Selamat Membaca
Sejak dua hari yang lalu, setiap Gesa mengingat kejadian itu, hati Gesa mudah berdesir, entah ada apa dengan perasaannya, dia merasa aneh jika terus seperti ini. Sejak Grisa memeluknya, ahh kata itu, sudut bibirnya tidak dapat berdusta, dengan terang-terangan dia tersenyum lebar menampakkan lesung pipinya. Pada saat Grisa memeluknya, Gesa terkejut bukan main, degup jantungnya berpacu lebih cepat, seketika pikirannya terhenti dan sulit untuk memahami sekitar. Tidak pernah diri Gesa seperti dimainkan hanya dengan tingkah seorang gadis.
Grisa membuat Gesa,
Jatuh hati?Benarkah?
Gesa tertawa tidak habis pikir kata-kata itu terlintas dibenaknya. Angin malam masuk menerobos jendela kamar Gesa yang sengaja dibuka, menerpa wajah serta kulit Gesa yang tidak tertutup oleh kain. Gesa menoleh, melihat kearah luar kamar, disana bulan dengan beraninya memunculkan diri memancarkan cahaya yang indah. Munculnya angin serta bulan seperti membawa secercah harapan untuk Gesa meyakini jawaban atas pertanyaannya.
Sebagaimana yang Gesa inginkan sejak awal, jika memang dia jatuh hati dengan Grisa biarkan rasa itu tumbuh dengan sendirinya. Gesa tidak ingin menambah-nambahkan atau mengurang-ngurangkan rasa itu, biar semua terbentuk apa adanya, karena dia ingin merasakan apa itu cinta yang sebenarnya.
Mengenyampingkan Gesa yang setengah mengiyakan pikirannya tadi, cowok itu tersadar bahwa dia belum lama dekat dengan Grisa. Otak yang ada dikepalanya terus-terusan membuat Gesa malah ingin menghapus rasa itu sepenuhnya. Banyak pikiran yang tiba-tiba muncul memenuhi kepala Gesa perihal Grisa yang tidak merasakan hal yang sama atau yang lebih buruk dari itu.
Bagaimana kalau Grisa sudah memiliki orang lain?
Atau,
Sudah adakah yang menempati hati Grisa?
Gesa tidak tahu.
Mood Gesa sedikit menurun, dia tersenyum masam. Benar juga, Gesa tidak bisa menyangkal pikirannya itu, jika memang terjadi, lebih baik Gesa mundur terlebih dulu, tidak ingin mengganggu dan tidak ingin jatuh lebih dalam. Bukankah mengantisipati sangat perlu?
Ponsel yang dia genggam masih setia diatas perutnya. Dilihatnya ponsel itu dengan pandangan kosong, jika kepalanya sudah terpenuhi oleh Grisa, rasanya Gesa tidak ingin melakukan apa-apa.
Mungkin ini yang dinamakan galau, dan Gesa baru merasakannya sekarang. Jika Joshua, Vallen dan Dinar mengetahuinya, cowok itu yakin pasti dia akan dijadikan bahan candaan habis-habisan. Gesa yang mengalaminya saja merasa jijik, pasalnya dia tidak pernah se-alay ini.
"Aaaaah!!! Tai!" Teriak Gesa.
Cowok itu tidak sadar, dia memejamkan mata sejenak berniat ingin membuang hal-hal yang berbau Grisa, tetapi apa yang dia dapatkan malah wajah senyum Grisa di balik kelopaknya. Gesa heran, masa iya kelopak matanya terlukis wajah Grisa?
Apasih anjir, begok banget mata gue,
Gila ini udah,
Apa gue nonton hentai aja kali ya?
Eh astagfirullah- astagfirullah,
Jadi kepengenkan.
Gesa memijat pelipisnya dan meraup rambutnya seperti orang frustasi.
"Anjing pisann!" Ucapnya histeris.
Tak sadar bila pintunya terbuka, Garika berdiri diambang pintu melihat Abangnya seperti itu.
"Bang? Lo ngapa?!" Tanya Garika heran.
"Gue?" Tunjuk dirinya, "lo pikir aja dah gue kenapa,"
Garika menghampiri Gesa yang masih duduk berselonjor di pinggir tempat tidurnya. Cewek itu mengambil bingkai foto yang menempel di dinding.

KAMU SEDANG MEMBACA
GESA
Teen FictionSetelah mengenalnya ada bagian hati yang sepi menuntut untuk diisi. - Gesa Abiyaksa Ananta