Bab 2. 01

1.2K 176 23
                                    

Sebelum berangkat ke sekolah, Ajeng memutuskan untuk mampir kerumah sakit. Dia berencana meminta pendapat pada Dr. Reisya tentang keinginannya ikut dalam acara Kemping besok.

Reisya sedang membaca rekap medis ketika pintu ruangannya diketuk dari luar. Dengan suara lembutnya dia mempersilahkan seseorang itu untuk masuk.

"Selamat pagi Dokter."

"Ajeng. Selamat pagi. Ada apa kamu pagi-pagi kemari, kamu nggak apa-apa kan?"

Ajeng tersenyum sembari menggeleng. Gurat kekhawatiran di wajah cantik Dr. Reisya membuat dadanya menghangat. "Saya nggak apa-apa kok Dok. Saya kesini karena mau minta pendapat."

"Minta pendapat tentang apa?" Dr. Reisya bertanya ketika Ajeng telah duduk di hadapannya.

"Begini Dok. Besok sekolah saya ngadain acara kemping, saya mau ikut. Kira-kira boleh nggak Dok?"

Reisya tersenyum ketika melihat raut wajah Ajeng yang berharap. "Berapa hari kamu kemping?"

"Katanya, tiga hari dua malam. Boleh ya Dok, soalnya ini kemping pertama saya setelah saya masuk SMA."

"Boleh. Asal kamu minum obat agar kondisi kamu tetap setabil."

"Obat?"

"Iya. Saya tulis resepnya ya."

Dr. Reisya menulis dengan cekatan pada sebuah lembar kertas putih. ketika Ajeng menerima resep obatnya dia mengernyit karena tak bisa membaca tulisan Dr. Reisya.

"Dok, kenapa tulisan Dokter susah dibaca?"

Reisya tertawa kecil mendengar pertanyaan polos dari gadis itu. "Seorang Dokter harus menuliskan resepnya dengan cepat, itu sebabnya tulisan kami lebih susah dibaca dari pada tulisan biasa."

"Oh gitu. Kalo gitu saya permisi ya Dok. Terima kasih udah ngasih ijin dan obatnya, nanti pasti saya rajin minum."

"Iya, sama-sama. Jangan lupa, kamu nggak boleh kecapean. Kalo udah nggak kuat langsung istirahat. Mengerti?"

"Mengerti. Kalo begitu Ajeng pergi ya Dok. Permisi."

"Hati-hati."

Reisya masih menatap kepergian Ajeng hingga pintu ruangannya tertutup. Perasaanya gamang. Dia bisa merasakan sesuatu yang menyesakkan dalam dadanya. seakan sebuah peristiwa buruk menanti di depan sana.

Dia mengernyit sambil mencengkram baju bagian dadanya.

***

"Gue dikasih ijin."

"Gue juga dikasih."

"Berati, kita kemping bareng. Kyaaaaa!"

Ajeng dan Vitha kompak menutup kedua telinga mereka ketika Karina berteriak nyaring. Suara gadis itu mungkin saja mengalahkan suara turbin. Melengking dan membuat sakit telinga.

"Karina! Parah ya teriak-teriak kayak gitu! Bisa budek dadakan gue sama Ajeng."

"Ya abis gue seneng."

"Ya nggak gitu juga kali. Berisik tahu nggak. Untung aja sekarang kita lagi di taman, sepi. kalo ada orang lain yang liat bisa malu." Vitha dan kebiasaannya bicara jujur.

Karina manyun. "Oh jadi lo malu punya temen kayak gue, gitu?!"

"Iya kenapa? Nggak suka?!"

"Elo tu ya Vit. Ih sebel gue!"

"Apa sih lo!"

Dan terjadilah aksi jambak-jambakan. Ajeng yang duduk di depan dua gadis itu hanya bisa menghela napas dan menggelengkan kepalanya. Dia diam tak berniat memisahkan. Ya, tidak mau ambil resiko. Terakhir kali Ajeng berniat memisahkan mereka malah dia yang jadi sasaran Karina dan Vitha. Ajeng kapok.

|| BOOK THREE : Yudjeng || Pasien No.25 (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang