27. Tania datang

9.8K 910 16
                                    

Kembali bekerja dengan tangan dan hati yang masih nyeri itu sesuatu yang patut disyukuri. Setidaknya fokusmu akan teralihkan dari rasa sakit, meskipun hanya sejenak.

Saat ini Bu Yay membantuku bekerja, menempel beberapa nota untuk reimburse ke kantor pusat. Mencocokkan document transmittal dan report yang baru saja datang untuk segera diserahkan ke Client.

Satu hal lagi yang bikin betah dari kantor ini, semuanya perhatian. Saat ini Emil sedang duduk didepan mejaku sambil menyerahkan oleh-oleh. Dua hari yang lalu Emil baru pulang dari Bangkok. Emil ini hoby sekali travelling. Seputaran asia telah dia kunjungi.

Adapula Audy yang baru datang dari Site. Mengeluarkan cemilan yang belum dibuka ke atas mejaku yang sekarang lebih mirip mini market. Banyak makanan ciiin.

Fanya yang sedari tadi sedang sibuk chatting dengan Anjas duduk khusyuk disebelah Bu Yay.

"Mba, ini sudah kelar" Bu Yay menyerahkan lima buah report beserta sebuah kertas.

"Udah sesuai semua ya Bu Yay?" Tanyaku sambil mengambil document yang diberikan Bu Yay.

"Sudah mba.. sekarang mau dibantu apa lagi?" Bu Yay kembali ke kursinya yang semula.

"Udah sih, aku mau istirahat dulu nih, pusing"

"Tak pijetin mba, ga jadi pergi toh? Sudah jam tiga, ga sempat nanti, besok aja perginya" usul Bu Yay sambil mulai memijatku. Rasanya nyaman. Enak banget sumpah. Ini nih yang bikin makin sayang sama Bu Yay, perhatiannya.

"Aku juga dong Bu" rengek Emil.

"Aku juga maaauuuuu" Audy ga mau kalah.

Aku tersenyum menang. Meskipun pijetan Bu Yay enak, jarang-jarang Ibu satu ini mau mijit. Capek. Ya iyalaah.

"Cuma yang sakit aja yang bisa dapat pijetan spesialku" tolak Bu Yay.

"Aku sakit Bu Yay, kantongku" Emil masih berusaha mendapatkan pijetan Bu Yay.

"situ kebanyakan travelling"

"Kapok..." Fanya menimpali.

"Permisi.." suara dari luar ruanganku terdengar. Kayak pernah dengar.

Pintu ruanganku diketok. Kami yang berada diruangan ini berpandangan.
Audy berdiri membukakan pintu. Seorang bule cantik berdiri didepan pintu. Membawa dua box pizza yang aromanya langsung menyerbu masuk kedalam ruanganku. Tania datang.

"Tania.. masuk" kata Fanya mempersilahkan.

Tania tersenyum lalu memberikan pizza yang dibawanya dimeja. "Kemarin aku ga sempat jenguk Mba Ori dirumah sakit, maaf ya Mba" katanya ketika sudah duduk.

" Ga papa Tania, aku sudah gapapa kok" senyumku merekah. Merasa terharu dengan perhatian seorang Tania. Kami baru dua kali bertemu tetapi ikatan kami sepertinya sudah kuat. Tania cucu perempuan Eyang Suryono satu-satunya ini memang sangat dekat dengan Dulfi. Itulah alasan kenapa Tania mendekatiku. Fiuuuuuh, ternyata.

"Silahkan dimakan looh" kata Tania membuka box pizzanya. Kami makan dengan lahap. sambil sesekali bersenda gurau.

Lima menit berlalu, Bu Bos masuk ruanganku yang telah penuh dengan orang dan makanan. Ac telah diatur pada suhu enam belas derajat agar tidak gerah.

"Rame banget, arisan kah?" Tanyanya sambil menyerahkan kantongan berisi rujak. Rujak Pak Gondrong yang legendaris. Selain rasanya sambalnya enak, buah yang dipakai adalah buah favoritku. Yang pasti tidak ada mentimun dirujak itu.

"Bu.. Pizza, dibawain Mba Bule ini nah" Bu Yay menunjuk Tania.

"Namanya Tania Bu Yay" kata Fanya.

"Sepupu Anjas sama Dulfi" kata Tania mengenalkan diri.

"Aku makan ya.. Bismillah" Akhirnya Bu Bos ikutan makan bersama kami. Selesai dengan pizza para gadis masih sanggup menghabiskan dua mika rujak yang dibawa Bu Bos hingga jam kerja dikantorku berakhir.

**********

Anjas menjemput kami. Oke, aku ralat. Menjemput Fanya dan Tania. Karena dua orang tersebut memaksaku untuk nonton malam ini, akhirnya akupun turut serta dalam lingkaran setan ini. Tania ternyata sudah janjian sama pacarnya. Mereka double date dan saya? Fix jadi obat nyamuk saya.

"Aku balik aja yaaa" kataku pada Fanya dan Tania. Wisnu yang dikenalkan Tania sebagai pacarnya padaku cuma tersenyum.

"Jangan dong mba, aku telponin Mas Dulfi bentar ya" katanya cepat lalu menjauh dari kami sebelum sempat aku menolak.

"Mas Dulfinya mana Mba?" Tanya Wisnu.

"Kamu kenal Dulfi?" Tanyaku balik.

Wisnu tersenyum. Ganteng banget. Mirip Moreno Suprapto. Cucoklah kalau disandingkan sama Tania.

"Ditanya malah senyam senyum" aku ngomel. Bodo amat sama imej.

"Kenal Mba, sering bareng di project" katanya kalem. Fanya dan Anjas yang sedang antri tiket belum menampakkan diri lagi sejak tiga puluh menit lalu. Perutku mulai berisik. Kenapa sih nafsu makanku menggila setelah keluar rumah sakit?

"Oh" jawabku seadanya. Tidak memperdulikan ekspresi Tania yang ceria karena Dulfi kebetulan berada di mall ini.

"yeay.. kita triple date nih... Fanya udah tau kok, udah dibeliin tiketnya" ceriwisnya Tania kumat. Lucu deh ngeliatnya. Kalau aku yang ceriwis kok keliatannya menjijikkan.

Fanya melambaikan tiketnya kearah kami. Bangga berhasil mendapatkan tiket dengan antrian yang hmmmm panjang. Jangan tanya kami akan menonton film apa, karena akupun tak tahu.

Tania melompat kegirangan. Lalu tersadar bila Dulfi sudah datang. Alhamdulillah, datangnya ga sendirian. Dulfi datang bersama Ajeng yang menggelayut dilengannya. Manja.

Deg!

Hei hatiku. Jangan kecewa ya. Kamu sudah menyerah. Dan harusnya kamu sekarang benar-benar pergi dari kehidupannya. Tuuh Putra nungguin kamu.

Hei hatiku. Jangan cepat berrasangka buruk. Mungkin dia kebetulan bertemu disini. Ingat, Putra pernah berkhianat. Jangan biarkan ia menyakitimu lagi.

Bagai hitam dan putih. Hatiku berdebat. Aku diam. Tak mengerti harus merespon apa.

Dulfi terkejut melihatku. Namun tetap membiarkan Ajeng bergelayut manja padanya. Wajah Tania kesal sekali. Gadis itu benar-benar payah dalam urusan akting. Aku tertawa melihat ekspresi wajah Tania.

Harusnya aku tak mengeluarkan tawaku, sekarang aku menyesal karena enam pasang mata mengawasiku. Sial. Aku benci pusat perhatian.

"Kamu kok ga bilang sih kalau sama Ajeng? Aku beli tiketnya cuma enam" komplain Fanya pada Dulfi.

"Gapapa Fanya, kalian aja yang nonton, aku balik ya.. kalian kan mau triple date" kataku sedatar mungkin, dan kesialan kedua hari ini, nada suaraku lebih terdengar seperti orang cemburu daripada orang bahagia.

Aku segera berlari menuruni eskalator secepat mungkin. Sambil menenangkan diriku yang berdebar. Untung pake flat shoes.

Bohong kalau aku tak berharap dikejar Dulfi saat seperti ini. Bohong juga bila aku senang Dulfi dengan Ajeng. Nyatanya aku bisa apa?

Aku duduk disebuah restoran sendiri. Iyalah sendiri, yang lain lagi ngedate. Menikmati mie goreng pedas kesukaanku.

"Jangan makan pedes.. nanti sakit" katanya menarik piringku.

Aku melongo. Dia??

**********

Nonton, nonton apa yang bikin hati berdarah?
Nonton kamu dipelaminan sama dia
Hancur hati ade baaaang...
(Gombal Mukiyo)

Tetiba idenya ngalir gitu aja
belum diedit gapapa yaa...
Dipublish aja dulu...
Huahahahhahahahahahhaa
Enjoy the story
Sambil makan pisang goreng enak juga nih

Aku yang mau kondangan
Author

ORITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang