10. Aku bahagia

13.9K 1.3K 15
                                    

"Mba.. entar jadi bridesmaid aku ya, bareng Audy dan Emil" Fanya baru saja merebahkan tubuhnya disofa. Aku yang sedari tadi sibuk dengan application form langsung menghentikan aktivitasku dan menoleh padanya "kamu yakin aku jadi bridesmaid kamu?"

"Seribu persen yakin mba, ga pake nolak ya..."

Senyumku mengembang menanggapi permintaannya. Ku lihat cahaya kebahagiaan dimata Fanya. Wanita itu kalau sedang jatuh cinta, matanya bersinar ya? Cantik sekali.

"bulan depan pas lamaran bisa datang juga ya mba? Acaranya keluarga aja sih, datang ya mba... Pokoknya wajib datang" Fanya mulai bawel.

"Ga enak dong Nya, kalau aku ikutan acara keluarga" aku protes.

"Loh kita kan bentar lagi jadi sepupu ipar mba, bukannya Mba Ori sama Dulfi?"

Aaarrrggghhh nama itu lagi. Aku mendengus kesal. Males banget ditanyain tentang dia.

"Kenapa mba?"

"Aku ga ada hubungan apa-apa sama Dulfi" aku melanjutkan aktivitasku lagi. Ga ingin membahas pria itu lebih jauh. Sudah sebulan sejak acara lamaran Fanya dikafe itu, kami lost contact. Berakhir begitu saja. 

Ya ampun Ori, emang apa yang kamu harapkan dari Dulfi sih? Bukannya kamu sendiri yang meninggalkan Dulfi malam itu? terus kenapa sekarang kamu yang merasa kehilangan Dulfi? Hatiku berdebat. Seolah ada dua sisi Ori yang sedang beradu argumentasi.

Fanya tersenyum lalu beranjak pergi. Mendung yang sedari tadi menggelayut manja diwajah langit, perlahan turun membasahi apapun yang ada dibawahnya. Dingin. Deras.

Aku menatap butiran air yang lembut dengan seksama. Menikmati setiap bekas yang membentuk garis abstrak pada kaca jendelaku.

Lama ku perhatikan hingga seseorang berkata "kamu tau ga beb, komposisi dari hujan?"

Aku menoleh ke asal suara tersebut. Bu Bos. Memandang kearah sama. Aku tersenyum.

"Komposisi hujan itu 1% air dan 99% kenangan" lanjutnya. Lalu kami berpandangan, sedetik kemudian tertawa bersama. Eeeaaaaaaaa... ada yang baper.

"Nih, form pertanggung jawaban sudah aku sign ya beb, tolong buatkan estimasi Invoice sampai desember nanti"

"Siap beb... tadi udah disiapin sih, tinggal aku email ya beb.. and done yaa" kataku cepat ketika mengklik tombol sent di laptopku.

"Okay beb, aku balik dulu.. udah ga usah mikirin dia yang ga mikirin kamu..." ujar Bu Bos sambil keluar. Aku tertawa lagi. Bosku yang satu ini memang gokil. Aku bahkan ber-aku-kamu kadang ber-bebeb-cinta dengannya. Seakan kami ini adalah sahabat, bukan atasan dan bawahan , bukan bos dan anak buah. Bahkan Bu Bos bisa ngucapin kata gombal yang receh kayak tadi.

Kubenamkan anganku dalam lamunan. Lagi. Menerawang setiap sisi kehidupan yang mulai menghangat. Pria dengan lesung pipi yang menawan kemudian mengisi kepalaku. Tunggu, kenapa tiba - tiba aku memikirkan Dulfi? Aku menggeleng pelan. Sepertinya aku butuh ke Psikiater. Aku mulai gila.


**

Hari sabtu pagi yang setengah mendung dan setengah cerah, aku berlari kecil mengelilingi komplek perumahan yang cukup ramai penduduknya. Beberapa kali aku berhenti untuk bersenda gurau bersama sesama penghuni komplek lainnya.

"Hai cantik, gimana kabar kamu?"

"Masih hidup pak? Aku kira udah dipenjara karena begal orang"

Dulfi tersenyum. Keringat mengucur deras dikening dan pelipis matanya. Aku berusaha menahan diri untuk bersikap biasa saja. Namun sesuatu yang aneh, menyelinap dalam hatiku melihat Dulfi berdiri dihadapanku. Aku bahagia.

"Aku kangen" lanjutnya.

"Terus?" Aku berlari kecil. Pergi menjauh dari Dulfi. Dua kata yang diucapkan Dulfi tiba - tiba membuatku merona. Heh, aku kenapa?

"Kamu kenapa sih Ri?"

"Aku kenapa? Aku juga ga tau Fi" batinku menjawab.

Langkah kakiku makin kupercepat. Mencoba menghindari tatapan Dulfi yang menghakimiku. Sayangnya langkah kakinya jauh lebih besar mampu menahanku. Kesel. Dalam sekejap tanganku sudah digenggamnya dan menuntunku pergi. 

Kami berjalan menuju taman. Dengan wajah yang ditekuk sepuluh, akhirnya aku duduk dikursi dekat air mancur. Bete. 

"kamu kenapa sih Ri ngindarin aku gitu?"

"perasaan kamu aja kali"

Dulfi mengulurkan sebotol air mineral dingin kearahku yang kusambut dengan kasar. Awalnya pengen nolak sih, tapi haus. Ku tengak habis air mineral itu. Namun sesaat kemudian aku menyesal. Ku lirik Dulfi yang senyam senyum ga jelas disampingku.

"Haus ya?"

"Enggak.. Laper"

"Oh laper, yuk makan"

"Hah?"


**

Mohon maaf lagi

kehabisan ide abis baper

kebanyakan makan jadi blank

next chapter Insya Allah dipanjangin ceritanya yaa

Jangan lupa klik bintangnya..


Salam sayang

Author


ORITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang