1. Aku baik-baik saja

43.6K 2.5K 42
                                    

"Rii... denger dulu penjelasanku,"suara diseberang sana terdengar memohon.

Aku hanya diam tak bergeming sambil terus mencerna apa yang dikatakan lelaki yang sudah menghiasi hari-hariku selama ini. Masih mendengarkannya yang saat ini mencoba merangkai kata untuk memberiku penjelasan.

"aku cuma mau kamu jujur Putra, iya atau enggak," ucapku lirih. Dengan airmata yang telah menggantung di pelupuk mataku. Aku berusaha menahan cairan bening ini agar tidak jatuh. 

"maafin aku Ri ...."

Sambungan telpon itu langsung terputus. Hatiku remuk redam. Sesuatu menyeruak masuk dan meruntuhkan tembok pertahananku. Dadaku sesak. Airmataku yang kutahan sejak tadi jatuh dan menganak sungai. Bagaimana bisa dia bercumbu dengan wanita lain sambil mengirimkan pesan mesra untukku? Bagaimana bisa dia selalu bilang kangen setiap hari padaku padahal di  sana dia memeluk erat wanita lain? Bagaimana bisa dia membuatku menangis di hari jadi kami yang ketiga? bagaimana bisa?

Ku benamkan wajahku dalam dekapan. Rasanya sakit. Hancur.
Dia, Putra Prawira, lelaki pertama yang hadir menawarkan kebahagiaan dalam kehidupanku. Lelaki yang membuat aku jatuh dalam cintanya. Tapi dia juga yang telah membuat hatiku patah dan berdarah. Dia juga yang telah membuatku merasakan dikhianati.

Diantara sakit dan tangisanku, terbayang wajah tampan dengan senyum menawannya saat pertama kali mengungkapkan rasanya padaku tiga tahun silam.

"Ri... kamu tau kan, aku ngedeketin kamu bukan karena pengen temenan, tapi karena aku sayang kamu Ri, aku mau kita lebih dari sekedar teman," wajahnya memerah dengan keringat yang segede jagung memenuhi keningnya. Putra menggenggam tanganku dengan tangan kanannya yang sedingin es. Putra mengalihkan pandangannya gelisah. Bahkan Putra menggaruk kupingnya yang tak gatal. Dia benar-benar nervous !

Aku tersenyum nanar mengingat semua itu. Aku suka caramu mengungkapkan cinta dengan kikuk dihadapanku, put. Aku suka kesederhanaanmu. Aku suka caramu memelukku. Aku suka caramu menelponku ketika kamu sedang dinas keluar kota. Aku suka semua tentangmu Putra Prawira. Demi Tuhan. Aku suka kamu. Bahkan setelah kamu menjadikan hatiku berkeping aku tetap suka kamu Put!

"Disaat seperti ini, harusnya aku jadi benci kamu Putra, nyatanya semakin kamu menyakiti hatiku, semakin aku rindu kamu, kamu yang udah nyakitin aku, kamu yg khianatin aku, rasanya sakit Put... aku ga kuat ngebayangin kamu di sana lagi pelukan sama Dewi.. aku benci diriku sendiri, aku benci seperti ini," racauku di sisa malam.

Aku mulai gila.

Tuhan, aku harus bagaimana? 

**

Hujan di hari sabtu adalah sebuah surga bagiku. Yups, hari ini aku bisa bermesraan dengan guling sepuasnya tanpa ada intimidasi dari mama untuk bangun pagi. Bukan karena mama mengizinkanku untuk bangun siang di hari sabtu yang mendung nan syahdu tapi karena mama kesayanganku itu sedang menghadiri acara pernikahan Diandra -sepupuku- yang tinggal di luar kota. 

Sebenarnya Diandra memintaku hadir di moment sakralnya, tapi cutiku sudah habis. Rayuan mautku sudah tidak mempan lagi pada ibu bos yang terhormat meskipun aku memelas. Alasannya karena dalam minggu ini ada empat tender yang akan jalan, sehingga beliau membutuhkanku disisinya.

 Hiks, ini karena kelamaan menangisi Putra bikin mataku bengkak segede bola tenis, Untung mama lagi honeymoon sama papa jadi ga tau kalau anak gadisnya putus cinta dan akhirnya aku mengambil sisa cutiku yang tersisa. Ngeselin banget kan?

Aku membuka jendela kamarku. Bau tanah yang tersiram air hujan di hari kemarau terakhir adalah sesuatu yang menakjubkan. Bagaimana sang tanah yang gersang dan kering akhirnya basah setelah disentuh oleh hujan yang kemudian menciptakan lukisan indah pada tanah. Alami tanpa kepalsuan yang menghinggapi.

Aku suka hujan.

"hallo, dengan Ori? ini saya Dewi, pacarnya Putra," suara wanita itu kembali mengiang di telingaku. Oh Tuhan, ini bahkan sudah 3 bulan sejak kejadian pagi itu. tiga bulan. te i ge a. Bagaimana bisa si brengsek Putra itu bisa membodohiku selama ini. Kesel.

Ku hela nafas panjang. Sesuatu mulai menggantung. NO. Sudah cukup dengan adegan tangis menangisnya. Sekarang saatnya move on. Jam menunjukkan pukul 11 lewat 3 menit. Ku lirik hp yg sedari tadi berisik. 

Wa grup kantor.

Bu Yay : mba Ori... ada paket dari jakarta, kayaknya document tender deh, pengirimnya dari marketing

me: terima kasih bu yay.. Fanya  tolong dicek document hsenya ya.. karna mira lagi training hse di bandung. aku segera meluncur ke kantor. 

Fanya: Siap mba cantik, aku mandiin khonsu dulu ya

me: lu mandi juga doong nya, jangan khonsu terus yang dimandiin

Fanya: iiiih mba ori tau aja.. khonsu mau ngapel nanti sore mba, makanya dimandiin..

Bu Yay: ituu kucing ngapel mulu, yang punya kapan diapelin?

Fanya: Bu yaaaaaaaayyyy... aku ngambek niiiiiiiih....

Bu Bos Cantik: looooh pak pns belum sign in nya?

Fanya: Ibuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu T_T

Duuuh ini grup dibuat sebenarnya untuk apa sih? Kok kayaknya lebih banyak bahas masalah pribadi daripada kerjaan. Aku tertawa geli. Bosku memang unik. Bukannya bahas kerjaan, eeeh nongol di grup cuma buat godain fanya, team hse di kantor kami dan yang paling muda diantara kami. Paling sering dibully karena status friendzone-nya dengan salah satu pegawai negri sipil yang kantornya sebelahan. Kalau ada pacar lima langkah, fanya ini friendzone 10 langkah.

Setelah itu aku segera bersiap dan meluncur ke kantor dengan mome(motor matic) kesayanganku dan siap untuk menghabiskan malam minggu, lembur di kantor. Aku tersenyum. Alhamdulillah yaa.. dapat alibi.

Dan aku baik-baik saja.

**

ORITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang