Bab 3. 02

1.4K 171 33
                                    

Rimbun pepohonan menahan teriknya matahari siang itu, udara segar berhembus menerbangkan dedauan kering yang jatuh ke tanah. Vanessa, Vitha dan Karina duduk di bangku taman rumah sakit. Tempat itu sepi, hanya ada beberapa pasien yang sedang berjalan-jalan bersama suster mereka.

"Aku nggak tahu harus mulai dari mana." Vanessa memecah kesunyian di antara mereka. Dia memainkan jarinnya di atas pangkuan.

"Dari mana aja boleh. Gue sama Karina cuma mau tahu yang sebenarnya." Tukas Vitha, dia ingin semua ini cepat selesai.

Vanessa menarik nafasnya dalam. "Ini semua karena janji Yudha sama almarhum Kakaknya, tunangan aku." Ujar Vanessa, mulai menggali ingatan masa lalunya dengan Yudha, dan Rangga sang tunangan.

Flashback

"Lo serius Ness mau sama dia. Kak Rangga kan lebih tua dari lo."

"Bocah! Jangan mempengaruhi calon tunangan gue lo." Rangga memiting leher Yudha dengan tangan kanannya. "Ya kak! Ampun ampun! Mama Yudha dicekik Ma!"

Kegaduhan yang dibuat oleh dua bersaudara itu membuat orang-orang di sekeliling mereka tertawa. Acara pertunangan yang hanya dihadiri oleh beberapa teman dekat dan keluarga berlangsung dengan hikmat.

Yudha yang berumur lima belas tahun tersenyum saat melihat sang Kakak yang menyematkan cincin di jari manis sahabatnya, Vanessa. Begitu juga saat Vanessa menyematkan cincin di jari manis Rangga. Kini kedua orang yang paling berharga dalam hidupnya telah resmi terikat dalam hubungan yang lebih serius. Meski umur kedua orang itu berjarak lima tahun, mereka tetap terlihat serasi.

"Jaga Vanessa baik-baik Rangga, kamu harus belajar bertanggung jawab sama dia mulai sekarang." Laki-laki paruh baya yang mengenakan jas abu-abu itu Ayah mereka. Darma.

"Pasti, Pa. Rangga akan jaga Vanessa."

"Bagus."

Yudha memandang senyum yang mengembang di wajah Darma dengan muak. Bagi Ayahnya pertunangan Rangga dan Vanessa tak lebih dari sekedar perjanjian bisnis. Dia berbahagia bukan untuk kebahagian anaknya, tapi untuk kemajuan perusahaan yang akan semakin pesat.

Usapan lembut di bahunya mengalihkan pandangan Yudha. Nathasa, Ibunya yang memiliki keturunan belanda itu tersenyum lembut. "Kenapa?"

"Papa dan Papanya Vanessa jadi tanda tangan untuk kerja sama perusahaan?" Yudha menjawab pertanyaan Ibunya dengan pertanyaan pula. "Mereka memang ingin bekerja sama sejak dulu." Nathasa mengetahui kerisauan anak bungsunya.

Yudha mengalihkan pandangannya dari sang Ibu, "perjodohan ini, untung Kak Rangga sama Vanessa beneran saling suka. Coba kalo nggak." Gerutuan bocah berbibir tipis itu sampai ke telinga Nathasa. "Kalo nggak. Mereka akan tetap bersama."

"Maksud Mama?"

"Suatu saat nanti, kalo kamu udah ketemu sama seseorang, kamu akan ngerti maksud Mama. Udah yuk, kita foto keluarga."

Nathasa menarik Yudha, setengah menyeretnya, berdiri di tengah-tengah antara ia dan Darma. Vanessa yang berdiri berdampingan dengan Rangga tampak tersenyum manis ke arah kamera, sedangkan Rangga tersenyum lebar dengan tangan yang merangkul pundak tunangannya hangat.

Moment yang tak akan pernah terlupakan, kebahagian yang terpancar dan derai tawa yang masih membekas dalam ingatan. Seketika, kenangan dua keluarga itu terabadikan lewat lensa kamera.

Tapi, kebahagiaan itu ibarat hujan, yang datang dan pergi tanpa kita ketahui.

Nathasa menangis di atas gundukan tanah merah, tangannya berulang kali mengelus nisan bertuliskan nama anak sulungnya. Rangga dave Darma. Kepergiannya membuat hujan air mata tanpa henti untuk Ibu dan sang tunangan.

|| BOOK THREE : Yudjeng || Pasien No.25 (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang