BAB 10 Kita memang cocok

2.2K 77 1
                                    

minta vote dan komen, boleh? ;)

---


"Ndu, lo apa-apaan sih?! Minggir ih."

Aku menyingkirkan tangan Pandu yang melintang di pintu kelas.

"No! Hari ini elo sama gue, nggak boleh sama Raka atau siapa pun. Koor sie Acara dan Ketua PKKMB harus diskusi demi perkembangan acara."

Bola mataku memutar, tanganku melayang menjewer telinga caplang Pandu. Tiba-tiba saja dia muncul entah darimana lalu menghalangi aku keluar dari kelas. Sok-sokan pakai bicara perkembangan acara lagi, padahal kemarin kami baru melakukan rapat Pikoor.

Dua puluh menit lagi, rencananya aku dan Raka akan bertemu. Ada yang harus aku sampaikan padanya. Akhir-akhir ini Raka terlihat sangat sibuk, jadwal manggungnya padat sedangkan aku juga sibuk rapat sana-sini mana mungkin bisa menemani. Tugas kuliah kami juga sama-sama selalu minta dibelai-belai. Aku sibuk, Raka terlihat lebih sibuk. Wara-wiri aku melihat dia bersliweran dengan anak-anak bandnya. Ketika kami berpapasan, dia hanya sekedar 'say hi' saja. Tidak ada waktu untuk makan bareng apalagi bobok bareng. Eh?

Pandu masih ngeyel, tetap bergeming di pintu. "Gue injek sepatu lo ya kalo masih rese!" aku menghentakkan sepatu kesal. Mencoba menyingkirkan Pandu tapi tenaganya kebo banget. Aku semakin kesal dan jengkel. Memutar badan kembali ke kursi yang aku duduki sebelumnya. Menggerutu sikap Pandu sambil menyumpal kuping dengan earphone. Menelungkupkan kepala ke bangku dan menikmati alunan merdu Mbak Raisa.

Lengan bajuku terasa ditarik. Namun aku tetap diam, pasti ulah Pandu. Semakin lama tarikannya semakin kuat. Stok kesabaranku hari ini lama-lama menipis. Aku bangun, menepis tangan Pandu. Hari ini aku pms, jadi mood ku benar-benar anjlok. Pandu cari mati, ganggu cewek pms.

"PANDU ANAKNYA PAK KOKO MAU LO APA SIH?! GUE CAPEK! PAKE BIKIN DARAH TINGGI SEGALA. ENYAH LO!" Teriakku sambil mengangkat bogeman tangan.

Bukannya dia ngacir karena amukanku, Pandu malah terkekeh. Menarik kedua pipiku, lalu mengacak-acak rambutku sesuka hatinya. Merusak tatanan rambut yang tadi pagi sempat aku catok. Mataku melotot. Hampir saja umpatan dari segala macam bahasa aku tuturkan dengan fasih, kalau suara cempreng Maya tidak mengganggu.

"Yuhuuu... Renata... ada bebebnya nyariin lho..."

Kepalanya nyembul dari balik pintu. Dia terlihat kaget, mungkin karna posisi kelas yang sudah kosong melompong. Cuma ada aku dan Pandu. Maya meringis, mendekat padaku dan berbisik, "bebeb Raka nyariin elo tuh. Ada diluar, tadi ketemu di pendopo trus minta anterin kesini." Aku mengangguk, menyampaikan terima kasih. Maya melirik Pandu dan seperti mengerti harapanku, dia langsung menyeret Pandu keluar.

"Ayok, Ndu cabut. Ngapain sih elo ngerusuh Renata? Padahal tadi gue liat bebeb elo kongkow di pendopo sendirian. Ayo inces anterin, biarkan dua sejoli itu merajut cinta." Tangan Maya merengkuh lengan Pandu, menyeret sekuat tenaga keluar dari kelas. Matanya mengedip padaku, ku acungi jempol sebagai balasan.

"Gue lagi rapat sama Renata, Mayaaaaa...."

"Hoax aja bacot lo, Pak. Modus lo sangat terbaca sama inces."

"Lepasin gue!"

Mendengar teriakan Pandu, gemas tangan Maya membekap mulut Pandu. Sahabatku itu tetap memberontak. Sedangkan aku mendekati Raka yang terkekeh melihat aksi sahabat-sahabatku. Sigap dia merangkul pinggangku, mencibir Pandu dan mengecup pipiku sekilas. Saat aku lihat Pandu seperti hendak mengamuk, tanganku langsung menggandeng Raka dan mengajaknya berlari. Kami berdua tergelak, Pandu mengejar kami.

"Heh bajingan! Renata gue jangan lo sentuh sembarangan ya!"

Sambil menuruni anak tangga, Pandu berteriak. Raka menahan tawa, menghentikan lari kami. Hingga di lantai dua gedung kuliah, kami bertiga berhadap-hadapan. Aku yang berada dalam rengkuhan Raka hanya bisa terkikik geli, sedangkan Pandu bersedekap menatap Raka tajam. Lalu Maya menuruni anak tangga, bersender pada tembok sambil geleng-geleng kepala.

AKU TAKUT JATUH (CINTA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang