Perihal Rasa

11 1 0
                                    

Grisa terus berjalan memangkas jarak antara dirinya dan Gesa. Cowok itu berdiri dari duduknya, kedua tangannya masuk ke dalam kantong hoodie.

"Lama, ya?" Tanya Grisa, merasa tidak enak, takut Gesa menunggu lama. Tiba-tiba kelasnya diberi tugas tambahan dan harus selesai hari ini juga.

"Engga kok, baru juga berapa menit." Dusta Gesa.

Mungkin Pak Tarmin -salah satu satpam sekolah- yang paling tau kalau seusai bel pulang sekolah berbunyi, Gesa sudah duduk di bangku parkiran. Cowok itu sesekali meneguk air mineralnya dari yang masih penuh, setengah, sampai tak tersisa. Tangannya sesekali mengambil ponsel takut-takut Grisa berhalangan untuk pulang bersama. Karena tidak ada pesan yang masuk dari Grisa, Gesa tetap menunggunya sampai cowok itu sesekali mundar-mandir di pelataran.

Yang Grisa tidak tau, cowok itu menolak ajakan nongkrong bahkan pulang dari semua temannya. Satu persatu temannya melihat Gesa masih setia duduk di bangku parkiran.

"Sa, pulang anjir, betah amat."

"Lo mau bikin rekor pulang paling akhir, di tahun terakhir?"

"Pulang, pulang, Bunda Gita udah nunggu."

"Pe'es ayo?"

"Ngopi ayo?"

"Temenin gue pacaran dah ayo?"

Gesa hanya memberi senyuman, kekehan atau gurauan untuk menanggapinya.

"Maaf yaa..." Sekali lagi, untuk memastikan permintaan maafnya benar-benar didengar.

"Nggak marah, Ca, gak akan pernah marah. Ayo, naik."

Grisa mengenakan helm yang diberikan Gesa.

"Kita mau kemana?" Tanya Grisa.

"Maunya kemana, Ca?"

"Dih, kok balik nanya? Kemana iniii?"

"Ini beneran gatau Ca, gue cuma mau kita pulang bareng terus sebelum kita bener-bener pulang, kita ngobrol dulu, ngobrol apa aja. Emangnya, lo gak kangen, Ca?" matanya melirik spion, sengaja ingin melihat wajah Grisa.

Tidak ada respon setelah itu, Grisa malah tenggelam dalam benaknya, setengah hatinya membetulkan perasaan rindu yang menyembul malu-malu. Tapi dengan cepat Grisa membuangnya.

"Heh."

"Hah?"

"Jawab dong Grisa-ku."

"Ih apaan si?!!" Grisa mencubit pinggang Gesa dari belakang, yang dicubit rupanya kesenangan. Tawanya terdengar hingga telinga pengendara yang lain.

"Kangen gakk?" Tanya Gesa dengan suara cukup keras.

"Gatau."

"Dih masa gitu, iya atau nggak nih?"

Senyum Gesa tercetak sejak ia mengusili Grisa. Ralat, Gesa tidak sepenuhnya ingin mengusili gadis itu, ia hanya ingin tau apakah Grisa juga rindu seperti dirinya? Apakah Grisa juga merasa sepi ketika Gesa tidak ada di sampingnya?

"Hm,"

"Kenapa tuh? Keselek?"

"Ihh, Gesa!!" pekik Grisa.

"Sumpahan, ya, nyaring banget."

"Abis, ngeselin. Biar apa coba?"

"Biar rindu," setelahnya Gesa tertawa, lagi.

Sudah berapa bentuk kebahagiaan yang ia rasa jika bersama gadis itu. Jika dihitung-hitung, mungkin tak terhingga. Gesa tidak lagi membuang jauh-jauh perasaannya untuk Grisa, ia sudah menerima jika hatinya memang memilih Grisa. Semakin ia hiraukan perasaannya, semakin kuat bayang-bayang Grisa muncul menghantui dirinya.

GESA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang