Aku merasa kenyang effect tatapan penuh kecurigaan padaku. Saat ini aku dan Dulfi duduk bersama diantara keluarga Sudjito yang lain. Ajeng pamit begitu mengetahui akan ada rapat keluarga. APA?? kalau ini sinetron pasti wajahku dan Dulfi akan di Zoom in dan Zoom out bergantian.
"jadi sejak kapan kalian?" tanya Eyang dikursi kebesarannya.
"Ya Allah Yang, Ini juga baru seminggu" jawab Dulfi dengan malas. Satu tangannya masih menggenggam tanganku.
"Terus kenapa kalian sembunyikan?" tanya Bunda sengit.
"Ga disembunyiin Bun, kan udah pada tau sekarang" Dulfi membanting punggungnya ke sandaran kursi.
"Mba Ori kenapa ga bilang Fanya?" Suara Fanya terdengar kecewa.
"Emang dikantor ketemu?" Dulfi membalikkan pertanyaan itu ke Fanya. Fanya diam. Ia ingat, nyaris seminggu ini ia disibukkan dengan audit HSE yang menyita waktunya sepanjang minggu. Aku semakin menundukkan wajahku. Merasa tidak enak karena menyembunyikan hal bahagia ini kepada mereka. Aku dan Dulfi memang akan memberitahukan keluarga besarnya hari ini setelah makan siang. Namun naas, kemesraan kami tertangkap kamera henpon jadul. cekrek cekrek dan masalah pun terjadi. Ku kira keluarga ini akan suka cita menerima kabar ini, tapi ternyata tidak.
"Ayah akan telpon Papa Ori" Om Zul bermonolog.
"mau ngapain Yah?" tanya Dulfi.
" sudah kamu diam aja" kata Bunda.
"tapi Bun.." Dulfi bahkan tidak bisa meneruskan perkataannya. Bunda melotot kearah Dulfi.
Aku merasa makin bersalah. Dulfi membelaku dihadapan keluarganya.
"Papa dan Mama Ori akan segera kesini, Arka kamu jemput mereka ya" perintah Om Zul yang terdengar sangat berat.
"Siap Om" kata Arka dan berlalu menuju garasi.
Tania tak berucap sepatah katapun. Ia duduk disampingku, membelai lembut punggungku yang bebas dari tangan Dulfi. Anjas dan Wisnu duduk dilantai, sedangkan Fanya menyerahkan kakinya pada Anjas untuk dipijat.
Mama Yuli duduk bermesraan dengan Papa Tania. Sedangkan Bunda mondar mandir seperti setrikaan. Om Zul duduk disamping Eyang Sudjito yang sibuk mengisi teka teki silang.
Satu menit.
Lima menit.
Sepuluh menit.
Lima belas menit.
Dua puluh menit.
Dua puluh lima menit.
Aku menghitung waktu. Tania disampingku sudah sibuk dengan instagramnya. sedangkan Dulfi terlelap dengan cueknya sambil memelukku. Fanya dan Anjas memilih ngemil popcorn sisa semalam. Wisnu sibuk dm dengan Tania.
Detik masih terus berputar, bergerak seiring matahari yang berjalan keperaduannya. Suara klakson mobil terdengar. Tak lama, Mama dan Papaku datang. Aku semakin cemas. Entah apa yang harus kulakukan. Arka langsung pergi begitu kedua orang tuaku turun dari mobil.
"Assalamualaikum" teriak Mama. Sontak semua menoleh. Bunda dan Mama Yuli segera berlari menyambut Mama.
"Walaikumsalam jeng, Apa kabar?" kata Bunda sambil cipika cipiki bergantian dengan Mama Yuli.
"Baik Jeng, Ini ada oleh-oleh sedikit" kata Mama menyerahkan paperbag yang ada ditangannya. Mama Yuli menerimanya dan mengucapkan terima kasih.
"Terima kasih Jeng, mari masuk" kata Mama Yuli.
Ketiga wanita tersebut masuk dan mulai ngobrol. Obrolan mother jaman now. Mulai dari harga beras sampai harga tas. Mulai dari micin sampai pil pcc. Kadang berbicara hal yang ringan macam kerupuk yang enak untuk dimakan bareng nasi liwet atau nasi uduk. atau berbicara hal yang berat seperti susahnya menurunkan berat badan. Bahkan Mama Yuli membahas tetangganya yang mengeluh karena harga batu bata semakin sulit untuk ditawar. Sedangkan Bunda membahas fenomenal kue artis yang belakangan ramai dikalangan selebritis.
Papa selayaknya dengan bapak-bapak kebanyakan, terlihat asik membahas isue politik yang melanda negeri ini. Aku geleng-geleng kepala. lalu apa yang harus aku lakukan sekarang?
Dulfi terbangun dari tidurnya. Satu jam berlalu namun tanda-tanda pembahasan yang menakutkan tidak terjadi. Dulfi menatapku yang tersenyum lega. Dulfi kemudian mencium puncak kepalaku. Kudorong Dulfi, aku merasa malu melakukan hal itu diantara keluarga besar kami disini.
Bunda memandang kelakuan anaknya dari jauh. Lalu mengusir Anjas dan Wisnu keluar ruang tamu. Fanya dan Tania masih bertahan.
"Ori, kapan kamu haid?" tanya Bunda tiba-tiba.
Aku menoleh kearah suara Bunda. Dengan bingung kujawab "Minggu depan kalau ga mundur Bun"
"kamu haidnya teratur?" tanya Bunda lagi.
"Apaan sih Bun? Dulfi ga ngapa-ngapain Ori, cuma cium Ori doang ga bakalan hamil Bun" jawab Dulfi sebal.
"Diam Dulfi, Bunda tanya Ori bukan kamu" perintah Bunda.
"Iya Bun, Ori teratur tiap bulan, paling mundur tiga hari" kataku dengan gugup dan menahan rasa malu.
"hari ini tanggal berapa Tania?" tanya Bunda pada Tania.
"Ini tanggal tujuh belas desember Bun" jawab Tania.
"kalau gitu tanggal pernikahannya tiga puluh satu desember saja, gimana Jeng?" kata Bunda sambil menatap Mamaku.
"bagus itu, saya sih setuju, Papa bagaimana?" tanya Mama pada Papa.
"Mana yang terbaik aja" jawab Papa santai disertai anggukan dari Om Zul dan Eyang. Tania dan Fanya tersenyum penuh kemenangan. Reward dari Eyang sudah pasti menanti mereka dengan cantiknya.
APA???? kalau ini sinetron pasti wajahku dan Dulfi akan di Zoom in dan Zoom out bergantian. Ekspresi kaget yang kompak. Aku bahkan sulit mendeskripsikan suasana hatiku. Ku lihat Dulfi melongo mendengar jawaban dari para orang tua dihadapannya. Antara senang dan bingung. Lalu kami harus bagaimana?
**********
Ada buah ada gula
Ayo nikah muda
(Bukan pantun)
publish lagi...
eyyeyeeyyeeyyeyyeyeyeye
Detik-detik Ori akan tamat..
kritik dan sarannya dinanti yaaa...
Author
KAMU SEDANG MEMBACA
ORI
ChickLitCOMPLETE Perjuangan Ori lepas dari bayang masa lalunya yang telah di bangun dengan susah payah harus hancur lebur menjadi butiran debu setelah sang mantan menyapanya via inbox sosial medianya. Damn it!!! gara-gara "hai" semenit rusak move on set...