Chapter 2

346 26 0
                                    

"WINTER! ITU BEKAL GUE!"

Gadis yang baru saja kembali dari toilet lantas langsung berteriak ketika melihat sang ketua osis menyomot bekalnya dengan cuek.
Pemuda itu tampak menyatukan kedua alisnya

"Ngga sengaja ngambil" tuturnya pendek. Membuat gadis itu mendengus kasar, ingin sekali ia menonjok wajah kaku sang musim dingin itu karna telah menghabiskan bekalnya, tapi ia tetap menahan amarahnya dengan sabar

Kata mama, perempuan ngga boleh cepat marah, batinnya dengan mata terpejam.

Jadi ia memutuskan untuk mendekati Winter dan merampas botol air yang sedang di pegangnya, membuat sang empunya menaikkan kedua alis.
Tapi Autumn malah tersenyum dan langsung meminum air mineral itu sampai tetes terakhir.

"Wah sorry, ngga sengaja ngambil" ujarnya dengan senyum penuh kemenangan. Ia fikir bahwa Winter akan tersinggung dan marah tapi sayangnya pemuda itu tetap cuek dan berdeham.

Muka batu, hati juga batu! Gerutunya karna sudah kalah

"Gue cek aula ya" sergah Autumn, berusaha menghindar dari Winter sesegera mungkin.
Untunglah pemuda itu mengangguk. Maka dengan gerakan cepat, Autumn segera melangkah dengan langkah lebar keluar dari lapangan basket dan menuju Aula sebelum ketua osis nya berubah fikiran.

"Selamat sore mas! Gimana AC-AC nya?" Sapa Autumn pada beberapa tukang service yang tengah sibuk membongkar AC aula.

"AC-nya ngga papa neng, ini mah cuma kurang freon aja, makanya jadi panas" jawab salah satu tukang service

"Semuanya kurang freon ya mas?" Autumn mengerutkan dahi lalu menyatatnya di buku catatan kecilnya. Total AC di ruang Aula ada lima buah, itu akan memakan waktu cukup lama.

"Iya neng, paling satu jam lagi kelar"

Autumn mengangguk-ngangguk dan mengambil beberapa sampah yang tergeletak di aula lantas membuangnya di tempat sampah.

Ia juga memasang pengharum ruangan yang tadi dibeli Chiara di dinding

"Yaudah mas semangat ya, saya tinggal dulu" Autumn tersenyum dan melambaikan tangan.

Beberapa dari tukang service itu sempat takjub, mengira bahwa Autumn menyukai mereka, tapi nyatanya Autumn hanya bersikap ramah dan sopan pada semua orang yang ditemuinya.

"Autumn!" Seru seseorang ketika dirinya baru saja beberapa langkah dari ruang aula

"Hai Sean!" Wajah gadis itu tampak cerah ketika melihat wajah temannya "Kok lo belum pulang?" Kini ia sudah melangkah mendekati laki-laki berwajah manis itu
"Emangnya ngga boleh?" Goda pemuda itu lantas melangkah berdampingan dengan Autumn

"Boleh sih, tapi ini kan udah hampir jam lima" gadis itu mengerutkan dahinya lantas menatap pemuda disampingnya.
Pemuda itu berhenti melangkah dan berdiam diri sembari balas menatap gadis disebelahnya. Meneguk ludah.

Autumn yang melihat gelagat aneh Sean lantas menatapnya balik
"Kenapa Sean?"

Pemuda itu terus menatapnya, ia merogoh saku celananya seperti sedang mencoba mengambil sesuatu dari sana.
Autumn masih terdiam menunggu, sebetulnya ia yakin dengan apa yang akan dilakukan Sean selanjutnya, entah benda apa yang ada di saku pemuda itu tapi Autumn menduga bahwa Sean akan menyatakan perasaannya.

Hampir seluruh anak Iris juga tahu bahwa laki-laki itu menyukai Autumn.
Dan Autumn masih memiliki otak untuk menerjemahkan perhatian serta kehangatan yang Sean berikan lebih untuknya.

"Sean?" Panggil Autumn lagi,

Sean tampak gelagapan, keraguan tercetak jelas di raut wajahnya.

"A-ah itu, Autumn gue-" Ia menutup kedua matanya, menarik nafas, kembali membuka mata dan hendak melanjutkan kalimat.

Tapi..

"Autumn!"

Sontak tubuh Autumn menegang, mengenali suara yang memanggilnya.

Oh tidak! Ini petanda buruk!

"Autumn Putri Kanadie!" Teriaknya, lagi. Kini dengan penuh penekanan disetiap kata

"I-iya Winter, gue kesana!" Autumn balas berteriak. Ia menatap Sean lagi, merasa kasihan pada pemuda disampingnya itu.

"Sorry Sean.."

"Ah ngga papa kok Tumn, buruan gih, bahaya kalo dia ngamuk" pemuda itu berusaha tertawa disaat gurat kekecewaan menghiasi wajahnya.

Autumn menelan ludah tidak tega.
Tapi ia juga menyayangi nyawanya!

Akhirnya gadis itu memutuskan untuk pergi meninggalkan Sean dan kembali menuju lapangan basket.

Sean hanya bisa menatap kepergian Autumn, ia menghela nafasnya.

"Padahal tinggal sedikit lagi.."

***

"Beres semua ya mas?" Tanya pemuda itu sambil memincingkan mata
"Beres dek! Eta kalem wae" Seorang pria tanggung baya berbadan kekar menjawab dengan mantap.

Kini Winter dan Autumn tengah berada di lapangan basket yang sangat luas, panggung dadakan kini dibuat melebar, membelakangi tempat duduk tribun A dan menghadap ke Tribun B.
Beberapa kuli panggul memulai pemasangan panggung yang sudah setengah jadi itu.

"Winter, kata bapaknya ngga ada yang kurang. Semua beres!" Ujar Autumn seraya mendekati pemuda itu. Tetapi ia hanya melirik dan tak bergeming
"Winter! Gue ini wakil-lo, hargain dikit kek!" Bentaknya dengan sebal

"Ayo balik" Winter malah menjawab tanpa memperhatikan apa yang tadi dikatakan Autumn.

Lelah tidak ingin debat lebih panjang lagi, gadis itu memutuskan untuk mengangguk.

"Mang Kasman, titip ya" ucap Winter pada seseorang yang sedang mengepel lapangan
"Siap Kak, mamang jagain terus pokoknya"
Winter mengangguk lalu meninggalkan lapangan basket indoor itu menuju parkiran bersama Autumn.

Gadis itu sedaritadi diam saja, tampak lesu.
Biasanya, ia akan semangat sekali
"Capek?" Tanya Winter seraya menyalakan mesin motornya.
Autumn hanya menatapnya lalu mengangguk
"Yaudah buruan naik" pemuda itu menyodorkan almamaternya kearah Autumn, ia langsung mengambil dan menaiki jok penumpang motor sport Winter.

"Udah?" Tanya Winter, lagi.
Autumn segera menutupi pahanya yang terekspos -karna rok sekolah yang agak pendek, dengan almamater milik Winter
"Iya udah" ujarnya

Winter mengangguk dan menjalankan motornya meninggalkan sekolah bak istana kerajaan itu.

***

"Bundaaa!" Gadis itu lantas langsung memeluk sosok mungil yang tengah menyapu halaman
"Autumn? Kenapa baru pulang?" Sosok itu memutar tubuhnya, menatap gadis 16 tahun didepannya itu.

"Bunda, tadi Winter sama Autumn harus ngurus beberapa hal sebelum pulang. Maaf lupa ngabarin ke bunda" Winter yang baru muncul langsung menyalimi sosok tersebut

"Kalian pasti capek ya. Pada mandi gih, bunda siapin makan" ujarnya ramah sembari tersenyum.

Winter dan Autumn sama-sama mengangguk lantas pergi kekamar masing-masing.
Autumn di lantai dua dan Winter di lantai satu.
Wanita yang tadi disebut bunda itu tersenyum menatap pasang musim yang kini sudah menghilang.

WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang