Bab - 20

19.3K 573 47
                                    

"Ta, bangun." Ada yang memainkan pantatku berulang-ulang. "Sayangku bangun, ini udah malam dan aku mau nganterin kamu balik kerumah." Bisikan lembut yang terlalu panjang ditelingaku. Aku tahu siapa yang lagi ngomong tapi posisi orang ini bikin nggak nyaman.

"Ayolah cintaku segera bangun." Sekarang bukan bisikan tapi berubah menjadi desahan yang kadang membuatku merasa geli.

"Apasih, Om?" Bentakku kesal. Aku nggak suka kalau tidurku diganggu apalagi kalau nggak penting-penting amat.

"Tata yang paling cantik ini harus bangun." Ku merasa pundakku digigit dan dihisap. Yaelah ini om-om apa nggak bisa berhenti bentar?

"Gimana aku mau bangun kalau ada beruang nindih." Dengusku dan Kent terkekeh manja. Posisiku yang sedang tengkurap cantik ditindih sama Kent yang nggak sepenuhnya sih. Tangan kiri dia jadi penyangga buat tubuhnya yang besar.

"Ih sayang, aku gini-gini juga beruang idaman." Satu kecupan lagi di leherku sebelum Om Kent pindah dari atas punggungku.

"Jam berapa emang sekarang?" Tanyaku sambil menguap. Dibangunkan secara mendadak begini bikin kepala sedikit pusing.

"Sembilan malam."

"Ih, anjir." Ucapku nggak percaya. "Om, orang rumah bisa marah-marah kalau aku telat pulang."

"Makannya tadi aku coba bangunin kamu." Yaelah bangunin masa begitu? Kadang suka nggak masuk akal pemikiran orang dewasa.

"Anterin aku pulang." Perintahku nggak sabar.

"Iya sayang." Jawabnya mencium pipiku sebelum berdiri.

Selama perjalanan kerumah, aku lebih banyak diam dan tidak terlalu menanggapi obrolan Kent. Pikiranku melayang ke rencana berikutnya, yaitu bagaimana menjawab pertanyaan orang rumah tentang Keterlambatanku.

"Ta, jangan mikirin aku yang ganteng ini. Jelas kok, aku ini milik kamu seorang apalagi yang dibawah ini selalu hidup cuma liat kamu doang" Apa aku nggak salah dengar? Tobat gusti. "Cerita atuh yang, apa tadi aku kurang muasin ya? Sampai cemberut gitu."

"Aku lagi mikirin hal lain dan itu nggak ada hubungannya sama yang barusan dibahas." Kataku melirik kearahnya yang tampak bingung. Kedua mata Kent masih fokus ke jalan tapi sudut matanya mengerut, pertanda dia sedang memikirkan sesuatu.

"Nggak serius kan?" Aku melihat ketakutan di mata Kent yang tanpa sengaja menoleh kearahku yang masih memandang wajah tampan nya.

"Nggak kok." Jawabku sambil tersenyum. "Ngomong-ngomong kenapa jadi penakut gini? "

"Aku takut ditinggalin bidadariku."

"Mana mungkin!"

"Janji nggak ninggalin aku? Apapun yang terjadi?" Kent memegang tanganku.

"Tergantung salahnya dong. Aku takut Om punya salah yang bisa bikin aku nggak bisa maafin." Fakta. Aku sudah terlalu sering liat cowok bilang beginian di film.

"Dih, kalau kesalahan aku berat gimaana? Cintaku ini nggak mau maafin aku gitu? Aku pasti bakal mati tanpamu." Kent menarik tangannya dan menyentuh dadanya seakan-akan merasakan sakit.

"Lebay deh. Masa iya kita pisah, Om, bakal mati. Palingan cari yang lebih muda dari aku." Cibirku. Biasanya cowok emang gitu.

"Amit-amit kita pisah. Nggak suka aku pisah sama, Tata."

"Ya jangan bikin kesalahan yg bikin aku ninggalin Om lah."

"Siap! Cintaku dan sayangku selamanya." Tangan Kent sudah menempel pipiku dan mencubit nya. "Ih, ya ampun, aku gemes banget sama kamu. Aku bahagia banget tau bisa ketemu sama, Tata." Dicubit lalu dielus-elus, cubit lagi elus lagi terus aja sampai depan rumahku.

"Om, udah sampai nih. Aku masuk kedalam ya." Aku sudah melepas sabuk pengaman dan langsung mau turun. Tapi tangan Kent berkehendak lain, tanganku ditarik dan dipegangnya sampai wajahku  berhadapan dekat dengan wajah Kent.

"Kiss dulu dong." Rengek Kent sambil Memonyongkan bibirnya. "Bibir ini butuh di kecup eh dihisap deh biar ga kering pas nanti sampai rumah." Jari telunjuknya mengusap bibir bawahnya.

"Jangan ih, nanti kalau ada yang liat gimana?" Sumpah ya aku udah sering banget cipokan dimobil Kent depan rumahku. Tapi nggak tahu kenapa perasaanku sekarang mengatakan tidak.

"Love, nggak bakal ada yang liat tau. Kaca mobilnya anti terawang manusia dan setan." Bibir Kent sudah menempel di bibirku. Hangat dan lembut.

"Manis tau bibir, Tata, ini." Bisiknya di sela-sela menghisap bibir bawahku.

"Argghhh, O-m.. " Giginya sedang menggigit bibir bawahku. Anjir rasanya cenat-cenut nggak jelas, antara rasa enak dan sakit.

"Yang, aku nggak tahan nih." Bibir Kent berpindah ke rahangku. Menjilati.

"Jangan dikasih tanda, nanti ada yg liat." Rengekku nggak jelas banget.

Tapi dasar tua bangka nggak dengerin omongan aku. Rahangku digigit cukup keras. Kutarik aja rambutnya kebelakang sampai bibirnya terlepas dari kulitku.

"Dibilangin jangan dikasih tanda." Pelototku.

"Aku kebawa suasana tau. Ya maaf atuh." Senyum itu senyum menunjukan sedikit keriput di sudut matanya. "Aku kalau lagi sama, Tata, suka nggak inget apa-apa." Cengirnya.

Umur juga sampai nggak inget.

"Sudah ah, aku mau masuk kedalam."

"Ih, jangan dulu. Aku belum puas tau mencium kulit lembut bidadariku." Rengek nya kembali.

Sebelum bibir kita menempel. Kaca jendela mobil dipukul-pukul.

"Na, sudah malam waktunya tidur." Suara Ayah.

-

Kentara DimasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang