30. Tak Akan Melepaskannya

296 16 0
                                    

30. Tidak akan melepaskanya



Cahaya merambat lurus ke kertas kanvas lukis melalui celah jendela yang tersingkap. Tidak banyak yang ia lakukan, hanya duduk di hadapan lukisan yang telah lama ia lukis, menyaksikan kedua matanya yang bulat dan bening, memerhatikan detail wajahnya yang berona kemerah-merahan. Dagunya yang lancip terlihat sedikit berbelah seperti aslinya.

Ia mengepalkan tangan. Tidak ada lagi kesempatan. Perempuan itu sudah tidak lagi mengharapkan cinta darinya. Hanya benci yang meluap-luap dalam hatinya. Nathan tidak bisa berbuat apa lagi untuk mengembalikan semua. Hatinya hanya berharap waktu untuk bisa memperbaiki apa yang terjadi.

Apa ia selama ini salah membiarkan hati itu lelah untuk berharap? Terlalu lama, hingga hati itu berhenti di tengah jalan menyaksikan harapan itu pergi perlahan meninggalkannya. Nathan merasa jahat mengabaikannya tatkala perasaan itu benar-benar ada. Perasaan pria terhadap wanita disukai olehnya. Namun, ia terlambat. Ia lebih dulu memilih orang yang lain.

"Kamu masih mencintainya, kan? Jawab pertanyaan aku, Nath," tanya Natasya tepat di belakangnya. "Kenapa kamu menyembunyikan semua ini?"

"Aku masih mencintainya, dan akan terus mencintainya. Kamu percaya cinta pertama?" jawab Nathan. Ia berbalik badan dan menyaksikan Natasya yang tengah berdiri di belakangnya, mengepalkan tangan dengan napas yang tidak seirama. Garis air mata membentuk garis horizontal pada pipi.

"Jadi, selama ini kamu anggap aku ini apa? Seharusnya kamu tidak memulai hubungan ini, Nath."

"Kamu peduli padaku, itu yang menjadi alasan aku untuk menjadikanmu kekasihku. Sementara itu, aku tidak akan bisa memiliki Kelly,"─jemarinya mengusap air mata Natasya─"aku tidak ingin menyakitinya lagi. Sudahku bilang, aku tidak akan lama di sini. Aku akan pergi jauh. Kelly sudah lama kesepian semenjak aku pergi bertahun-tahun yang lalu."

Air mata Natasya deras membasahi pipinya. Wajahnya menepel di dada Nathan. Sementara itu, tangannya melingkar di pinggang Nathan. Wanita itu memeluknya dengan erat seakan pria dalam pelukannya ingin pergi secepatnya.

"Aku cinta kamu, Nath. Tidak cukup semua yang kita lalui selama ini menumbuhkan perasaan padaku?" tanya Natasya dalam isakannya.

"Aku sudah mencobanya, Natasya. Namun, Aku tidak bisa melupakan begitu saja wanita yang sudah kutunggu bertahun-tahun," jawab Nathan. Kepalanya menggeleng kecewa. "Di saat ia menungguku, aku juga menunggunya juga. Seperti yang kamu tahu, semuanya tidak berjalan sesuai rencana. Kami tidak bisa bersama meski kami saling mencintai."

Natasnya melepaskan pelukannya terhadap Nathan. Hangatnya tubuh Nathan masih terasa olehnya. "Hubungan ini tidak bakal bisa bertahan jika kamu mencintai orang lain, bukan aku. Aku lelah dibayang-bayangi oleh Kelly selama ini, Nath. Kita sudahi ini semua."

"Thanks karena sudah mengisi hari-hariku, Natasya," jawab Nathan dengan nada rendah. Hatinya setengah tidak tega melepas orang yang begitu baik hati padanya selama ini. Perasaan itu sendiri yang menghalanginya. Perasaan itu tidak tertuju padanya, tapi tertuju pada Kelly. Wanita masa kecil yang selama ini ia tunggu bertahun-tahun.

Natasya pergi meninggalkan wangi tubuhnya di kamar Nathan. Langkah cepat hingga menuju ke pintu. Air matanya meluap-luap tidak tertahankan, menangis terisak karena perihnya patah hati. Seakan luka itu memanjang hingga ke sudut hati nan paling dalam. Semakin pedih seiring Nathan yang memanggil namanya untuk berhenti melangkah. Namun, apalah daya ketika sautan itu tidak lagi berarti cinta.

Wanita itu tidak ingin dihentikan, ia masuk ke dalam mobilnya tatkala Nathan sampai di pintu. Derap bunyi ban mobil terdengar dan jejaknya menempel di tanah yang penuh dengan daun kering. Tersibak melayang berterbangan daun kering oleh angin bekas laju mobil. Ia hanya bisa berdiri diam hingga mobil itu menghilang dari pandangannya.

Ingin sekali ia mengatakan permintaan maafnya sebanyak mungkin untuk wanita itu. Hanya saja ia sadar, maaf tidak berlaku untuk saat ini. Hati tidak akan bisa menerima begitu saja di saat hal yang pahit baru saja terjadi. Butuh waktu dan ruang sendiri untuk merenung hingga semuanya dapat diterima.

***

Kelly VannesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang