38. Akan Terus Menunggumu (3)

378 16 0
                                    


38. Akan Terus Menunggumu (3)


Nathan tidak juga ditemukan. Putuslah harapan Kelly untuk bertemu dengan Pria itu. Suara pesawat silih berganti bergema untuk mengambil ancang-ancang mengudara. Mungkin saja Nathan berada di salah satu pesawat yang ia dengar suaranya tadi. Ia tidak tahu apa yang akan diperbuat lagi. Semu hilang dan sirna, tak dapat ia harapkan lagi.

"Andai saja aku bisa memanggil namamu dan merengkuh peluk di hadapanmu, walaupun hanya sekali lagi," ucap Kelly dengan jelas.

Lututnya gemetaran menahan beban rindu yang ia rasakan. Matanya tertutup menahan tangis yang pecah. Ia berharap saat ia membuka matanya, semua itu hanyalah imajinasi ketakutannya dalam bunga tidur..

Seseorang berdehem tanpa ia duga, mengeluarkan suara berat yang serak. Suara itu, suara yang begitu familiar di ingatannya. Berbaukan senyum masa lalu yang kembali terputar di bioskop lama. Suara itu bagai menusuk kenangan yang pernah terlukis di lembaran-lembaran masa lalu, menguak serat-serat kenangan nan terbenam oleh waktu. Hati Kelly seakan bergerak, bergerak menuliskan sebuah nama, lalu mengukirnya agar tidak hilang.

Teringat bagaimana kenangan itu begitu melekat padanya. Senyum, tawa, sedih, dan luka telah ranum menjadi satu rasa. Tidak ada bedanya pada masa itu. Seakan ia dan bocah kecil itu diciptakan untuk menjadi satu. Ia tidak ingin berpisah, meski bocah itu sudah muak untuk terus bermain hal-hal yang sama. Ia tidak peduli meski panas matahari membakarnya, mengabaikan cahaya senja yang sayang untuk dilewatkan, dan menghadapi gelapnya malam untuk menempuh jalan rumahnya yang gelap dan menyeramkan. Ia ingin selalu bersama.

"Panggillah namaku sebelum semuanya berakhir di sini. Rengkuhlah pelukku sejauh yang kamu bisa," ucap seseorang di belakangnya.

Kelly membuka matanya. Air matanya berhenti mengalir untuk beberapa detik. Semuanya terserap oleh suara itu. Tatkala ia berbalik, tampak olehnya pria dengan mata teduh bagaikan payung di tengah teriknya siang, menatap lurus tepat ke kedua bola matanya. Senyum tipis, tapi manis seperti madu lebah sialang pedalaman Melayu, merekah lebar hingga ke sudut maksimal. Kelly tidak bisa menahan, ia rengkuh Nathan dalam pelukannya. Bergemuruh hebat rindu di dalam hati untuk bisa kembali bertahan, semuanya cair oleh kehangatan.

Dipeluknya erat-erat Nathan hingga tidak menyisakan celah kepada pria itu untuk bisa melepaskan pelukannya. Entah sebanyak apa air mata yang penah pecah dikarenakan pria itu, namun rasanya, inilah yang paling deras ia rasakan. Seakan semua air mata sebelumnya kembali berkumpul untuk ditangisi lagi.

"Kenapa? Kenapa kamu menyembunyikan semua ini, Nath?" tanya Kelly.

Nathan membelai rambut panjang Kelly. Tampak olehnya Alena dan Felix mendekat dari kejauhan. Mereka sadar bahwa sepasang insan tengah memadu rindu di sini. "Aku akan pergi, Kell. Aku tidak mau kamu kembali kesepian karena kepergianku. Itulah kenapa aku menjauh darimu dengan berpaling dengan wanita lain," ucap Nathan untuk memberikan penjelasan. "Agar kamu bisa melupakan diriku dan begitu pula sebaliknya."

"Caramu salah, Nath. Semua itu menyakiti diriku pada akhirnya," balas Kelly dengan keras. Emosi begitu tercurahkan pada kalimat yang ia ucapkan.

"Maaf, aku memang salah. Aku kalah dengan rencanaku sendiri, aku memang tidak bisa melupakan dirimu sedikit pun."

"Lalu ke mana kamu akan pergi? Menggapai semua impian gilamu untuk menjadi seniman hebat?" tanya Kelly. Ia menatap wajah Nathan. Sementara tanga-tangannya masih terasa hangat oleh genggaman tangan Nathan.

"Ya, benar. Aku akan ke Bandung dan tinggal bersama Ibu. Ayah mengerti bahwa aku tidak ingin jadi pembisnis, melainkan seniman lukis. Di sana aku akan belajar bersama teman yang masih satu perguruan dengan Ayah. Ayahku juga seorang seniman."

Seorang pria lagi berdehem. Suaranya lebih berat dari Nathan. Ia datang dengan tiba-tiba di tengah keharuan yang terjadi. Seorang pria yang samar terlihat mirip seperti Nathan, tetapi wajahnya lebih dewasa. Brewok tipis tumbuh sepanjang rahang, bersambung dengan rambut klimis yang mengkilap.

"Kita tidak punya waktu lagi, Nathan. Pesawat menunggu kita," kata Kevin beberapa langkah dari mereka.

Nathan mengangguk lalu menatap serius wajah Kelly. "Ada hal yang terakhir yang mau kamu sampaikan?"

"I'll always love you," jawab Kelly dengan singkat.

"I'll always love you too. Aku akan kembali padamu," balas Nathan.

Ia mengecup kening Kelly dengan penuh perasaan, lalu ia melangkah mengikuti Felix. Ia tidak berani menatap Kelly lagi. Terlalu pedih baginya perpisahan ini. Mengoyakkan hatinya melebihi perpisahan yang pernah terjadi bertahun-tahun yang lalu. Cukuplah kecupan dan raut wajah Kelly tadi yang ia simpan untuk memuaskan rindu hingga waktu yang tidak bisa dipastikan.

Kelly menghela nafas dan membiarkan Nathan pergi dengan semua impiannya. Dalam hatinya ia berkata, Aku akan menunggumu, terus menunggunmu, hingga sampai masanya itu.

***

Kelly VannesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang