BAB 1.1 Pacar gue nih?

10K 274 4
                                    


Aku merengut sebal didepan Raka –pacarku- ketika dia datang tanpa membawa apapun. Tadi aku menghubunginya untuk segera menghampiriku di kampus dan membawa ice cream coklat kesukaanku. Ini hari pertama tamu bulananku datang. Jadi maklum sedikit ya kalau aku bertingkah menyebalkan. Raka nyengir dan mengelus kepalaku, duduk disampingku, lalu merogoh jaket. Jreenggg.

Satu buah ice cream coklat produk Indonesia tiba-tiba berada didepan mata. Tanganku langsung merebut tanpa permisi. Tanpa ucapan terimakasih, langsung ku gigit bongkahan es yang menggoda iman. Raka hanya geleng kepala melihat tingkahku, satu tangannya bertengger di pundakku. Masa bodoh! Yang saat ini ku butuhkan adalah ketenangan. Rasa nyeri di bawah perut bisa sedikit terobati jika mood-ku membaik. Salah satunya dengan coklat atau es, jadi perpaduan es dan coklat ini sangat membantu.

"Aku gak bakal minta kok, Ren. Gak usah khawatir gitu, pelan-pelan aja makannya. Sampe belepotan gitu." Ku rasakan usapan di sudut bibirku. Raka memang très bien! Di telfon suruh bawain pesenan langsung gercep terus sweet lagi. Ya ampun makin sayang deh. "makasih lho, Ka. Mau aku repotin." Ucapku sambil nyengir, membuang bungkus ice cream ke tempat sampah dekat kami.

Tangan Raka bergerilya mengacak-acak rambutku, kemudian menatanya kembali. Dasar Raka! "Asal kau bahagia." Lesung pipi tercetak jelas di kedua pipinya. Masyaalloh Raka, manis banget sih pacarku. Dan tanganku pun tak tahan menarik kedua pipinya dengan keras hingga Raka berteriak kesakitan. Salah siapa dia bikin gemes. "Kaya gini terus ya, Ka. Jangan jahat-jahat sama aku. Jangan tinggalin aku sendiri. Jangan suka bikin anak orang nangis. Kalo aku ngambek di baikin, jangan malah ngambek balik. Terus kalo---" petuahku terhenti saat mulut seksiku tertutupi tangan hangat Raka. "Berisik banget sih kamu. Iya aku gak akan ninggalin kamu, sayang."

Tiba-tiba dadaku bergemuruh, rasanya ada banyak kupu-kupu yang bertebangan di perutku. Bikin nyes hati yang ada didalam raga. Bibir Raka yang cipok-able itu menyentuh tanganku yang tadi disuruh menggantikan posisi tangannya di mulutku. Iya, aku di cipok lewat tanganku sendiri. Aduh Raka, kamu ini jawara ya bikin hati gelojotan. Rasanya tuh anget-anget gimana gitu. Kan jadi pengin ngekepin doi di kamar.

Aku dan Raka sebenarnya belum lama berpacaran. Kalau ku hitung, paling baru sekitar satu bulan. Kontak fisik antara kami juga belum intim. Ya paling baru nempel-nempel kalo boncengan. Hehe. Dan satu fakta yang harus kalian ketahui, Raka adalah kakak kelasku saat SMA. Ada cerita lucu yang pernah terjadi dulu di awal perkenalan kami. Jadi gini ceritanya.

Kami saat itu mengenyam pendidikan di sekolah yang sama, hanya beda tingkatan saja. Kala itu, masa orientasi sekolah dan Raka menjadi salah satu panitianya. Waktu itu hari pertama MOS dan aku terlambat datang karena bangun kesiangan. Kakak-kakak panitia sudah stay di depan gerbang yang hampir tertutup, lalu aku dengan pedenya nyengir didepan mereka dengan meminta maaf yang dibalas lirikan super tajam. Hingga pada akhirnya aku dihukum untuk meminta tanda tangan salah satu panitia yang bernama Rakarya. Jelas saja aku bingung dan protes, kan baru hari pertama MOS. Aku mana tahu Rakarya-rakarya itu, tapi mereka tetep kekeh dengan hukuman itu. Padahal aku sudah memberi opsi untuk di hukum mencabuti rumput liar yang tumbuh dekat pos satpam. Heuh, namanya juga senior, mereka mah bebas.

Singkat cerita, aku diberi waktu untuk mendapatkan tanda tangannya hingga jam 3 sore. Dan apabila aku tidak berhasil, aku akan diberi hukuman selama MOS harus membersihkan kelas setelah teman-teman yang lain pulang. Kebetulan juga tidak ada acara perkenalan untuk panitia MOS, sehingga aku tidak bisa mengetahui si Rakarya itu. Kan kamfret. Jadilah, setiap aku bertemu senior yang bersliweran aku akan memperhatikan dengan baik name tag-nya. Bahkan hingga jam 2 siang, si Rakarya itu belum ku temukan. Alamat jadi petugas kebersihan dadakan nih. Tapi ternyata Tuhan berkata lain, pas di jam 2.30 aku berhasil menemukan sang buronan -sebut saja Rakarya- di lapangan basket. Dimana saat itu, sudah banyak siswa baru yang sudah menata diri untuk mengikuti acara closing untuk hari pertama. Rakarya yang sedang berdiri menyender ke pagar besi sisi lapangan, ku dekati dengan tergesa-gesa. Aku awalnya sedikit ragu sih, dia Rakarya itu apa bukan, tapi berhubung wajahnya belum aku lihat selama MOS hari itu, jadi aku berpositive thinking bahwa dia adalah buronanku.

Ketika sudah di sampingnya, ia belum sadar bahwa ada aku. Dan jrenggg benar saja, name tag nya adalah Rakarya Harian Pradipta. "Kak Rakarya?" aku langsung menyapanya. Waktuku tidak banyak gaes. Ia menolehkan wajahnya ke arah ku dengan kening berkerut. Sedangkan aku? Berasa kehilangan oksigen disekitarku. Hell, Rakarya itu Maha Karya Tuhan Yang Maha Esa –dimana saat itu aku sangat terpana dengan dirinya- yang bila ku deskripsikan itu sebelas dua belas dengan Manurios. Kulitnya putih, bibirnya merah muda dan tebal, hidungnya mancung, rambut hitam tebal, belum lagi tubuhnya yang tinggi dan berisi. Hawt banget deh. Unchhh.

Aku yang sudah sadar sepenuhnya dari ke cengo-anku saat itu, langsung menyodorkan buku serta pulpen didepannya, "minta tanda tangan dong kak."

"Untuk?" Jawabnya pendek. Tangannya saat itu berada di kedua sisi kantong celana putih abu-abunya. "Jadi gini kak, aku dapet hukuman karna telat dateng tadi pagi. Nah hukumannya itu minta ttd kak Rakarya. Please, kasihanilah aku kak. Kalo gak bisa dapetin ttd kakak aku harus bersihin kelas kak. Kan aku udah capek ya seharian ikut MOS ini. Nanti kalo aku pulang terus pingsan di jalan gimana? Yang repot siapa? Ya jelas bukan kakak sih. Hehe." Bahkan aku memasang wajah yang sudah ku pastikan sangat imut -baca menjijikan- didepan seniorku saat itu.

Ku dengar helaan napasnya, lalu merebut buku dan pulpen yang ku sodorkan. Menorehkan tinta hitam di atas lembaran putih dengan elegan. Buset tanda tangan aja ganteng. "Jangan telat lagi ya, dek. Siapa namanya?" Tanyanya sembari menatapku. Aku deg-degan lho.

Aku mencoba mengalihkan pandangan mata kami yang bertubrukan. "Renata, kak. Renata Khidmat Pradani." Lalu dia menuliskan namaku di buku dan menyodorkannya kembali padaku. "Gue Raka. Salam kenal." Tangannya terulur minta di elus. Eh di jabat maksudnya. Akupun menyambutnya dengan cengiran yang kayaknya sama lebarnya dengan jidat Ame –sahabatku- yang berkilauan.

Jadi gitu ceritanya. Setelah itu, aku dan Raka hanya saling sapa saat bertemu di sekolah. Tak ada hal spesial yang terjadi setelah kejadian itu. Kalo di novel-novel teenlit, pasti akan ada adegan-adegan berkelanjutan dari sebuah perkenalan. Berbeda dengan kami yang stuck dengan hubungan sebatas kakak-adik kelas. Setiap kami bertemu, ia tak segan mengajakku ngobrol. Walaupun suasana canggung pasti selalu melingkupi kita. Hingga ia lulus dan akhirnya aku masuk di universitas yang sama dengannya.

Kemudian, satu bulan lalu kami bertemu tak sengaja di perpustakaan kampus. Raka yang mengenaliku menyapa duluan dan lagi-lagi hatiku gelojotan liat lesung pipinya setelah satu tahun tak pernah bertemu. Mengajakku makan di kafe dekat kampus dan saling bertukar nomor. Mengalirlah hubungan kami yang lebih intens. Raka yang main ke fakultasku saat selow, menjemput saat aku selesai kelas, mengantarkan dan menemani aku belanja bulanan, sampai di hari ke tujuh kedekatan kami, Raka mengajakku berkomitmen.

"Kalo dulu aku pilih mundur, sekarang aku mau maju dan berjuang, Ren. Kita pacaran yuk?" Waktu itu aku sampai mules gara-gara ajakannya itu. Di ajak pacaran sama cowok hawt siapa yang gak mau? Cuma cewek goblok yang nolak.

-----

*très bien = sangat baik

Vote dan komen ditunggu nggih, kritik dan saran sangat diapresiasi ;)

AKU TAKUT JATUH (CINTA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang