Bab - 16

34.7K 886 50
                                    

"Ayah, masih kesel ya sama aku?" Tanyaku pelan.

Ayah tercintaku ini masih nggak mau ngomong sama sekali. Masih dalam rangka ngambek. Udah dua hari ini dia cuma numpang lewat di depanku. Bukannya kalau lebih dari tiga hari pamali kan?  Ya sudah biarin aja deh toh belum tiga hari ini.
 
"Nggak juga kok." Katanya. 
 
"Tanggung banget, Yah. Mending beresin dulu keselnya ... Nanti kita bicara lagi." Aku terkikik.

Aku kurang ajar banget ya? Masa Ayah sendiri di kerjain? Hahaha
Abis aku kesel juga make acara ngambek segala kaya anak kecil.
 
"Nana, bukan lagi peri kecil Ayah." Aku berhenti menaikki anak tangga ke tiga. Ayah kok gitu? Aku masih peri kecil Ayah.
 
"Sekarang waktunya cuma buat pacar, Nana. Apalagi nanti Nana nikah, pasti bakalan lupa sama Ayah." Suara sedih terdengar dari Ayah.

Aku jadi nggak tega gini.
 
Ayah. Apa ini yang di rasain Ayah selama ini? Sampai susah ngijinin aku nikah? Astaga. Aku merasa sedih banget.

"Yah, tau nggak? Ayah selalu jadi nomor satu bagi aku."Aku duduk di sebelah Ayah memeluk lengannya.

"Jangan bilang sama Ibu ya." Sambungku terkikik geli.
 
"Ibu denger lho ... Sakit banget nih!" Suara dari belakang. Aku menoleh ke belakang ada Ibu yang sedang menyender ke lemari. Senyum keibuannya begitu ketara di wajahnya. 
 
"Biarin." Aku semakin memeluk lengan Ayah. 
 
"Kalian ini!" Sekarang Ibu sudah ada di sampingku, memeluk. Rasanya sempurna banget saat seperti ini, berkumpul bersama dua orang yang mencintai kita tanpa minta balasan.
 
"Yakin nih mau nikah?" Goda Ayah.

Yakin nggak yakin sih. Kalau aku udah nikah bisa kayak gini lagi nggak ya? Ngumpul sama Ibu Ayah.
 
"Udah jangan di pikirin dulu soal nikah mending sekarang cerita ke kami soal tadi ketemu Alana?"
 
 
*

 
"Ta, soal persiapan pernikahan kita biar Mami yang urus semuanya." Kent membawa beberapa cemilan dari dapur. Aku yang sedang maen game di Laptopnya langsung berhenti.
 
"Kok gitu? Kasian Mami, Om." 
 
"Gitu gimana? Mami sendiri yang minta, Ta. Dia nggak mau Tata cape. Katanya biar tancap gas pas Malam pertama kita" Kent duduk di atas sofa, dengan salah satu kakinya menjulur ke meja. Nggak sopan banget ini Om.
 
"Turunin tuh Kaki!" Bentak aku, memukul Kakinya dengan Majalah.

Aku merasa terhina masa aku duduk di atas karpet dengan Laptop di atas meja, kakinya ngikut gitu?
 
"Nggak, Babe. Kaki aku pegel abis lari" Jawabnya.
 
"Turunin. Kalau nggak aku bakal batalin nikahnya" Ancamku. Aku berdiri di depannya. Melotot.
 
"Gitu amat sih, Love? Lagi dapet ya?" Tau banget ini laki aku baru kemarin malam kedatangan tamu yang mendadak gini.

Rasanya gerah dan gatel juga sih. Terus bawaannya pengen makan orang, termasuk yang di depanku.
 
"Pantesan Sensi banget, Btw yang itu sensitif nggak?" Tunjuknya pada kedua dada aku. Aku rasa pipiku nggak merah nih, yang ada bagian bawahku yang mengalir merah.
 
"Apaan sih, Om?" Aku memalingkan muka ke arah lain. Bukan malu, tapi mencegah supaya dia nggak tau kalau aku pengen dadaku di raba sama dia. 
 
Aku tau kalian bakal nganggap aku gampangan ya?
 
Tapi ngertilah.

Saat perasaan meledak-ledak terus bersamaan dengan keadaan aku yang lagi sama laki keren nih di dalam Apartemen sepi. Sungguh semua tubuh sama otakku kotor.
 
"Tata, duduk ya di sini? Dedek udah bangun" 
 
Kebetulan banget, dia cuma pakai boxer dan kaos dalam. Aku bisa liat boxer sudah menjulang tinggi. Tanpa ragu aku sudah meloncat ke arah pangkuannya.
 
"Sexy banget! Ada ... Aku beneran cinta sama Tata." Jari panjangnya sudah menyentuh puncak dadaku yang terbalut Miniset. Tumben bener ya aku pakai Miniset? Ini saran dari Ibu, aku cerita kalau dadaku sedikit Sensi kalua pakai Bra, ya udah di saranin pake Miniset.
 
"Oh ... "Aku mendengking saat jarinya menekan putingku, "Pelan Om, dadaku lagi sensi nih." Kedua tanganku nggak kalah meraba wajahnya. 
 
"Hehehehe ... Abis ngegemesin sih." Jadi dingin. Aku nggak sadar kaosku udah di lepas.
 
Bibir Kent sudah mengisap leherku, mencium seluruh pundak polosku. Tangannya nggak tinggal diam meremas kedua dadaku yang semakin besar sesekali mencubitnya. 
 
"Nghh ... Ta. Masukin jari telunjukmu ke mulut aku?" Pintanya.
 
Karena aku merasa belum pengalaman, aku menurut saja. Kumasukkan jari telunjuk tangan kananku kedalam mulutnya.

Rasanya ...
 
Panas, geli dan apa ya ... Pokoknya aku suka.
 
Mulut Kent terus mengemot jariku, sesekali menggigit.
 
"Om ... !!!"Teriakku saat telapak tangan Kent memukul pantatku, aku nggak tau kalau maksudnya ngangkat aku buat nampar pantatku.
 
"Suka?" Tanyanya, dia masih terengah begitu juga aku.
 
Aku bilang apa? Rasanya sakit tapi enak.

"Oke. Sekarang Tata nungging ya?"
 
Apa dia mau nampar aku lagi? "Nggak mau,"
 
"Bentar doang buruan ih" Kent tampak gusar. Kenapa ini Om?
 
Aku berpindah tempat, menungging dengan berpegang pada lengan Sofa. Kent sudah mengangkat Rok ku, memperlihatkan pantatku yang masih tertutup celana dalam.
 
"Tau nggak? Pantat Tata mirip pantat Babi cuma beda warna." Sial. Aku ingin memukulnya tapi batal saat merasa sesuatu yang basah. Aku menoleh ke belakang untuk melihatnya, 
 
Jorok banget.
 
Lidahnya sedang menjilat seluruh permukaan pantat aku, bahkan lubang Anusku juga di jilat dan di cium. 
 
"Om, jijik ih ... itu kan tempat keluarnya ... ee." Aku menggigit bibir, nahan suara aneh keluar dari mulut aku.
 
"Enak malah. Mau coba punya aku?" Tawarnya mengerling.
 
Huwek.

Kagak mau aku mah. Mending mainin Dedek.

Kentara DimasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang