Ponsel yang ada disaku jeans milik Gesa bergetar. Dengan cepat cowok itu merogoh kantongnya, dilihatnya username Joshua muncul disana.
"Ada apa?" Tak perlu basa-basi baginya untuk menjawab sambungan dari Joshua.
Diseberang sana, Joshua langsung menjauhkan ponselnya dari telinga karena suara telpon masuk dari Gesa sangat berisik. Joshua tahu sekarang Gesa sedang ada dimana.
"Gue kesana." Sambungan pun terputus secara sepihak.
Gesa mengedikkan bahu tak acuh, cowok itu kembali memasukkan ponselnya didalam saku.
Dentuman keras dari musik yang ada di kelab malam ini tidak membuat cowok itu merasa terganggu. Sama sekali tidak, bahkan dia tidak mengindahkannya sama sekali.
Gesa masih setia duduk di bar stools, ditemani gelas kecil yang sudah kosong diatas counter bar.
"Sa?" Tanya Roy -bartender berumur dua puluh empat tahun yang sudah mengenal Gesa dan kawan-kawannya-
Roy hanya ingin memastikan bahwa cowok itu baik-baik saja, karena sebelumnya dia sudah menghabiskan lima gelas alkohol dalam satu kali tegukkan. Ini sangat tidak biasa karena cowok itu memintanya secara beruntun.
"Apa," sahut Gesa.
Cowok itu menaruh kedua sikunya diatas meja bar pemisah antara dirinya dan Roy. Gesa menunduk, kedua tangannya memegangi kepalanya yang sekarang terasa agak berat itu.
"Lo, ok?" Tanya Roy.
Gesa mengangguk memastikan bahwa Roy paham akan keadaannya dan tidak bertanya lagi.
Pikiran Gesa sangat kalut. Dia tidak dapat berpikir jernih, kadang pikirannya kosong. Sekarang kepalanya menjadi pening akibat dari alkohol yang dia minum tadi.
Dari luar memang Gesa terlihat bahwa dia sedang baik-baik saja, tapi tidak didalamnya, setengah raganya seperti hilang, pergi begitu saja seakan-akan tidak setuju pada sikap Gesa yang terkesan pengecut, atau mungkin tidak setuju jika Gesa terus-menerus diam dan tak berbicara sesuatu kepada Grisa.
Ah, gadis itu.
Gesa rindu Grisa.
Grisa rindu Gesa.
Tapi keduanya sama-sama diam.Cowok itu merasa bahwa tidak ada lagi yang harus dibicarakan antara mereka berdua. Gesa tidak bodoh, Gesa tahu bahwa ada yang baru di hidup Grisa; Banyu. Sosok Banyu yang datang seharusnya seperti ancaman untuk Gesa, tapi Banyu tidak perlu khawatir, Gesa tidak mungkin merampas apa yang dia inginkan, jika nyatanya yang diinginkannya itu tidak menginginkannya kembali. Cowok itu tidak dapat memaksa.
Lambat laun perannya akan tergantikan dengan adanya sosok Banyu di hidup Grisa. Dan perlahan-lahan Grisa akan melupakannya karena Gesa bukan siapa-siapa. Dan pada akhirnya, Gesa tidak dapat berbuat apa-apa. Mungkin, yang dia lihat nanti Grisa akan menjadi gadis cowok itu.
Gesa melipat tangannya diatas counter bar dan menaruh kepalanya disana. Kepalanya mulai terasa pening memikirkan jika hal itu benar-benar terjadi.
"Sa?" Joshua datang, cowok itu menepuk pundak Gesa.
Joshua memutar, memilih duduk di kursi kosong samping Gesa. Setelah dia menyapa Roy, perhatian Joshua kembali kepada temannya yang masih menyembunyikan wajahnya itu diatas lipatan tangannya.
"Sa?!" Panggilnya, kali ini lebih keras.
Yang dipanggil keras-keras itu hanya mengangguk, memberitahu bahwa dia sedang mendengarkan.
"ASTAGA!" Kesal Joshua, "lo tau kan' kalo lo bisa cerita apa aja, sama gue?" Terdengar nada penekanan disetiap kata yang Joshua lontarkan.
Gesa diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
GESA
Ficção AdolescenteSetelah mengenalnya ada bagian hati yang sepi menuntut untuk diisi. - Gesa Abiyaksa Ananta