Hari ini adalah hari terakhir ulangan semester lima dilaksanakan, semua murid-murid terutama kelas tiga tampaknya dapat bernapas lega karena ulangan akan segera berakhir dalam beberapa jam kedepan. Terlihat dari wajah Gesa, cowok itu tampak lebih segar dari hari Jumat lalu, tepatnya ketika pulang sekolah di lapangan bersama Grisa.
Bel pertanda waktu ujian dimulai telah berbunyi, semua murid-murid masuk ke dalam ruangannya masing-masing. Beberapa menit kemudian guru pengawas ulangan masuk ke dalam kelas, mereka berdoa menurut kepercayaannya masing-masing. Setelah itu lembar jawaban serta soal dibagikan.
Suasana kantin tidak terlalu ramai, beberapa menit lalu ulangan telah berakhir, tidak banyak yang pergi ke kantin selepas ulangan karena mungkin sebagian murid-murid telah membuat janji untuk pergi bersama teman-teman mereka. Berbeda dengan Gesa, Joshua, Dinar, Vallen dan Tanaka, kelima cowok itu masih betah berlama-lama di kantin."Sa, kok gue udah jarang ngeliat Grisa ya?" Tanya Joshua.
Gesa mendengar Joshua bertanya tentang gadis itu menghela napas berat. Sudah seminggu cowok itu tidak bertemu dengan Grisa. Gesa teringat pada pesan-pesan yang Grisa kirimkan untuknya hingga sampai sekarang bahkan Gesa enggan untuk membukanya. Berkali-kali juga Grisa mencoba menghubungi Gesa, tetapi tetap, cowok itu tidak mengangkat panggilan darinya. Gesa tahu apa yang dilakukannya ini jahat, tapi apa benar ini jahat?
Gesa tertawa dalam hati.
Bukannya udah ada Banyu?, lagi, Gesa tertawa, tetapi kali ini tawanya tidak membuat Gesa bahagia.
Entah mulai dari kapan hati Gesa tidak dapat dibohongi lagi, cowok itu rindu. Rindu dengan senyuman gadis yang membuat dia jadi sangat membenci hatinya. Rindunya memupuk didalam dada sampai rasanya seperti sesak bahkan menghimpit ruang pernapasannya dan ingin cepat-cepat dihilangkan. Sekelebat memorinya bersama Grisa terputar sangat apik, seperti sedang menonton film, Gesa tidak malu lagi mengakui bahwa ini semua terasa sangat... manis.
Dengan jahatnya adegan demi adegan yang ditunjukkan kepada Gesa semakin buram bahkan menjadi hitam dan tergantikan kejadian di hari Jumat, kejadian yang seharusnya Gesa tidak perlu marah dan berakhir banyak diam, pertanyaan gadis itu terdengar sayup-sayup ditelinga Gesa. Otaknya seperti ingin menampar Gesa keras-keras agar cowok itu sadar dan bangun dari cinta-cintaan bodoh yang membuat Gesa tidak seperti dulu.
"Sa!" Tanaka mencoba menyadarkan Gesa dari lamunannya.
Gesa mengedip, "apaan?" Tanyanya dengan wajah datar.
"Lo kenapa deh? Si Joshua padahal tadi nanya ke lo." Tanaka memperhatikan Gesa lekat-lekat, ya walaupun responnya hanya wajah datar dari cowok itu.
"Hah?"
"Hah, hoh, hah, hoh!" Sewot Joshua. "Caper banget anjir segala ngelamun,"
"Ngomong apasi lo?" Gesa tahu Joshua bercanda tapi Gesa tak lagi ingin tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
GESA
Fiksi RemajaSetelah mengenalnya ada bagian hati yang sepi menuntut untuk diisi. - Gesa Abiyaksa Ananta