Bab 1. 04

1.1K 148 15
                                    

Ketika pintu gerbang hampir ditutup oleh Pak Satpam saat itulah Ajeng, Vitha dan Karina sampai di sekolah. Mereka benar-benar terlambat.

Saat bel berbunyi nyaring ketiga gadis itu sama-sama berlari menuju kelas mereka sambil berdoa, semoga Pak Doni belum masuk kelas.

Tapi sepertinya dewi fortuna sedang ingin menghukum anak yang datang terlambat. Pak Doni, guru fisika mereka telah sampai dikelas. Alhasil mereka dilarang untuk mengikuti mata pelajaran beliau.

"Ah udahlah, nggak boleh masuk ini. kita kekantin aja yuk, ngisi perut. Gue yang bayar."

Ajakan Vitha langsung disetujui oleh Ajeng dan Karina, terlebih Karina yang memang senang mendapat traktiran pagi-pagi seperti ini. Rejeki anak cantik. Ujarnya dalam hati sambil terkikik.

Mereka duduk dimeja yang berada jauh dipojok kantin, suasananya begitu sepi, hanya ada beberapa siswa dan siswi disini.

Ajeng, Vitha dan Karina memesan makanan yang sama. Nasi goreng spesial telur mata sapi. Ketiga gadis itu makan sambil sesekali di selingi oleh obrolan atau bahkan pertengkaran kecil Vitha dan Karina.

Ajeng tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Ikut dalam sebuah obrolan dan bahkan terawa bersama seperti ini. dia benar-benar merasa sangat diterima.

"Ajeng?"

"Hmm?"

"Lo masih pacaran kan sama Yudha?"

Pertanyaan Karina hampir membuat Ajeng tersedak nasi goreng. Sedangkan Vitha langsung menyikut lengan Karina yang duduk disebelahnya. Tapi memang dasarnya Karina itu suka 'telmi' dia tidak mengerti arti sikutan Vitha padanya.

Ajeng meminum es jeruknya sebelum menjawab pertanyaan Karina, "Masih kok. Memang kenapa?"

"Oh nggak, Cuma aneh aja. Lo pacarnya Yudha tapi Vanessa yang keliatan lebih deket sama dia. Kok gitu sih?"

Vitha menepuk jidatnya melihat Karina dengan wajah polos menanyakan hal 'itu'. Gadis bermata belo itu bergumam dalam hati, tuhan kenapa gue punya temen kayak Karina gini sih. Apa dosaku. Ajeng hanya tersenyum melihat Vitha melemparkan tatapan tidak enak hati padanya. Ya, bagi Ajeng pertanyaan ini sudah sering didengarnya.

"Itu karena mereka udah sahabatan sejak lama."

"Tapi tetep aja Jeng keterlaluan. Gimanapun juga elo itu pacarnya Yudha, elo punya hak yang lebih ketimbang Vanessa."

"Vanessa kan sering sakit, jadi Yudha emang harus lebih perhatian sama dia."

"Terus kalo elo yang sakit, Yudha perhatian nggak sama lo?"

"Ya..Ya perhatianlah, dia kan cowok gue."

Sebenarnya, gue nggak tahu.

Ajeng menyesap minumannya, dia melamun sambil memikirkan Yudha. Bagaimana jika Ajeng mengatakan tentang kondisinya sekarang pada Yudha, apa dia tetap berlaku dingin dan cuek pada Ajeng? Atau dia akan berbalik perhatian seperti kepada Vanessa?

Vitha yang sadar Ajeng melamun, menyenggol lengan Karina yang fokus pada makanannya. Gadis bermata belo itu memberi isyarat pada sahabatnya lewat kontak mata "elo udah salah ngomong liat akibatnya". Begitulah kira-kira arti tatapan Vitha. Tapi dasar Karina itu lola. Dia malah memberi Vitha tatapan tidak mengertinya.

Vitha menyerah, dia menghela nafas sambil menggelengkan kepalanya pasrah.

"Jeng, mau nambah nggak?" Vitha berhasil menarik eksistensi Ajeng dari dunia lamunan.

"Oh, nggak usah Vit. Ini cukup kok, gue udah kenyang."

"Kalo mau nambah, pesen aja ya."

"Iya, pasti."

|| BOOK THREE : Yudjeng || Pasien No.25 (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang