16.Bimbang

10.9K 1K 34
                                    

Dulfi memandangku dengan pandangan meminta penjelasan. Pagi ini mataku bengkak. Concealer tidak mampu menutupi legamnya lingkaran mataku. Jam tujuh lewat lima menit, Dulfi sudah duduk dikursi makan bersama Papa dan Mama. Aku yang duduk bersebrangan dengan Dulfi merasa risih karena ditatap dengan penuh curiga. Semalaman aku menangis membaca pesan dari Putra. Ah hatiku masih terlalu rapuh rupanya.

Putra mengajakku bertemu untuk membahas hubungan kami. Semalaman aku memikirkannya. Kami sama-sama telah dewasa, seharusnya kami mengakhiri hubungan ini dengan baik. Aku menggeleng, mengenyahkan fikiran tersebut dari kepalaku. Tidak akan pernah ada perpisahan secara baik-baik karena perselingkuhan.

Aku menghela nafas panjang sekali. Lalu mengambil tasku dan berpamitan pada Papa dan Mama. Dulfi menyusulku. Padahal langit pagi ini cerah, tapi hatiku kelabu. Kontras sekali.

"Nih.." Dulfi menyerahkan sebuah kotak sebelum melajukan mobil kesayangannya.

Kuambil dengan memaksakan senyum sambil membuka kotak tersebut.

"Pake kacamatanya, biar kamu ga keliatan kusut banget"

"makasih ya Fi"

"...."

Sepanjang perjalanan menuju kantor, aku hanya diam. Alunan musik dari Samson mengalun merdu dari radio. 

 Bila yang tertulis untukku 

Adalah yang terbaik untukmu

Kan kujadikan kau

Kenangan yang terindah dalam hidupku

Namun takkan mudah bagiku

Meninggalkan jejak hidupku

Yang t'lah terukir abadi

Sebagai kenangan yang terindah  

Masih memikirkan ajakan Putra yang semalam mengajakku untuk bertemu. Berat sekali rasanya harus bertemu kamu dengan aku yang baru mulai membuka hatiku dengan Dulfi. teringat kembali beberapa kalimat terakhir dari SMS Dewi.

+6281347xxxx Aku tau kalau kamu bakalan jijik dengan perbuatanku ini. Sungguh yang terjadi tidak seperti yang kamu sangka.

 +6281347xxxx Tidak ada niatan untuk menggantikan dirimu Kyori, rasa ini yang membuatku melakukannya.

 +6281347xxxx Ori, kumohon bisakah kita berbicara sebentar?

 +6281347xxxx Angkat telponku, Kumohon

 +6281347xxxx Dear Gadisku yang telah kusakiti hatinya. Hampa merasuk memenuhi jiwa. Malam mengikis harapan dan angan. Dinginnya angin yang membius tubuh mendadak renta. Aku menolak kehilangan. Bukan tentang Dewi yang selaksa cinta. Tapi engkau Kyori Bermana. Gadis yang membuat hariku sempurna.

Cengkraman tanganku mengendur menyadari bahwa aku telah sampai dikantor. Dulfi masih mematung. Tak mengeluarkan sepatah katapun. Aku tau dia masih meminta penjelasan tentang mataku yang membengkak. Dulfi, kamu membuat hatiku bimbang, caramu mencintaiku berbeda dengan Putra dan Aku masih takut jatuh dalam pesona cintamu.


**


"Nya, document hse untuk tender besok udah beres kan?" Aku sibuk melubangi kertas tender dan memasukkannya ke bantex berukuran sepuluh centimeter. Beberapa lembar lagi document ini akan selesai. Aku tinggal menyatukan document teknis dan hse lalu membungkusnya menjadi satu. Seandainya kisah cintaku sesimple itu, pasti saat ini aku sudah bahagia. Ya Ampun, Aku ngapain?

"Udah nih mba, document teknisnya udah? tadi penawaran harga udah datang, ada dimeja Ibu" Fanya masih sibuk dengan documentnya.

"Sekalian dibungkus aja ya Nya, besok pagi tinggal submit, surat kuasa juga udah aku siapin nih"

 Fanya segera menuju ruangan Bu Bos. Beruntung tender besok mengalihkan fokusku juga teman-teman dikantorku. Kami semua terbuai oleh deadline tender yang mepet. Jangankan untuk menggalau, untuk sekedar merenggangkan kedua tangan saja rasanya tak mungkin. Mataku sudah tidak sebesar pagi tadi. Berkurang sejalan dengan nafsu makanku yang juga menghilang.   

"Sini aku bantuin mba" Emil mulai membantuku menyampul dokument.

"Abis ini chatime yuuuk" Audy yang sibuk dengan ,laporan instalasinya buka mengusulkan. 

"remek awakku dy.. emoh aku, kangen guling" Emil menolak dengan tegas.

"cari suami sana, jadi gulingnya bisa kentut" canda Audy yang membuat kami refleks menoleh kepadanya. Itu bocah bahasanya ya..

"Kamu kentut dy?" Fanya tiba-tiba masuk ruang meeting yang kami jadikan basecamp untuk membungkus document tender kali ini.

"Enggak... enak aja"

Serempak kami tertawa.

Seandainya saja pesan dari Putra tidak pernah ada, mungkin saat ini aku dengan gegap gempita menarik Fanya, Emil dan Audy untuk nongkrong di Chatime. Sayang moodku hilang bersama dengan dengan hembusan angin malam itu. 

Dua buah gundukan bantex yang terbungkus rapi telah berada dipojok ruang meeting. Aku tersenyum puas sambil membetulkan letak kacamataku. Okeh, Ralat, Kacamata pemberian Dulfi. Meletakkan sebuah map berisi surat kuasa yang siap diangkut bersama document tender.

Malam ini aku ingin menceritakan pada Dulfi tentang Putra, namun disisi lain, aku belum siap menceritakan kehancuran hatiku padanya. Kuhela nafas panjang agar beban ini sedikit terangkat. Namun beban ini tetap membatu dilubuk hatiku.


**

Seharian lemes, kerjaan lagi full banget dikantor

Maaf Chapter kali ini pendek banget

Doakan segera pulih.


Aku yang mau sembuh

Author






ORITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang