ia sering dihianati karena rasa percayanya yang tinggi kepada orang lain. Padahal ia melakukan semuanya dengan tulus hati, bahkan tanpa embel-embel bahwa resiko dari ketulusannya sering membuatnya tersakiti. Vaira terus bersikap tulus. Gadis ini masih terlalu polos untuk ukuran anak SMA.

"Sembuh?" Tangan Adriel refleks ia tempelkan di dahi Vaira, mengecek apakah betul kondisi Vaira sudah baik-baik saja.

Vaira terkejut beberapa saat ketika Adriel melakukan itu. Belum pernah ada cowok yang melakukan hal itu padanya. Lebih-lebih ini dilakukan oleh Adriel. Adriel bahkan tidak tahu, bahwa jantung Vaira berpacu dengan sangat cepat.

"Belum." Adriel menarik kembali tangannya. "lo harus minum obat."

Vaira mengerjap beberapa kali sampai ia tersadar bahwa mobil ini telah sampai di depan rumahnya. Vaira menunduk sebentar, berterimakasih pada supir yang sudah mengantarnya sampai rumah. Ia berjalan ke arah rumah dan tersadar bahwa tasnya masih ada di mobil dan belum diambil. Saat ia berbalik, Adriel malah sudah ada di belakangnya sambil membawa tas ransel beratnya.

"Udah, lo jalan. Gue yang bawa." Adriel mendahului Vaira karena gadis itu masih bengong sepersekian detik saat Adriel sudah selesai bicara. Vaira mengekori Adriel dari belakang sambil tersenyum sumringah.

Belum pernah Vaira merasakan sebahagia ini. Diperhatikan oleh Adriel, diantar pulang, bahkan membantu Vaira dengan hal kecil. Gadis itu seolah lupa dengan masalahnya saat bersama Adriel. Kesedihannya menguap saat melihat Adriel ada di sampingnya.

"Ma," Vaira mengetuk pintu. Pintu rumahnya terbuka dan menampakkan seorang wanita paruh baya yang terlihat sangat cemas. Ibu Vaira sudah menelpon pihak sekolah daritadi, namun wali kelas Vaira berkata bahwa Vaira sudah pulang. Ibu Vaira bahkan menelpon Ayu dan teman dekat Vaira lainnya, tapi tidak ada yang tahu persis dimana Vaira berada.

"Kamu darimana sayang? Mama khawatir tau! Udah hampir malam begini kamu baru pulang! Baju kamu malah kotor semua! Udah mama bilang jangan main air malah nakal! Ini jaket siapa lagi! Besok dikembalikan, mama gak mau kamu ceroboh dan hilangin barang orang lagi."

Adriel yang melihat kejadian itu hanya diam. Mendengar dengan cermat setiap kalimat yang dilontarkan ibu Vaira. Baru kali ini Adriel mendengar omelan yang sepanjang itu. Bahkan, Adriel baru pertama kali melihat ibu Vaira, membuat Adriel sedikit gugup?

Vaira hanya bisa meringis dan pasrah jika Adriel nanti akan mengoloknya atau apa karena ibunya yang cerewet. Mamanya adalah perempuan paling suka ngomong dan tidak ada remnya apalagi kalau soal yang bersangkutan dengan kecerobohan Vaira.

"Ma," Vaira memanggil lagi. Ibunya langsung menarik Vaira dalam dekapannya, memeluk putri sematawayangnya dengan sangat erat. Tidak peduli jika seragam Vaira sudah koror dan bau.

"Biar aja kalau dibilang kekanak-kanakan, anak mama emang masih anak-anak kok. Badannya aja yang udah gede. Mama pengen peluk." Ibunya menambahkan.

Adriel tersenyum samar bahkan hampir tidak terlihat. Itu sebabnya Vaira bertingkah ceria, lugu dan polos layaknya anak kecil karena ibunya juga seperti ini. Sangat perhatian dan penyayang. Ibunya bahkan masih menganggap Vaira bukanlah gadis remaja tapi seorang gadis kecil seperti dulu.

"Ma, ini teman Vaira. Namanya Adriel." Vaira menarik tangan Ibunya untuk melihat Adriel yang ada di belakangnya.

"Teman Vaira? Wah, kamu yang pertama ini!" Senyum ibunya ramah. Adriel jadi semakin gugup karena tidak tahu harus menjawab apa.

"O-oh." Satu jawaban itu lantas dikatakan Adriel lantaran otaknya sulit memikirkan kata selain kata 'Oh' untuk menjawab sapaan ibu Vaira.

"Enggak yang pertama kok ma! Vaira biasa ngajak Ayu main ke rumah!" Sangkal Vaira karena gugup. Masa ibunya malah sengaja menggodannya karena Vaira baru pertama kali membawa teman cowok ke rumah.

Dasar mama! buat Vaira tambah malu nih di depan Adriel!


Long time gak update 🤒

Semoga masih ada yang setia baca dan nunggu cerita ini :*

Adriel gugup karena apa ya kira-kira?

Jangan lupa komen dan vote♥️

LANJUT KE PART BERIKUTNYA!




Adriel Vaira GerrelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang