Benarkah?

24 5 4
                                    


Nisrin dan Grisa sudah duduk di atas tempat tidur milik Grisa, berbeda dengan Tania, dia sudah tengkurap dengan laptop yang memutar Riverdale dihadapannya. Kedua teman Grisa itu berniat untuk menginap malam ini di rumahnya.

Tentang Grisa dan Gesa yang sudah dekat, mereka sudah tahu. Apa pun yang berhubungan dengan mereka, Nisrin dan Tania tahu karena Grisa mudah sekali terbaca wajahnya oleh mereka ketika sedang ada masalah yang berakhir dengan Grisa menceritakan semuanya. Grisa ini tidak pandai menutupi sesuatu kepada Nisrin dan Tania.

Sifat Tania dan Nisrin yang selalu ingin membantu Grisa itu sangat terasa. Mereka jarang sekali bertengkar karena salah satu dari mereka tak jarang mengalah terlebih lagi Nisrin ini sangat bijak untuk memberi saran. Mungkin persahabatan mereka akan bertahan lama karena masing-masing dari mereka tidak ada yang ditutup-tutupi, dan semua terlihat jujur.

"Anjir gak tau kenapa gue jadi sebel sama Jug," ucap Tania, dia masih fokus melihat adegan Jughead dan Betty yang ada di laptop.

Nisrin dan Grisa yang mendengar ocehan Tania tidak menanggapi, dia tahu pasti Tania sekarang sedang serius menonton itu.

"Sa,"

"Apa Nis?"

"Gesa," ingat Nisrin, "gimana?" Lanjutnya.

Grisa tampak menghembuskan napas panjang berkali-kali, gadis itu berpikir ingin memulai obrolan ini darimana. Ingin mengulur waktu, Grisa menoleh kearah Tania yang tampaknya masih tidak rela untuk mem-pause Riverdale.

"Tan!" Tegur Nisrin.

Gadis yang namanya merasa dipanggil itu menoleh kebelakang, mukanya seolah-olah bertanya apa kepada Nisrin. Dengan berat hati dia mem-pause film yang dia tonton dan mulai bergabung pada kedua temannya.

"Duh, sekarang banget ya?" eluh Tania.

"Iya ish!" Sergah Nisrin, "jadi Sa, reaksi Gesa gimana?"

Grisa diam, pikirannya kembali berputar pada satu hari yang lalu, dimana hujan turun dengan sangat deras dan mereka terjebak dalam perasaan aneh yang menyelimuti.

*flashback*

"Ayo, kita pulang"

Gesa bangkit dari duduknya, cowok itu seakan tidak ingin menatap Grisa ataupun menoleh kearahnya. Grisa mendengar suara Gesa yang berbeda itu merasakan hal aneh di dalam dadanya. Suaranya dingin, samar-samar seperti menusuk hatinya. Tapi perasaan tersebut segera tersingkirkan kala rintik hujan turun menghujam tanah. Mereka berlari mencoba berlindung di koridor yang tampak sepi. Keduanya duduk dibangku panjang yang dapat diduduki oleh tiga orang. Grisa duduk diujung kanan dan Gesa duduk diujung kiri. Mereka sama-sama diam dalam pikiran masing-masing, mereka sama-sama memberi jarak seakan-akan mereka tak ingin saling mengganggu.

Grisa merasa sore ini sangat dingin, dingin yang sampai menusuk kulit bahkan menerobos masuk ke dalam dadanya. Suasana yang sepi dan hanya ada bunyi jutaan air yang jatuh ke tanah membuat Grisa canggung duduk disamping Gesa. Gadis itu menyatukan jari-jemarinya dengan kuat diatas rok abu yang sedikit basah untuk membunuh rasa dingin yang menyambar.

Hujan masih turun dengan deras seolah menangisi keduanya yang masih diam tidak melakukan apa-apa. Tidak ada suara dari keduanya, bahkan sekedar menengok pun enggan. Grisa masih menunggu Gesa berbicara, tetapi cowok itu tak nampak ingin mengeluarkan suara, dia lebih tertarik pada wangi yang dihasilkan tanah ketika bertemu dengan jatuhnya jutaan air hujan. Petrichor.

Grisa membodohi dirinya sendiri kala suara menggigil yang dia hasilkan terdengar oleh Gesa. Cowok itu menengok, sempat tertegun melihat wajah Grisa yang menahan dinginnya udara, Gesa tidak sadar bahwa bukan hanya udaranya saja yang dingin tetapi sikap Gesa yang seperti itu pun begitu.

"Ca?" Gesa mendekat, cowok itu menempelkan punggung tangannya ke pipi Grisa, "dingin ya?"

"Ngga, kok."

Dengan gerakan satu tangan, cowok itu sudah mengambil jaket miliknya, dia menyampirkan jaketnya di pundak Grisa, "Banyu baik, kok." Ucapnya ditengah tangannya menyampirkan jaket itu.

"...kata Gesa, Banyu baik," ujar Grisa mengakhiri cerita.

Nisrin mengambil bantal guling yang ada didekatnya, "lo ngerasa gak si Sa, Gesa tiba-tiba berubah gitu?" Tanya Nisrin.

Grisa mengangguk, mengiyakan pertanyaan itu.

"Setelah itu dia masih ngehubungin lo gak?" Tanya Tania.

Grisa menggeleng lemah, "engga Tan, dia udah gak ngehubungin gue lagi, bahkan sampe sekarang gak ada satu line pun dari dia yang masuk. Awalnya gue mau nanya dia kenapa, tapi gue takut, masalahnya kemarin dia kayak berubah gitu, ya emang gak begitu ketara tapi gue ngerasa,"

"Sa, kenapa ya, gue kok malah ngeship banget lo sama Gesa. Nggak tau aja kayaknya kalian cocok, terlebih Gesa baik banget sama lo. Seharusnya lo juga seneng dong dideketin sama Gesa yang bahkan udah mau 3 tahun ini itu cogan gak pernah ngedeketin cewek manapun di sekolah! Dan sekarang? Lo, Grisa, yang bahkan cuma kebetulan ketemu di kantin aja malah jadi deket gini, lo udah bikin iri banyak cewek diluar sana yang suka sama Gesa, Sa." Jelas Tania.

"Gue tau banget, He's so good, and kind, dimata gue dia punya segalanya yang dia mau, kalo lo pikir gue cocok sama Gesa, gue nggak sependapat sama lo, malah gue merasa nggak pantes sama dia. Lagipula gue juga nggak tau perasaan dia kayak gimana, yang jelas dia nganggep gue sebagai temen deket dia. Tan, sejujurnya gue nggak bangga seperti kata lo yang bilang kalo gue berhasil bikin iri banyak cewek diluar sana, gue juga nggak merasa hebat dengan Gesa deket sama gue, gue nggak butuh itu. Lo tau kan? Dari kelas sepuluh gue suka sama Banyu, dan sekarang waktunya yang tepat karena Banyu lagi deket sama gue."

Nisrin dan Tania mengangguk mengerti, mereka menghormati pilihan Grisa yang memang dari dulu gadis itu sudah mengagumi Banyu.

"Ya ampun, kok gue jadi merasa nyesek ya ngebayangin jadi Gesa," ujar Nisrin sembari memegang dada kirinya.

"Lah kok?"

"Iya, nyesek aja. Lo nggak paham 'kan, Sa?" Ucap Nisrin terkekeh, "gue yakin lo nggak ngerti pas Gesa milih diem setelah lo nanya Banyu ke dia, gue yakin banget pasti Gesa bersyukur hujan turun disaat yang tepat. Dan gue paham banget kenapa Gesa seolah menjauh sampe sekarang, "terang Nisrin yang mendapat respon cepat dari Tania.

"Ya ampun! Gue ngerti! Sa, menurut gue lo jahat dengan nanyain Banyu ke dia," Tania menyambar.

"Nah maka dari itu, apa gue salah nanya Banyu ke Gesa?" Tanya Grisa yang sekarang merasa bersalah.

"Salah Sa, jelas banget lo salah orang buat nanyain itu. Gue ngerti banget rasanya jadi Gesa, dia banyak diem karena dia lagi jaga perasaan dia biar nggak kebaca supaya lo merasa nggak bersalah nanya gitu ke dia. Ngerti gak? Gini-gini, mungkin perasaan dia langsung berubah gak nyaman setelah lo nanya cowok lain ke dia, tapi dia malah diem dan ngejawab pas dia udah bisa ngontrol dirinya lagi. Percaya sama gue, pas Gesa milih banyak diem dulu, terus baru ngejawab itu karena dia nggak mau lo ngerasa bersalah dengan lo yang udah buat dia merasa kayak gitu. Heran gue sama dia, dia masih aja baik banget buat nyempetin ngejawab pertanyaan lo dengan bilang Banyu baik."

Tania sangat yakin dengan asumsinya setelah dia menggabung-gabungkan pendapat Nisrin tadi. Nisrin yang mendengar penjelasan Tania itu mengangguk, kemudian tersenyum setelah dia bersitatap dengan Tania.

"Sa, Gesa cemburu." Ucap Nisrin dan Tania bersamaan.

" Ucap Nisrin dan Tania bersamaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
GESA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang