Part 4

6.3K 422 24
                                    

Sinar hangat matahari berwarna kekuningan mulai menyelinap masuk melewati celah tirai yang sedikit terbuka.Namun cahaya itu sama sekali tidak mengusik pria yang masih dimabukkan alam mimpi dan kegundahannya.

Berbeda dengan pria itu,seorang gadis terpaku di pojok ruangan dengan menenggelamkan wajahnya yang sudah bengkak di lipatan tangannya.Bukan karena ia tidak tidur semalaman,tapi mungkin juga iya.Matanya sangat merah,kelopak matanya membengkak,wajahnya pucat juga bibir dan badannya bergetar hebat.Ia masih tidak bisa menerima kejadian tadi malam yang menghancurkan semua harapan kehidupannya.

Pria itu menghancurkannya dan membunuh masa depannya.

'Bagaimana ini ?..bagaimana ini ?..kenapa aku ?...kenapa aku ?' Badannya bergetar dan ujung-ujung jarinya memutih.

Ia memandang baju yang ia kenakan,kemudian dia histeris dan meremas-remas bajunya kasar dan air matanya kembali mengalir deras dengan isakan yang sangat menyiratkan keterlukaan.Dia kembali menggosok-gosok kulitnya dengan kasar,mencoba menghilangkan bekas sentuhan lelaki brengsek itu yang sama sekali tidak mendengarkan rintihan dan jeritannya.

Melihat laki-laki itu tidur dengan nyenyaknya di ranjangnya dan menggeliat sambil mengangkat selimut ke dadanya yang telanjang,membuat Zeenah ingin menikamnya di tempat yang menjadi saksi kejahatannya.

Tapi bagaimana dia mau melakukan itu ? Saat dia mengambil pakaiannya saja tangannya tidak punya kekuatan.
Tangannya lemah dan gemetar saat melihat bajunya sudah sobek dan tidak mungkin ia bisa memakainya.Zeenah menangis histeris,tangisan pilu itu memenuhi ruangan mewah itu,ruangan yang menjadi saksi bisu kebiadapan Hamdan.

Dengan matanya yang membengkak,Zeenah melihat baju Hamdan yang ia kenakan semalam.Ia merangkak mengambilnya kemudian memakainya,walau saat ia memakainya wangi dari baju itu mengingatkannya dengan malam yang mengerikan dan sentuhan baju itu seperti jarum di badan Zeenah.

Zeenah terduduk di pojok ruangan,dengan kedua kakinya yang dia peluk erat gemetaran dan wajahnya yang pucat dan bibirnya yang terjahit.Sungai deras air mata tidak pernah berhenti mengalir di pipinya yang dulunya selalu dihiasi semburat merah muda ceria.

Setiap Hamdan menggerakkan badannya,Zeenah selalu memekik ketakutan.Ia sangat ingin keluar dari ruangan ini,tapi ia tahu pintu ini terkunci.

Klik.

Mata merah dan bengkak Zeenah melirik lemah ke asal suara,tak lama kemudian seorang pria datang dengan santainya sambil bersiul.Namun siulannya berhenti saat melihat keadaan kamar adiknya yang berantakan dengan baju yang berceceran di karpet.Matanya membulat saat melihat satu pakaian wanita berwarna peach yang juga tergeletak disana.Dan matanya makin membulat lebar dan wajahnya memucat ketika matanya bertemu dengan sepasang mata yang menatapnya kosong.Rashid tidak bisa berkata-kata saat ini.Akalnya sedang bekerja keras untuk mencerna kejadian ini.

Zeenah yang menyadari pintu sudah terbuka,dengan lemah dan perlahan dia mulai berdiri bertumpu pada tembok yang sejak tadi malam menjadi sandarannya.Dengan diam dan tertatih dia berjalan pelan melewati Rashid yang wajahnya masih pucat dan memandanginya tidak percaya.Ia ingin menjelaskannya namun bibirnya terjait sekarang.

Zeenah meraih gagang pintu saat ia merasakan badannya remuk dan limbung.Air matanya kembali turun deras tanpa isakan,ia sudah lelah menangis.Saat ia sudah di depan pintu,seorang pria yang juga berwajah arab dan sepertinya menuju kamar Hamdan melihatnya dengan mata bulat penuh tanda tanya,kenapa dia baru keluar dari kamar Hamdan.Zeenah melanjutkan langkah kakinya yang setiap langkahnya badanya terasa mau copot satu-persatu,tidak menghiraukan mata penasaran pria itu.

Satu yang ia pikirkan saat ini 'tidak boleh ada yang tau,ini hanya mimpi buruk' hal itu terus ia ulang-ulang di pikirannya yang sudah kalang kabut.

Attention (Prince Hamdan) {End}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang