Chapter 23

207 21 3
                                    

Hal yang diketahui Autumn selanjutnya adalah bahwa ia berusaha menjaga jarak dengan Winter.

Terhitung sejak hari Jum'at lalu ketika ia bertemu dengan Winter di tangga sampai hari ini, sudah hampir lima hari ia menjaga jarak dengan sang kekasih.

Ketika Winter menelfonnya, maka ia tidak mau repot-repot menjawabnya.
Ketika Winter mengeriminya pesan, maka ia akan langsung menghapus tanpa membacanya.
Ketika Winter mendatanginya, maka ia dengan cepat akan bersembunyi agar tidak bertemu dengan pemuda itu.

Katakan bahwa ia pengecut, tapi memang begitulah adanya.
Autumn hanya tengah menimbang-nimbang apa yang akan dilakukan selanjutnya.

Ia kini tengah duduk tenang di sudut perpustakaan sembari bertopang dagu berpura-pura membaca buku.
Padahalnya fikirannya tengah mengingat perkataan Summer beberapa hari lalu ketika mereka berada di kolam renang rumah

Always follow your brain but listen to your heart.
Don't follow your heart because yours its stupid as shit.

Oke, jadi Autumn harus mengikuti kata otaknya tetapi juga mendengarkan kata hatinya?
Ia mengerang tertahan lalu menempelkan keningnya di meja perpustakaan, pusing memikirkan hal ini.

"Gue buat salah ya sama lo?"

Ucapan seseorang diikuti dengan bunyi bangku yang ditarik membuat jantung Autumn berdetak dua kali lebih cepat.
Orang ini, yang mati-matian ia hindari pun tengah duduk di hadapannya dengan tangan bersilang di dada seolah Autumn adalah tersangka yang patut di hakimi.

Autumn meliriknya sekilas tetapi tidak merubah posisinya, "Pergi sana"

"Lo menghindari gue"

Itu bukan pertanyaan melainkan sebuah pernyataan mutlak dari Winter.
Autumn mengerang

"Engga kok"

"Bohong"

Please pergi aja sana, gue lagi bimbang tau?!

"Ngga ada Winter. Sumpah."

Winter menyingkirkan buku di hadapan Autumn lalu ia mencondongkan tubuhnya

"Pembohong" ujarnya

Autumn berdecak sebal lalu mengangkat wajahnya.

"Terserah deh. Mending lo urus exart lagi, tinggal ngitung hari tau!" Semburnya dengan tatapan kesal yang dilayangkan untuk Winter.

"Autumn, pulang nanti ikut gue ya?" Tutur Winter tanpa menghiraukan perkataan Autumn.

Gadis itu mencebikkan bibir, "Ngapain?" Tanya-nya malas.

"Gue kenalin sama Mama"

Deg

Jantungnya serasa dililit ketika mendengar ucapan Winter barusan.

"Mama? Tante Stace maksud lo?" Tanya Autumn ragu.

Winter menggeleng lalu tersenyum samar.
"Bukan Tante Stace, tapi mama. Mama Rena"

Mata Autumn membulat tak percaya,
"Lho? Bukannya Tante Rena udah.." Gumam gadis itu seraya menggigit bibir bawahnya, tidak tahu kata yang tepat untuk ia ucapkan selanjutnya

"Meninggal?" Tebak Winter, dia terkekeh, "Dia masih hidup. Itu cuma akal-akalan Papa" sambungnya.

"Gue kenalin lo ke dia. Mau kan?"

Autumn agak kaget dengan kenyataan yang di dapatnya ini, memang benar selama ini ia tidak pernah lagi mendengar kabar ibu kandung Winter semenjak Papa Winter menikah lagi.
Ia penasaran dengan keadaan Tante Rena, maka ia mengesampingkan ego-nya dan memilih mengangguk

WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang