Sabtu pagi yang indah, setelah perjalanan menyebalkan semalam bersama Putra. Putra sengaja ingin membangun ulang chemistry antara aku dan dia. Walaupun Putra telah menjelaskan segalanya padaku, aku masih kesulitan untuk mempercayainya. Kertas yang diremas, tak akan pernah kembali seperti sedia kala, apalagi aku yang punya jiwa dan raga. Ini hati loh, bukan terminal.
Jam delapan lewat empat puluh tujuh menit lima puluh delapan detik, Dulfi menjemputku dirumah. Barbeque Party di rumah Eyang Suryono jam sebelas siang ini. Aku sengaja minta di jemput lebih awal, supaya bisa bantu Bunda dan Mama Yuli mempersiapkan bahan untuk barbeque. Keluarga Dulfi memang unik, para ibu-ibu itu membiasakan diriku memanggil mereka dengan sebutan Bunda dan Mama.
Kali ini aku berdandan agak menor. Jika biasanya aku hanya menggunakan riasan biasa, tanpa eyeliner dan blush on dan hanya menyapukan lipstik warna nude di bibirku, hari ini akan ku tunjukkan pada Dulfi, aku bisa juga berdandan ala nyonya besar atau model papan atas. Ku oleskan lipstik berwarna orange di bibirku. Menambahkan kesan dewasa yang terukir jelas. Gimana ga dewasa, umur sudah dua puluh delapan tahun lewat lima hari.
Aku memandangi pantulan tubuhku di cermin. Memuji diriku sendiri yang terlihat imut dengan mini dress selutut berwarna tosca yang ku padupadankan dengan sneakers lalu bergegas menemui sang pangeran bermobil putih. Rambutku yang sengaja ku gerai mengikuti gerakan tubuhku menuruni anak tangga. Biar dikira iklan shampo, mudahan ada yang mau endorse.
Eits, tapi yang terparkir di halaman rumahku bukanlah mobil avanza putih yang biasanya mengantarkanku kemana-mana tapi sebuah VW Kodok warna hitam metalik keluaran tahun enam tujuh. Are you seriously? Ini tuh mobil kesukaan aku. Tanpa sadar aku melompat-lompat dan bertepuk tangan saking girangnya. Sudah kayak fans ketemu sama biasnya.
Kalau ga inget ada Mama Papa di teras, pasti aku bakalan meluk Dulfi sambil friend kiss gitu. Apalagi Dulfi mengizinkanku mengendarainya. How lucky am i.
"Kaaaaak ... jangan ugal-ugalan nyetirnya, bawanya 20km/jam ajaa," teriak Mama sebelum aku mulai melajukan mobil itu. Aku tersenyum melihat Papa di belakang Mama menimpali dengan isyarat bibir Papa yang digerakkan menyerupai kata, "sisanya."
Waaah kacau Orang tua satu ini. Anak perempuannya disuruh bawa mobil dengan kecepatan 20km/jam sisanya? Aku menggeleng sambil tersenyum. Melajukan mobil itu dengan perlahan lalu membunyikan klakson. Dulfi yang duduk di bangku penumpang, melambaikan tangan kepada orang tuaku.
"Capek ya Fi?"
"Enggak Baby, liat kamu capek aku ilang."
Mendengar kata Baby membuatku melayang terbang ke bulan bersama bintang.
"Gombalnya receh baaaaaaang, tambahin gopek dooooong," candaku.
Dulfi tertawa. Dan tentu saja menampakkan lesung pipinya. Apalagi hari ini wajah tampan Dulfi Huuuuuffffffttttttthhhhh tahan diri Ori. Inhale exhale inhale exhale.
"Sekarang kamu genit ya, Baby."
"Genit apanyaa baaang? Ade maaah apa atuh, hanya remahan rengginang yang dimakan pake nasi biar kenyang."
"Kamu tuh bisa aja deh, Baby."
"Fi, kayaknya selama ini kamu tau segalanya tentang aku deh."
"Ga semuanya sih, aku ga tau ukuran bra kamu."
"Mulai mesum yaaa ...."
Dulfi terkikik. Aku masih fokus mengendarai cintaku ini. I love you much more.
"Kamu kesambet setan apa sih?"
"Yaa penasaran aja."
"Tumbenan."
"Aku kan mau mencoba hubungan sama kamu Fi, jadi seenggaknya aku harus tau tentang dirimu."
"Apa yang kamu mau tau dari aku?"
"Hmmmm... apa ya? Anak mungkin? Atau istri?" Ucapku bercanda. Aku tak menyadari perubahan mimik pada Dulfi.
"Boleh ganti pembahasan yang lain?"
"Kamu lebih suka melon atau pisang?"
"Tidak keduanya"
"Lebih suka suara Selena Gomez atau Ketty Pery?"
"Ketty Pery?"
"Cantikan mana Kyori atau Ketty Pery?"
"Kyori."
"Terima kasih."
Aku terkikik. Untuk pertama kalinya aku menang adu kata dengan Dulfi. Karena ini adalah hari ulang tahun Eyang, aku dan Dulfi memutuskan membeli kue untuk Eyang. Aku hanya diperkenankan mengendarai mobil ini sampai ke Toko kue. Selebihnya Dulfi yang mengemudi.
Kami memasuki sebuah perkarangan rumah yang mewah. Ini bukan rumah Eyang seingatku.
"Kita jemput temen aku ya." Dulfi berkata seakan mengerti kebingunganku.
"Okay."
Dulfi turun dari mobil dan masuk kedalam rumah. Tak lama, Dulfi menghampiriku bersama temannya yang seorang wanita. CANTIK. Mengenakan hotpants yang hanya menutupi bagian vaginanya serta kaos lengan panjang yang menampilkan kesan sporty pada gadis itu. But looks, she was wearing heels.
Aku melihat keserasian antara mereka. Wajah tampan disandingkan dengan wanita yang cantik dan sexy. Tiba-tiba aku merasa seperti upik abu.
"Ri, kenalin ini Ajeng," Dulfi memperkenalkan kami ketika mobil yang kami tumpangi mulai bergerak perlahan meninggalkan kediaman Ajeng.
Aku mengulurkan tangan dan Ajeng menyambut tanganku. Ajeng tersenyum padaku. Manis sekali.
"Ori."
"Ajeng."
"Semalam landing jam berapa Baby?" tanya Dulfi.
Aku menoleh padanya bingung. Semalam kan Dulfi nongkrong di depan rumah main catur sama Papa kok nanya landing?
"Jam sembilan Honey, capek banget sih, tapi demi Eyang diusahakan deh," Ajeng menjawab santai.
Raut wajahku berubah kesal. Hubungan mereka berdua seperti apa sih?
"Kalau capek kenapa datang? Nanti kalau kamu sakit aku juga yang repot," Dulfi mulai ngomel.
Sesuatu di dalam hatiku berteriak. Adek juga mau diperhatikan baaaang!
"Gapapa Honey, kangen banget aku sama Eyang, aku malah pengennya ngerepotin kamu terus."
Dulfi dan Ajeng tertawa. Kemudian mereka membahas kenangan Ajeng bersama Eyang Suryono yang terdengar sangat menyanyangi Ajeng. Aku terperangkap diantara Dulfi dan kenangannya.
***
Chapter 22 sudah di publish..
prok prok prok jadi apa prok prok prok (ala Pak Tarno)
Jangan lupa koment dan Vote yaa...
Ini bonus aku kasih Tebak-tebakan
Kerang, kerang apa yang terlihat lesu?
Aku yang mau tidur
Author
KAMU SEDANG MEMBACA
ORI
ChickLitCOMPLETE Perjuangan Ori lepas dari bayang masa lalunya yang telah di bangun dengan susah payah harus hancur lebur menjadi butiran debu setelah sang mantan menyapanya via inbox sosial medianya. Damn it!!! gara-gara "hai" semenit rusak move on set...