BAB 2.2 Kamu kurang dihajar ya?

4.6K 159 0
                                    

"Kamu kenapa diem aja sih,Ren? Dari tadi bengong kaya sapi ompong." Ledek Raka, tangannya nuil-nuil lenganku. Aku menghela napas, perasaan sesak memenuhi pikiranku. Padahal Raka hari ini ganteng maksimal. Rambutnya dipomade, kaos navy membalut sempurna tubuhnya. Tadi dia tiba-tiba datang jemput aku di kos dan mengajakku makan siang. Aku yang lagi gabut manut saja saat digiring kesini.

Tempat makan siang kali ini adalah rumah makan milik orang tua Ame, jadi kalau Ame selow kadang dia bantu-bantu disini. Seperti siang ini, Ame yang memakai seragam waitress menghampiri kami. Menanyakan pesanan kami dengan tampang sengak tanpa senyum. Bahkan ia sama sekali tak menyapa seperti biasanya. Raka saja sampai menanyakan keanehan Ame yang kubalas dengan gelengan kepala. Aku memang tak tahu, mungkin Ame lagi pms.

Setelah menunggu sekitar lima belas menit, pesanan kami datang. Ame membawa nampan berisi dua porsi nasi goreng seafood, segelas es jeruk dan segelas jus melon –kesukaanku-. Wajah Ame masih tidak bersahabat, aku jadi terusik untuk mengomentarinya. Salahkan jiwa nyinyirku yang tertempa dengan baik karena berteman dengannya. "Pelanggan tuh dilayanin dengan senyuman dong, Mbak. Muka kucel kaya papan penggilesan gitu. Kan jadi saya yang liatnya gak enak."

Ame memutar bola mata, mendengus dan menaruh nampan dimeja dengan kasar. "Heh Mbak! Situ ngaca dong!" bahkan dia sampai berkacak pinggang, "jadi cewek tuh jangan gatel! Mata saya juga liatnya jadi sepet. Udah tau punya cowok, masih aja gatel sama cowok lain. Tangan gue gatel banget pengen nampol kepala situ!" Ame berbicara dengan emosi meledak, cara bicaranya nyelekit banget sedangkan aku melotot kaget mendengar ucapannya. Maksud dia aku gatelin cowok gitu? Siapa?

Raka berdehem, "Me maksud elo apaan sih? Renata sohib elo lho. Masa elo jelek-jelekin dia depan kita sih?" tanya Raka keheranan. Memang sih Ame sebelumnya enggak pernah seperti itu. Jadi mungkin Raka keheranan. Berbeda denganku yang paham bagaimana sifat Ame kalo lagi marah. Aku berusaha tersenyum kearah Raka. "Nih anak lagi rada-rada kayaknya, Ka."

Ame mendengus, menggeser kursi didepan kami lalu duduk. Mata nyalangnya menatapku tajam. "Elo tau gue paling gak suka sama cewek gatel dan tukang selingkuh, Ren. Tapi, maaf-maaf nih kalo gue harus bongkar kedok busuk elo. Ini peringatan biar elo gak makin berani." Kedua tangannya bersedekap didada, dagunya terangkat tinggi. Aku ngelus dada, menahan sabar. Ame emang kalo ngomong suka ceplas-ceplos gak pikir tempat dan suasana.

"Gue enggak gatel ya, Me. Jadi bisa jelasin dengan seksama? Biar masalah ini clear. Gue gak mau ya kita berantem karena salah paham atau masalah sepele."

Raka memandangku dan Ame bergantian, dahinya mengerut. "Sumpah aku enggak mudeng sama situasi kali ini. Bisa kalian jelasin? Aku gak mau kalian perang dingin kaya sekarang." Aku mengangguk, "jelasin, Me maksud dari perkataan elo."

Masih dengan gaya sengaknya, Ame manggut-manggut. "Semalem pas gue tampil diatas panggung dengan mata kepala gue sendiri saksinya, gue liat elo---" Ame menunjukku dengan telunjuknya, "berduaan sama cowok yang gue kenal bukan Raka atau Pandu. Bahkan gue liat dia---" lagi-lagi Ame menggantung ucapannya, netranya mengarah pada leherku. Mampus! Kini aku tahu maksudnya. Dia pikir aku nggatelin Abiel. Shit!

Sebelum aku bisa menyela ucapan Ame, Raka sudah mengeluarkan suaranya. "Itu siapa Renata?" Aku mengurut dahiku, pusing. Ame salah paham. Raka juga ikut salah paham. Aku mengambil nafas dalam, meraih tangan Raka dan menggenggamnya. Aku tersenyum merasa bersalah.

"Aku jelasin ke kalian ya. Kemarin aku itu ketemu sama cowok, namanya Abiel. Dia anak otomotif. Sebenernya kita kenalan dua bulan yang lalu, enggak sengaja semalem ketemu lagi. Dia deketin aku dan emang sih dia kurang ajar banget. Tapi serius deh, Me. Gue tuh enggak selingkuh atau nggatelin dia. Emang dia-nya aja main nyosor leher gue." Ups! Aku keceplosan. Raka menatapku nyalang, harusnya bagian itu aku skip. Buru-buru Raka melepas genggaman tanganku. Dan aku merasa kehilangan.

"Jadi leher merah kamu itu hasil manusia bernama Abiel, Renata?" Aku mengangguk pasrah. Deru napas Raka terdengar jelas, dia pasti emosi banget. Aku mengalihkan pandangan ke Ame yang menatapku kasihan dan kesal. Wajahku pasti melas banget deh.

"Duh kok gue ngerasa bersalah ya?" Ucap Ame dengan tampang lesu. "Gue balik deh, ada pelanggan tuh. Kalian urus masalahnya sendiri ya?" Dia langsung ngacir kebelakang. Bibirnya ngomong 'sorry' tanpa suara. Asem tuh anak. Berani-beraninya main kabur setelah membuat Raka naik pitam.

Aku takut, serius. Raka itu jarang marah. Dia orang yang kelewatan sabar, tapi sekalinya marah lebih nakutin dari bapakku. Sekarang buktinya, Raka menatapku tajam dan dingin. Menanti penjelasan keluar dari mulutku lagi. Tapi aku bingung harus bicara apa. Kedua tanganku saling meremas berusaha menahan gugup. Gini ya rasanya ketauan selingkuh? But, akukan enggak selingkuh!

"Okey aku ngaku salah. Tapi beneran deh, Ka. Kita gak ada hubungan apa-apa. Dia tiba-tiba main nyupang aku. Terus aku shock gitu gak tau harus gimana." Suaraku bergetar, menahan tangis yang sudah bersiap-siap meluncur mulus ke pipiku. Aku terisak, merasa bersalah pada makhluk ganteng disampingku. Lalu tanpa bisa ku tahan lagi, tangisku pecah bersamaan dengan ucapan Raka yang nyelekit. "kok hati gue rasanya sakit ya, Ren? Sumpah rasanya nyut-nyutan liat pacar gue dilecehin orang lain. Aku aja berusaha keras buat nahan diri enggak ngerusak kamu. Tapi orang lain beraninya seintim itu sama kamu?" suaranya terdengar lemah dan frustasi. Lebay gak sih kalo aku sampai kaya gini? Cupang kan enggak akan bikin aku hamil. Tapi emang sih, semalam itu first time aku. Yah sudah kejadian, mau bagaimana lagi.

Raka menarikku pergi dari rumah makan Ame setelah sebelumnya membungkus makanan kami. Mood kami memang sudah berantakan. Dengan menggenggam erat tanganku, Raka membawaku ke kamar kosnya, memelukku yang kembali terisak. Aku tambah sesak, merasa jahat sekaligus bingung harus bagaimana.

"Udah jangan nangis lagi ya, sayang. Jelek tuh mukanya. Idih, ingusnya kemana-mana tuh." Raka meledekku, membuat aku mencebikkan bibir. Dan pacar gantengku itu tak membuang kesempatan, ia mengecup bibirku berkali-kali. Lalu terkekeh karena aku mengelapkan ingusku ke bajunya.

"Renata?" aku hanya bergumam menanggapi panggilannya yang terasa seksi ditelinga. Tangannya meraih tubuhku, dia memelukku dari belakang. Memindahkan rambutku yang digerai kesamping, lalu dengan usilnya meniup-niup leherku. Kepalanya bersandar dibahu, tangannya dengan santainya meraba-raba perutku. Aku tergelak, geli. Mau melepaskan dekapannya, tapi tenaga kudanya menguasai. Heuh!

"Bikin anak yuk!"

Plaaakkk. Tanganku tanpa diperintah langsung menggetok kepalanya. Lemes banget tuh mulut. Mataku menyipit curiga, berusaha lepas dari kungkungannya.

"Kamu kurang dihajar ya?"

----

ditunggu vote dan komen, kritik dan saran sangat diapresiasi ;)

merci beacoup!

AKU TAKUT JATUH (CINTA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang