"Kakak,"
Ketika Gesa sedang memperhatikan Grisa dari samping, panggilan yang berasal dari ujung lapangan basket membuat pandangannya beralih. Disana, berdiri gadis kecil yang dikepang satu, kedua jari tangannya saling bertautan.
Grisa menoleh ke kanan, senyumnya langsung mengembang, bahkan deretan giginya terlihat. Dia menggeser posisi duduknya menjadi menyamping agar dapat melihat tubuh gadis kecil yang masih berdiri diujung lapangan basket.
"Queenaya, sini," tangan Grisa melambai-lambai agar gadis berusia tiga tahun itu menghampirinya.
Gesa yang berada dibelakang Grisa hanya diam saja, memperhatikan dua orang itu. Queenaya menghampiri Grisa dan Gesa malu-malu, senyum manis yang tercetak dibibirnya tidak pernah lepas. Dia melihat Gesa sebentar, lalu kembali ke arah Grisa.
"Kak Grisa..." panggilnya pelan.
"Hei, Ayaa," Grisa tersenyum memegang kedua tangan Queenaya.
"Kak Grisa, lagi apa?" Tanya Queenaya.
"Aku lagi main, sama temen, kenalan yah?"
Gesa yang tadinya diam, tersadar akan kehadiran Queenaya. Gesa tersenyum menampakan lesung pipinya, dia mengulurkan tangannya bermaksud bersalaman. Queenaya menerima uluran tangan Gesa, mereka bersalaman, tangan Gesa dua kali lebih besar dari tangan Queenaya membuat tangan gadis itu tak terlihat.
"Aya," gadis kecil itu tersenyum.
"Gesa," merasa gemas, Gesa spontan menyubit pipi Queenaya pelan.
Kini Queenaya menghampiri Grisa. Grisa mengangkat Queenaya agar duduk dipangkuannya. Sekarang, Grisa dan Gesa tidak hanya berdua, tapi ada Queenaya diantara mereka. Gesa merasa tertolong saat Queenaya datang, akhirnya dia terbebas dari keadaan canggung beberapa menit lalu.
Sebenarnya Gesa suka anak kecil, singkirkan dulu pemikiran kalian tentang Gesa yang terlihat pedofil. Dia hanya menyukai anak kecil yang lucu saja, jika anak kecilnya menyebalkan Gesa malah benci. Terkesan jahat, memang.
"Aya kesini sama siapa?" Tanya Grisa.
"Sendiri," ucapnya.
"Loh, kok, sendiri? Emangnya Mbak Nina kemana?"
"Ada, Mbak ada dirumah. Aya tadi udah bilang ke Mbak, mau main kerumah Ata, tapi, Ata nya lagi bobo." Jawab Queenaya.
"Ohh, Ata nya bobo, yaudah main sama aku aja, yuk," Grisa menengok kearah Gesa "sama Kak Gesa juga." Lanjutnya.
Entah apa yang akan dilakukan Gesa nanti, cowok itu tetap berada di lapangan basket bersama kedua gadis yang berbeda usia. Dia tidak ingin pulang, rasanya dia ingin ikut bersama mereka.
"Kamu mau main apa?"
"Ayunan,"
"Yaudah, yuk."
Grisa menurunkan Queenaya dari pangkuannya, gadis itu bangun dari duduknya, dia menggandeng tangan kiri Queenaya dan menghadap ke arah Gesa.
"Ayuk, Sa,"
Grisa dan Queenaya berjalan didepan mendahului Gesa yang mengikuti dibelakangnya. Mereka bertiga mendekati taman bermain anak-anak, tempat biasa Queenaya dan temannya bermain.
Gadis kecil itu berlari, melepaskan genggaman tangan Grisa dan duduk disalah satu ayunan. Tangannya memegang rantai yang berada dikedua sisi badannya. Dia memundurkan badannya lalu mengangkat kakinya agar dapat berayun.
"Aya, awas jatoh." Peringat Grisa.
Gesa berdiri disamping Grisa, gadis itu memperhatikan Queenaya, takut-takut dia jatuh. Gesa juga ikut memperhatikan gadis kecil itu, entah apa yang dia lakukan, yang penting Gesa menemani kedua gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
GESA
Dla nastolatkówSetelah mengenalnya ada bagian hati yang sepi menuntut untuk diisi. - Gesa Abiyaksa Ananta