Pagi sekali Gesa sudah berangkat ke sekolah. Cowok yang memakai seragam putih-abu dengan jaket jeans, dan converse abu-abu yang warnanya sudah mulai memudar itu berjalan disepanjang koridor. Tebak, hanya Gesa berjalan normal saja cewek-cewek yang melihatnya menjadikan cowok itu seperti sarapan pagi yang manis. Bisik-bisik diantara mereka membuat Gesa ingin tertawa, tapi dia menghiraukannya dan tetap berjalan.
Masih terus berjalan menuju kelasnya, kedua tangannya dia masukkan ke dalam kantong jaket. Sesekali dia membalas sapaan teman-temannya.
Gesa berbelok masuk kelas dengan senyuman yang sudah terpampang pada wajah manisnya. Joshua yang melihat itu mengangkat satu alis, tangannya mengelus-elus dagu seperti ingin menebak-nebak arti senyuman Gesa.
"Idihhh- adem bener kayaknya?" Ledek Joshua. "Abis berapa ronde semalem?"
"Eh! Anjing! Kalo ngomong suka lemes yee..."sahut Gesa, gelak tawanya terdengar. (Bukan lemes: lelah, bukan:( )
"Abis kayaknya seger bener, biasanya juga tiap pagi muka lo asem mulu dah kek ketek kang bangunan."
"Emang apa? Bukannya tiap hari muka gue emang ganteng terus, ya?"
Gesa menaruh tasnya diatas bangku, membiarkan bokongnya duduk di atas meja dan berhadapan dengan Joshua.
"Eh, sebenernya Vallen udah jadian belom si?" Tanya Gesa penasaran.
"Mana tau gue,"
"Lah masa lo ngga tau si, bukannya lo tukang gosip ya?"
"Tai lo, seharusnya lo tuh seneng punya temen yang up to date kaya gue gini!"
Gesa baru merasa bahwa belakangan ini dirinya, Joshua, Vallen dan Dinar jarang nongkrong bersama. Mungkin pada sibuk, pikir Gesa.
"Kangen sama Ema," suara Gesa parau.
"Pulsek ke Ema gue, fix!" Sahut Joshua mantab.
Ponsel yang ada dikantong celana Gesa bergetar. Buru-buru Gesa mengeluarkan benda itu karena getarannya membuat dia tidak nyaman. Ternyata ada pesan masuk dari group chat miliknya.
Vallen: entar ke ema lo pada! Tai!
Gesa Ananta: masi pagi padahal, udah ngomong tai aja lo nyet):
Dinar: GESA BANGKE! KEMAREN GUE NYARIIN LO SUMPEHAN DAH. EH LO MALAH NAEK MOTOR AMA GRISA.
Gesa hanya membaca pesan terakhir dari Dinar, membiarkannya tanpa membalas lagi. Cowok itu menunggu yang lainnya muncul untuk mengganti topik pembicaraan mereka.
Sampai Gesa menegakkan badannya, mata Joshua sudah menilik apa yang ada dikepala temannya itu seakan-akan dia dapat membaca semua pikiran Gesa. Matanya melirik layar ponsel cerdasnya bergantian dengan wajah Gesa.
"Apaan si lo? Gaada objek lain apa buat lo liatin?" Cicit Gesa, cowok itu membuang muka.
Hening diantara kedua cowok itu, lima detik kemudian Joshua bertanya, mukanya nampak serius, "Sejak kapan motor lo mau ditumpangin cewek?"
Sejak ada Grisa, jawab Gesa mantab, di dalam hati.
"Kemarin," jawabnya terkesan cuek.
"Serius anjir?" Tanya Joshua lagi, belum puas atas jawaban Gesa, "bahkan ade lo aja kalo mau bareng selalu ga boleh-"
"Itu karna si Garika ga bisa diem kalo gue bonceng, kalo Grisa engga."
"O-ohh... jadi lo sukanya yang diem-diem kayak Grisa? Perasaan, Grisa gak sependiem itu," cecar Joshua.
"Joo, stop jadi detective dadakan, muka lo kurang se-serius itu,"
"Lucu?"
"Emang gue ngelawak?"
Tampaknya Joshua benar-benar sedang serius. Gesa merasa tidak enak untuk menutup-nutupi ini, tapi ada alasan mengapa Gesa tidak memberitahunya. Gesa hanya ingin dirinya saja yang tahu, Gesa tidak ingin mengumbarnya, toh Gesa juga tidak tahu menahu tentang kedepannya.
Suasana diantara mereka menjadi dingin. Tidak ada yang berbicara lagi setelah itu, keduanya sama-sama larut dalam pikiran masing-masing. Yang satu memikirkan mengapa temannya seperti menutupi hal ini, rasanya ini suatu hal yang biasa saja, pikir Joshua dia tidak perlu membuat ini menjadi rumit, tapi, Gesa melakukannya sehingga Joshua berpikir seperti itu. Yang satu lagi memikirkan mengapa dia berlaku demikian, hatinya merasa tidak enak, yang menyelimuti dirinya hanya ketakutan, entah mengapa rasa itu lebih mendominasi dalam diri Gesa saat ini.
Jam pulang sekolah sudah berlalu. Gesa, cowok itu sudah duduk di bale warung Ema, ditemani dengan kopi yang mengepul tanda baru saja diseduh. Tidak banyak orang-orang yang nongkrong, hanya ada Gesa, Dinar, Vallen, Satria, dan Tanaka. Sejak obrolan tadi pagi, Joshua agak berbeda, buktinya dia tidak hadir pada hari ini. Gesa merasa tidak enak hati, cowok itu diam, sesekali melihat motor yang berlalu-lalang di depan warung, karena posisi depan warung yang berhadapan langsung dengan jalanan."Sa, si Jo mana?" Tanya Dinar sembari menyenggol bahu Gesa.
"Au dah, lo line aja coba." (Au: tidak tahu, jika kalian ga paham, hehehe)
Gesa membuang muka, mendekatkan gelas yang berisi kopi ke bibirnya. Melihat perlakuan temannya itu, Dinar bertanya lewat gerakan dagu ke Vallen, yang ditanya malah mengedikkan bahu tanda dia tidak tahu.
"Yaahh, padahal gue pengen kita kumpul lengkap, gue mau minta bantuan buat nembak Mentari," sahut Vallen, dia ingin Gesa tertarik pada pembahasan mereka kali ini.
"Serius lo?!" Pekik Dinar, matanya membulat, cowok itu tidak percaya, "saluuut, diem-diem langsung minta bantuan nembak ye, aluss benerr mainnya." Setelah itu tawa mereka pecah, kecuali Gesa.
"Eh bukannya apa-apa ni yaa, masa iye gue ngumbar-ngumbar eh tau-taunya gagal, kan ga lucu man."
"Jangan lo mainin tuh, anak orang." Ucap Gesa dingin.
Sedetik setelah itu hening, semuanya diam sampai Vallen berdeham untuk menetralisir keadaan.
"Yaa, kagak lah! Mainan gue mah Mobile Legend bukan Mentari." Vallen menyengir, memamerkan deteran giginya yang putih bersih, "ayoo mabar ML sama gue!" Ajaknya.
Dinar dan Vallen tau persis perubahan tingkah laku dari Gesa. Mereka berdua tidak ingin menanyakan ada apa dengan diri Gesa, mereka menunggu sampai Gesa ingin menceritakannya. Sudah dua tahun lebih -berjalan tiga tahun- mereka berteman. Gesa, Vallen, Dinar dan Joshua pasti sudah hapal betul watak terjelek dari mereka semua. Bagi mereka ini hanya masalah kecil, karena dulu mereka pernah mengalami yang lebih berat dari ini.
"Ayo Le, mabar sama gue." Muncul suara Joshua dari samping.
Cowok itu melepas jaketnya meninggalkan kaos hitam yang melekat pada tubuh idealnya.
"ABIS DARI MANE LO?!" Tanya Dinar
"Abis jemput Alisha."
"Alisha siape anjir?! Akhirnya ada juga bukti kalo lo kagak homo!" Timpal Vallen meledek.
"Eh anjir hahahaha! Heran gue, cowok-cowok ngomongnya nyablak banget," sahut Joshua.
Mereka yang ikut mengobrol tertawa, ada juga yang tidak ikut bergabung dan hanya mendengarkan saja menyengir karena ulah Joshua, Vallen dan Dinar.
Masih duduk ditempat yang sama, Gesa sedari tadi sibuk bermain game diponselnya.
Joshua teringat sesuatu yang dia harus beritahu kepada Gesa, "Sa, tadi Grisa kecelakaan."
Tangan Gesa berdenyut bersamaan dengan permainannya yang kalah, samar-samar mendengar nama Grisa disebut, Gesa mencerna kata demi kata yang Joshua lontarkan. Lima detik kemudian Gesa terkejut, jantungnya berdetak agak kencang dari biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GESA
Teen FictionSetelah mengenalnya ada bagian hati yang sepi menuntut untuk diisi. - Gesa Abiyaksa Ananta