13. Friendship

7.4K 668 105
                                    

Happy reading ^^

Semoga terhibur dengan part ini. :)

Tinggalkan VOTE setelah membaca. Inga-inga ^.-v ting!

(mulmed di atas adalah Sonia Forst)

👭👭👭👭👭👭👭👭👭👭👭👭👭

Dalam perjalanan menuju kampus, Jane yang sedang menyetir melirik ke sahabatnya yang sejak dari tadi diam dengan memasang wajah cemberut. Hal itu membuat Jane jadi berpikir dan bertanya-tanya sendiri dalam hatinya, apa ia telah melakukan kesalahan?

Saat traffic light berwarna merah, Jane mencoba memanggil sahabatnya itu. "Zie..."

Lizzie POV

Aku yang sedang menatap lurus ke depan sambil bertopang dagu dengan sisi kaca sebagai penyender tanganku, tidak menghiraukan panggilan Jane.

Marah? Benar, aku marah padanya.

Mungkin dari satu sampai sepuluh, angka enam lebih cocok sebagai angka kemarahanku sekarang. Siapa yang tidak marah kalau Jane dengan seenaknya melakukan hal tadi, yakni mengirimi Nick pesan seperti itu. Apa kata Nick nanti? Pasti dia akan membenciku.

"Zie," panggil Jane kembali. "Kau marah padaku ya?"

Dan aku hanya menjawab dengan deheman tanpa menoleh ke arahnya. Biarkan saja dia beransumsi dengan pikirannya. Kali-kali memberi sedikit pelajaran padanya agar tidak semena-mena dengan tindakannya dan membuatnya berpikir dulu sebelum bertindak.

Jane, sahabatku itu memang orang yang suka berbuat sesuka hatinya tanpa berpikir dulu. Mungkin karena dia adalah anak dari orang kaya yang tidak begitu peduli dengan efek dari perbuatannya. Tapi anehnya, Jane itu sangat takut apabila diriku marah. Aku juga tidak begitu paham dengannya. Apa untungnya bagi dia mempunyai teman sepertiku yang kuper ini?

Dulu aku sempat bertanya padanya, dan jawaban dari Jane sungguh membuatku tersentuh.

"Karena kau adalah satu-satunya teman yang mau berteman denganku dengan tulus tanpa ada niat terselubung. Tidak seperti semua temanku yang lain yang hanya bisa menguras uangku. Mereka juga memanfaatkan kekayaan dan ketenaran orang tuaku untuk membantu usaha orang tua mereka."

Jawaban dari Jane itu membuatku terharu, sangat terharu. Memang benar, semua temannya yang aku kenal selalu menguras uang Jane dengan mengajaknya shopping, jalan-jalan, tapi ujung-ujungnya malah Jane yang harus membayar semua itu. Segelintir ingatan masa dulu itu pun terlintas kembali di benakku.

Lima orang wanita sedang sibuk berbelanj, termasuk Jane dan diriku. Dan tentunya aku tidak ikut memilih karena harga yang tercantum di label sangatlah fantastis. Membuatku geleng-geleng kepala saja. Ya walaupun Jane sudah menawarkan agar aku mengambil beberapa pakaian yang aku suka, tapi tetap saja ku tolak.

Saat sampai di depan kasir, salah seorang wanita yang terbilang sebagai teman Jane berucap kepada Jane sambil meletakan beberapa pakaian yang telah dipilihnya ke pelayan kasir. "Kau yang bayar kan, Jane? Kan kau orang kaya."

Mendengar itu membuatku geram dan sangat ingin menegurnya. Tapi, apa dayaku karena aku tidak punya hak apa-apa. Lalu ku dengar Jane menjawabnya sambil tersenyum. "Iya, aku yang bayar." Entah apa arti dari senyuman yang disunggingkan oleh Jane.

Aku menghela nafas panjang mengingat itu semua. Jane memang tidak pernah perhitungan kalau masalah uang, tapi aku yang melihatnya jadi merasa kesal sendiri. Kenapa Jane selalu menuruti kemauan mereka yang tidak tahu diri itu? Tapi ya seperti itulah karakter Jane. Kadang kebaikkannya suka disalah artikan orang dan malah pada memanfaatkannya.

Mr. NIGHT [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang