Papa meringis kesakitan, ketika kami mulai berjalan keluar dari ruang praktek dr. Melisa di rumah sakit. Effect kebanyakan makan emping di rumah Mbah Uti, akhirnya asam urat Papa kambuh. Melisa mengantarkan kami keluar ruangan. Sambil menasehati Omnya yang sering bandel diam - diam makan emping.
Melisa ini sepupuku yang paling pinter. Anaknya Umi Luna, kakak Papa. Melisa sudah berkeluarga namun pesonanya selalu saja membuat banyak pria jatuh hati. Tak heran jika ruangan praktek Melisa ini selalu ramai, selain Melisa memang pintar ditambah aura cantik wajahnya yang terpancar dengan snelli yang menutup tubuhnya.
Papa dan Mama sedang duduk, sedangkan aku mengantri obat. Dari kejauhan, samar kudengar suara memanggil namaku.
"Oriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii..."
Aku dan beberapa orang yang sedang mengantri refleks menoleh. BUNDA???
"Eh Bunda... apa kabar?" kataku sambil mencium tangan Bunda bergantian dengan Om Zul yang sudah berada disampingnya.
"Baik dong Ori, kamu ngapain disini?"
"Lagi nganterin papa berobat Bun..."
"Mana Papa kamu?? Bunda mau tau besan Bunda"
"......" aku melongo. Ibu ini sadar ga sih dia ngomong apa?
"Ri.. siapa?" Suara Mama seakan menyadarkanku dari kesialan panjang. Shit!!
"Hallo jeng, saya Anti, dan ini suami saya Zulfikar, kami orang tua Dulfi, teman dekat Ori" Bunda bersemangat sekali memperkenalkan diri,kemudian disambut hangat oleh Mama yang sudah cipika cipiki dengan Bunda. Ku lihat Om Zul bersalaman dengan Mama ketika diperkenalkan oleh Bunda.
"Saya Maria, Mamanya Ori.. Dulfi sering cerita kok tentang jeng Anti, itu Papanya Ori, Aditya Bermana" Mama menunjuk ke arah Papa yang sedang duduk dengan kakinya yang membengkak. Langsung saja Bunda dan Om Zul segera menghampiri Papaku. Aku tak mengikuti mereka, karena nomor antrianku sudah dipanggil.
selesai urusan pembayaran dan lain sebagainya, aku menghampiri Papa, Mama, Bunda dan Om Zul yang sedang tertawa. Cepet banget akrabnya?
"sudah nih Pa, pulang yuk.. Ori izinnya ga satu hari loh" aku mengingatkan. Pengajuan cutiku lagi-lagi ditolak karena hari ini aku harus menyelesaikan budget untuk satu tahun kedepan.
"Kami duluan ya? Main-main kerumah jeng" Pamit Mama pada Bunda.
"Oh pasti kami nanti main-main kesana, sekalian lamaran ya jeng.. hihihihiihihihi" Bunda menimpali.
Tubuhku membeku. Ternyata Mama berniat menjodohkanku dengan Dulfi? Aku menggeleng ngeri.
"Pasti doong, nanti pasti cucu kita bakalan unch unch emes gitu ya jeng?"
Astaga Mama!
"Jelas, kalo dilihat siapa Eyang Bunda dan Eyang Mamanya yang unyu-able.. " Bunda menepuk dadanya. Mama terpingkal, Om Zul dan Papa geleng-geleng kepala. Dan aku mulai ga memahami perbincangan absurd ini. Cius. Bahkan setelah lima belas menit berlalu, aku masih ga sadar apa yang para orang tua bicarakan. Papa dan Om Zul sudah terlibat obrolan mereka sendiri. Samar ku dengar tentang politik.
"Ya sudah, nanti lanjut ngobrol di WA aja ya jeng"
Akhirnya dua wanita paruh baya itu, benar-benar berpisah. Tapi aku benar-benar salut dengan mereka, baru pertama ketemu sudah langsung akrab begitu. Bahkan sudah bertukar nomor WA. Senyum geli terpasang mengingat hal itu, namun sedetik kemudian berubah ketika sadar mereka telah bertukar nomor. Ini bercandakan?
Papa dan Mama menunggu di loby rumah sakit, aku segera menuju parkiran untuk mengambil mobil. Agak lama, karna tiket parkirnya lupa taruh dimana. Salah satu kebiasaan burukku.
Perlahan ku belokkan mobil Papa menuju loby. Deg! Itu kan Bunda Rina dan Tante Siska? Ngobrol sama Papa dan Mama? Oh Tuhan, Terima kasih untuk hari yang penuh cinta ini.
**************************
"Maafin aku Ri" ucapnya lirih.
"Aku ga sangka kamu bakalan begini"
"Please maafin aku"
"Setelah apa yang kamu lakukan ke aku?"
"Aku tau aku salah, tapi aku bisa jelasin semuanya"
"Aku ga mau penjelasanmu Put, Aku ga mau, aku terlalu takut..."
Putra memelukku, "jangan tinggalin aku Kyori, jangan pernah..."
"Kamu yang ninggalin aku Put"
"Aku janji ga akan pernah ninggalin kamu Ri, aku akan selalu jaga kamu, teruslah disisiku"
Putra memelukku semakin erat. Hingga dadaku sesak, airmata terus turun dari pelupuk mataku. Bagaimana aku harus bertindak?
Hatiku tergoncang. Aku bahkan ga bisa memberontak dari pelukan Putra. Semakin lama goncangan itu semakin terasa hingga tubuhku bergetar dan aku terbangun. Fiuh, hanya mimpi.
"Ri.. kamu gapapa?"
Orang itu mengusap lembut sudut mataku yang basah."Fi.. ngapain kamu disini?"
"Kebiasaan, ditanya balik nanya, Mama kamu khawatir, sudah jam sebelas malam, tapi kamu belum pulang, hape kamu ga aktif. Jadi aku cariin kamu kesini"
"Mama biasanya langsung kesini"
"Papa kamu kan masih ga bisa ditinggal Ri"
Dulfi ini sepertinya kesayangan Mama banget deh. Rasanya pengen marah? Tapi tenagaku telah habis terkuras untuk mimpi buruk yang datang menghampiriku. Mimpi itu sukses membuat kantung mataku membesar karena kurang tidur.
"Kamu gapapa kan? Mukamu pucet banget loh Ri.."
Aku menggeleng lemah. Dilihat Dulfi dalam keadaan rapuh seperti ini sungguh menyedihkan. Hari ini 16 september, tepat setahun lalu, masa depanku bersama Putra hancur.
Beberapa hari terakhir mimpi itu datang lagi menghiasi tidurku. Lebih tepatnya ketika aku melihat Bunda Rina bersama Mama seminggu lalu.
Satu airmata lolos dari pertahananku. Lagi-lagi Dulfi dengan lembut membelai sudut mataku. Perlahan kedua tangannya memegang rahangku, lalu bibirnya menyentuh sudut bibirku dengan lembut beberapa detik. Jantungku memompa dengan cepat. Semakin lama semakin cepat. Detak yang sama saat aku bersama Putra dulu. Ada apa denganku? Kenapa aku ga menolak?
"Jangan nangis ya Ri, lihat kamu nangis aku sakit"
Kutatap matanya lekat. Rambutnya dipotong dengan rapi. Warna matanya bukan hitam, melainkan coklat seperti milikku. Hidungnya yang mancung selalu diusap bila grogi, bibirnya yang cipok-able perpaduan yang sangat pas untuk wajahnya. Ini kali pertama aku melihat Dulfi selain lesung dipipinya. Pria ini tampan. Pria ini yang berusaha membuatku kesal dengan segala tingkahnya, namun kuakui hal itu sejenak membantuku melupakan Putra.
"Ri.. kamu kenapa? Kamu demam? Badan kamu panas.. kita ke ugd ya?"
Lamunanku buyar mendengar suara panik Dulfi."Aku gapapa Fi.. cuma butuh pelukan kamu aja kayaknya"
Dulfi melongo. Namun sedetik kemudian segera memelukku tanpa ada sepatah katapun.
Sudah saatnya aku membuka hati.
***************
Haiii..
Seneng banget akhirnya Chapter 13 bisa lantjar nulisnya.Ciyeee Ori beneran Move On sama Dulfi...
Tunggu kelanjutannya yaa...
Salam sayang
Author
KAMU SEDANG MEMBACA
ORI
ChickLitCOMPLETE Perjuangan Ori lepas dari bayang masa lalunya yang telah di bangun dengan susah payah harus hancur lebur menjadi butiran debu setelah sang mantan menyapanya via inbox sosial medianya. Damn it!!! gara-gara "hai" semenit rusak move on set...