2. Kesepian?

24.7K 2K 71
                                    

Kurindu disayangi
Sepenuh hati
Sedalam cintaku
Setulus hatiku
Kuingin memiliki
Kekasih hati
Tanpa air mata
Tanpa kesalahan
Bukan cinta
Yang melukai diriku
Dan meninggalkan hidupku lagi
Tolonglah aku
Dari kehampaan ini
Selamatkan cintaku
Dari hancurnya hatiku
Hempaskan kesendirian
Yang tak pernah berakhir

Suara merdu Adjie mengalir lembut membelai hatiku yang semakin terasa perih. Sudah patah hati, lagu yang mengalun menambah luka pula. Ngenes.

Aku menghela nafas panjang. Bayangan Putra kembali mengisi relung hatiku.

Senyum menawan Putra yang datang ke rumah dengan membawa boneka babi lucu berwarna biru dan setangkai bunga di hari jadi kami yang kedua menari lagi di kepalaku. Memaksaku untuk kembali mengingat segalanya hal tentang Putra. 

Ini untuk kesekian kalinya memory itu terputar jelas. Menceritakan setiap detail kenangan indah itu yang berakhir dengan malam dibalkon rumahnya. Putra menghiasi balkon dengan banyak lampu. Memasakkan nasi goreng favoritnya untuk makan malam kami. Wajah Putra memang tidak seganteng Nicolas Saputra, Putra juga tidak setajir Ardie Bakrie, tapi yakinlah romantisnya ngalahin Glen Alinski meskipun tanpa berlian. Tanpa sadar aku tersenyum getir. Seakan memutar bagian terbaik dalam kehidupanku. Miris memang, karena bagian terbaik itulah yang semakin membuatku terluka.

"Sesayang itu aku sama kamu Put. Aku mencoba mengingat semua kenangan menyakitkan agar aku bisa membencimu. Nyatanya, semakin aku coba untuk benci kamu, semakin besar rasaku padamu."

Sebuah pesan masuk.
Dewi.
Wanita yang menghancurkan mimpi indahku dengan Putra sudah beberapa minggu ini menghubungiku.

Ku balas pesan itu dengan penuh  perjuangan. Hatiku kembali hancur.

Hei Dewi yang sekarang menjadi kekasih mantan calon tunanganku, tak bisakah kau biarkan aku terluka disini sendiri?
Aku ga butuh perhatianmu yang membuatku makin remuk.
Apakah sekarang kau berlagak jadi Dewa Eprifon?
Atau kau sebenernya ingin memamerkan bahwa kau memenangkan percintaan ini karena kau lebih dekat dengan Putra?
Kau gila pengakuan ya?
Kenapa sih kalian menyakitiku sampai sedemikian rupa?
Tak cukupkah aku kau lukai Put?

Duuh kalo ngomongin putra, aku selalu melow gini yaa...

Aku tersenyum pahit dan melongo. 

Sekarang aku sadar ternyata rekan kerjaku sweet banget looh walaupun rada ajaib. Gimana ga ajaib, perpisahanku dengan Putra sudah empat bulan yang lalu dan tanpa aku sadari mereka sudah duduk diruanganku. Sejak kapan?? tau ga mereka bawa apa? wafer tango kesukaanku.

"Mba Ori yakin ga papa?"
Perempuan cantik ini tersenyum sambil menatapku curiga.

"Ga papa untuk?"

"Eemmmmmm.... itu mba"

"Kamu kenapa sih mil? Kok aneh gitu? I'm fine beb" aku mencoba menjawab sedatar mungkin.

"Jadiii pertunangannya beneran batal mba?" Tiba-tiba Audy menarik kursi sudah nimbrung, siap buat gosip pagi ini. Ealaaaahhh ini bocah, aku sudah males bahas, dia malah langsung to the point. Tak ada niatanku sedikitpun untuk menjawab.
Aku mulai terbiasa tanpa kehadiran Putra.

"Mbaaaa...." Audy bersuara.

"Hmmmmmm" jawabku malas.

"Mba itu matanya masih bengkak loh" Audy memberikan cermin padaku.

Kulihat pantulan diriku, GOD, kacau banget. Mata udah kayak panda, jerawat di mana-mana, muka lusuh, kucel. Kebanyakan lembur niih.... Pantesan aja aku di tinggalin, lusuh begini. Huuuuufffffttttt... ku hela nafas panjang.

"Mba... itu wafer cuma di anggurin doang?" Audy mulai membuka bungkus wafer itu dan memakannya.

"Mba Ori ga doyan ya?" Goda emil sambil ikutan mencomot wafer itu.

"Kalian ini, katanya mau jenguk, kok wafernya di makan sendiri? Entar bintitan loooh" Candaku

"Beneran mba bisa bintitan kalo udah ngasih di makan lagi?" Audy panik. Bocah ini memang lucu. Kadang polos kadang oon.

"Hayoooo loooooh dy... bintitan matamu" Emil mulai kumat isengnya.

"Masa siiih mba? Yang bener?" Suara Audy mulai bergetar.

Aku dan Emil saling pandang sambil menahan senyum menyaksikan Audy mulai ketakutan. Emang dasar itu bocah parnoan. Semua hal dianggap serius.

"Udah udah bubar... thanks for your attention.. tapi aku beneran ga papa, by the way.. aku lupa tanya, waktu kamis kemarin ada anak baru ya? Cowok"

"Ga ada mba, emang kenapa?" Emil menatapku lekat.

"Waktu lembur ngerjain laporan petty cash kemarin itu aku papasan sama dia di tangga, penasaran aja siapa sih yang dinas kesini tapi ga ngomong ke aku? Kok tumben ya? Udah tengah malam kok di tangga, ngapain coba? emang ga istirahat?"

"Mba Ori ngapain juga sampe tengah malam?" Emil masih nguyah wafer.

"Udah dibilangin ngerjain petty cash juga, minggu kemarin kan aku banyak ngurus tender, belom lagi noh bantuin emaknya khonsu yang mau aa..."

"Cakep ga mba?" Audy memotong pembicaraanku dengan mata berbinar

"Enggak"

"Iyalah ga ada yang cakep, mba ori kan cintanya sama bang Putra" Audy dengan cueknya berkata. Pengen di jejelin sendal jepit kayaknya.

"Setau aku ga ada orang sih mba, kan team lagi naik ke offshore. Harusnya kantor kosong" Emil mencoba mengingat.

"Terus yang ketemu kamis malam itu siapa?"

Sedetik kemudian, kami saling pandang dan kabuuuuuuuuuuuurrrr...

**

ORITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang