Pagi-pagi sekali Ajeng sudah bersiap menggunakan seragam sekolahnya. Wajahnya yang biasanya memamerkan senyum manis, pagi ini tampak begitu suram. Seakan semua kebahagiaannya dirampas dari dirinya.
"kamu udah mau berangkat sepagi ini?" itu suara ibunya. Ajeng yang telah mencapai pintu berbalik, dia bisa melihat ibunya yang berdiri dianak tangga terakhir, menatapnya masih dengan piama sutra berwarna merah miliknya.
"Iya Ma. Pagi ini ada ujian."
"Oh gitu. Yaudah, hati-hati di jalan." Setelah mengatakan itu marisa berbalik ingin kembali lagi kekamarnya. Namun baru dua anak tangga yang dia naiki suara Ajeng memanggilnya.
"Mama?"
"Hmm?"
"Ajeng sayang sama Mama."
DEG
Ajeng tersenyum, begitu manis. Gadis itu lalu keluar dari rumah, meninggalkan ibunya yang terpaku ditempatnya berdiri.
Marisa menyentuh dadanya yang berdenyut menyakitkan ketika mendengar ungkapan rasa sayang Ajeng tadi. Bahkan rasa sakit itu masih tersisa hingga sekarang.
***
Pagi ini sebenarnya tujuan utamanya bukanlah sekolah, melainkan rumah sakit. Dia hanya ingin meyakinkan dirinya sekali lagi. Bahwa ini semua salah.
"Permisi Sus, saya mau tanya, dokter Reisya sudah ada di rumah sakit belum ya pagi ini?" Ajeng bertanya pada Suster yang hari ini pertugas dimeja resepsionis.
"Oh Dokter Reisya, beliau sudah ada, dia sekarang ada diruangannya. Mau saya antarkan?"
"Eh begitu, terimakasih, nggak perlu Sus, saya udah tahu ruangannya dimana. Kalau begitu permisi."
"Ah iya, silahkan."
Ajeng berjalan dalam perasaan yang gamang. Dia takut, tapi juga harus memastikan. Maka dari itu dia hanya mampu menghela nafasnya dan mencengkram kuat tali tas sekolahnya, menyalurkan rasa yang bercampur aduk didalam dadanya.
Ketika sampai didepan pintu berwarna putih dengan tulisan Dr. Reisya .B Ajeng langsung mengetuk pintu sebanyak tiga kali, setelah itu suara Dr. Reisya mempersilahkannya masuk.
"Ajeng kan? Ayo masuk Ajeng." Dokter muda itu menyapa Ajeng dengan hangat, senyuman lembut itu sedikit membuat Ajeng melupakan ketegangannya.
"Selamat pagi Dok."
"Selamat pagi. Ada apa kamu pagi-pagi kesini? Nggak ada masalah kan?"
Ajeng yang telah duduk dihadapan Dr. Reisya meremas tangannya sendiri yang berpangku diatas paha. Dengan tangan yang gemetar Ajeng mulai mengambil surat hasil pemeriksaan kesehatannya didalam tas. Pelan namun pasti Ajeng menyodorkan surat itu kehadapan Dr. Reisya.
"Ajeng..."
"Saya Cuma mau memastika kalau itu salah." Lirih Ajeng, matanya memandang kosong kebawah.
Dr. Reisya mulai mengerti dengan keadaan ini. Dia menarik nafasnya pelan dan menghembuskannya. Dr. Reisya mulai membaca, setelah selesai hanya tatapan nanar yang bisa ia berikan pada gadis SMA didepannya ini.
"Hasil pemeriksaan ini, benar Ajeng." Dia menyampaikan itu dengan sangat hati-hati.
"Itu nggak mungkin Dokter, saya sehat kok, nggak mungkin saya sakit kanker." Desakan air mata mulai menggenang di pelupuknya.
"Saya tahu ini berat buat kamu. Tapi kamu harus kuat."
"Dokter saya takut."
Air mata itu akhirnya lolos dari tempatnya, Ajeng menangis tersedu ditempat duduknya. Dr. Reisya berdiri menghampiri Ajeng, kedua tangannya menarik Ajeng masuk kedalam dekapannya. Ini bukan yang pertama kalinya Reisya berhadapan dengan situasi seperti ini, sudah sering, bahkan terlalu sering.

KAMU SEDANG MEMBACA
|| BOOK THREE : Yudjeng || Pasien No.25 (Complete)
General Fiction# SUDAH TERBIT DALAM BENTUK EBOOK dan tersedia juga di PLAY STORE/PLAYBOOK # Ajeng hanya seorang gadis biasa yang hidup di antara kasih sayang orang tua yang berlimpah, untuk Kakaknya. Dia memiliki seorang kekasih yang lembut dan perhatian, pada sah...