Rumah Grisa

36 6 9
                                    

Lampu jalan yang cahayanya mulai meredup menemani Gesa mengendarai motornya menuju rumah Grisa. Hanya beberapa blok lagi dia sampai. Daunan kering yang belum tersapu oleh petugas kebersihan terlindas ban motor Gesa saat melintas, terdengar samar bunyi renyah dari remuknya daunan kering.

Gesa berhenti di depan pagar rumah Grisa, nampak dari luar rumah minimalis berkaca banyak itu sepi. Gesa turun dari motornya, memandangi pintu utama rumah.

"Permisi!"

Setelah itu tidak ada jawaban untuk Gesa. Lagi, Gesa memanggil agar orang yang ada di dalam rumah itu keluar berharap untuk membukakan pintu untuknya.

Tidak lama kemudian pintu terbuka, menampakkan anak kecil memakai baju panjang selutut. Anak kecil itu berjalan mendekat, sedikit berlari sehingga rambut yang dikuncir kuda itu bergoyang.

"Kak Gesa!" Serunya sembari membuka pagar.

Gesa menyengir menampakkan deretan gigi putihnya, lesung pipinya terlihat, "Hallo, Aya!"

"Kakak mau ketemu kak Icha?" Tanya Queenaya.

"Kak Icha? Grisa maksud kamu?" Tanya Gesa lagi.

Queenaya menganggukkan kepalanya mantab, "Iyah, kata Ata kita harus manggilnya kak Icha..." ucap Queenaya.

Gesa tertawa, mencubit pelan pipi Queenaya yang berwarna kemerahmudaan. Cowok itu memasukkan motornya lalu mengunci pagar rumah Grisa. Mereka berdua masuk dengan Queenaya yang menggandeng tangan Gesa.

Queenaya membuka salah satu kamar di dalam rumah itu, kamar Grisa, pikir Gesa.

Gadis yang rambutnya dicepol itu sedang berselonjor ditemani dengan anak cowok disisinya. Mendengar pintu terbuka, Grisa menaruh perhatiannya penuh sampai pintu itu memunculkan Queenaya dan Gesa.

"Ata, sini!" Panggil Queenaya antusias, "Kenalan sama Kak Gesa!" Lanjutnya.

Grisa merubah posisinya menjadi duduk, kakinya masih dia luruskan karena ada luka di betisnya.

Gatama yang biasanya di panggil Ata itu turun dari tempat tidur kemudian menghampiri Queenaya dan Gesa.

"Ohh jadi inii kak Esa yang kamu ceritain itu!" Ucap Ata.

"Ihh! kak Gesa, Ataaa! Bukan Esa." Protes Queenaya cemberut.

"Terserah Ata lah! Kan Ata mau manggil kak Esa."

Gesa yang masih setia berdiri diantara mereka itu pun bingung. Dia melirik ke arah Grisa yang kebetulan sedang memperhatikannya, mereka -Grisa dan Gesa- menyengir.

"Sa, sini!" Ajak Grisa agar Gesa berjalan ke arahnya.

"Oh-oke." Gesa melewati anak kecil yang masih sibuk berbalas argumen mereka.

Gesa menenteng pelastik putih lalu ditaruhnya pelastik itu diatas nakas samping tempat tidur Grisa.

"Apaan?" Tanya Grisa, arah pandangnya lurus pada pelastik putih yang baru saja ditaruh.

"Es krim. Kali aja lo membaik dengan makan es krim," ujarnya menaikkan bahu. Kedua tangannya dia masukkan ke kantong celana abu-abu, kebetulan dia belum sempat menggantinya dengan jeans.

Grisa mengambil isi yang ada di pelastik itu, dia tersenyum masam membuat Gesa mengerutkan kening bingung.

"Kenapa?" Tanya Gesa, "lo... gak suka ya? Sorry-sorry seharusnya gue gak-"

"Lo tau dari mana gue suka yang ini!" Potong Grisa sangat antusias, wajahnya sumringah.

"Anjir, gue kira lo ngga suka." Gesa terkekeh, "itu es krim kesukaannya Garika." Lanjut Gesa.

GESA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang