09. Kekosongan Dalam Hati

477 30 0
                                    

09. Kekosongan Dalam Hati


Apa yang terjadi pada hati jika telah lama tertatih oleh rindu? Tanpa penawar yang bisa memulihkan rasa dinginnya. Kadang rintihan itu tak dapat terdengar, hanya bisa dirasakan oleh kepekaan perasaan. Suaranya kecil─tapi bermakna besar─memanggil sebuah nama yang sudah pernah terukir sebelumnya.

Adakah yang bisa memijak ujungnya? Menyentuh betapa indahnya tepian rindu. Seakan ada air yang mengalir dengan derasnya dibawah guguran bunga Bougenville. Warna ungu bercampur dengan jernihnya butiran air, memantulkan cahaya mentari yang terpancarkan.

Kelly tak merasakan jika rindunya benar-benar telah bebas dari belenggu. Ia tak bisa merasakan jika ia sudah di tepian rindu itu meski orang yang ia tunggu telah datang kembali. Ada sesuatu yang tak terpuaskan. Nathan bukanlah anak kecil yang dulu bersamanya. Kini ia tumbuh dewasa dan berhak memutuskan ingin bersama siapa.

Tangan Kelly memainkan boneka beruang Alena. Wangi boneka itu sama dengan wangi parfum pemiliknya. Alena memang selalu menyemprotkan parfumnya ke boneka itu agar selalu memiliki wangi yang sama dengan tubuhnya.

Matanya murung menatap mata cokelat boneka beruang. Bayang-bayang wajahnya terpantul di tatapan boneka beruang di hadapannya. Besarnya hampir sama dengan tubuh Kelly. Hanya saja boneka itu lebih lebar daripada tubuhnya. Ia masih bersyukur bahwa ia tak segendut boneka beruang.

Alena sudah menyadari ketidakberesan dari sahabatnya itu. Tidak punya pacar malah galau, itulah yang dipikirkan Alena terhadap Kelly. Tangannya sesekali menekan tuts piano di kamarnya. Melodi yang lambat cocok untuk suasana hati Kelly saat ini.

"Kamu itu tidak punya pacar saja galau, apalagi kalau punya pacar," protes Alena sambil melihat jemarinya menari di atas tuts piano.

Lirikan mata Kelly bergeser pada Alena yang sedang membelakanginya. Nadanya terdengar rendah saat berusaha mengucapkan sepenggal kalimat. "Kenapa itu bisa terjadi, Alena? Padahal dia sudah ada."

Alena menghela nafas. Ia benar-benar prihatin atas nasib gadis yang satu ini selama setahun terakhir ini. "Dia bukan Nathan yang dulu, Kell. Bukan Nathan yang bisa kamu ajak ke sana ke mari untuk main comberan seperti dulu. Dia sudah besar." Nada yang ditekan Alena sedikit sumbang saat di akhir kalimatnya.

"Setidaknya dia itu harus peduli sedikit padaku. Mengingat kami pernah dekat sekali waktu itu. Ini tidak ...," balas Kelly dengan emosi.

Alena tertawa. Tingkah Kelly benar-benar tidak beres. Setahunya Kelly adalah perempuan yang tidak pernah peduli dengan soal laki-laki. Namun, sekarang ia menjadi Kelly yang berbeda. Ia mendekati Kelly dan merebut boneka beruang yang sedari tadi dipukuli Kelly setiap dirinya berbicara.

"Orang bisa berubah selama bertahun-tahun, Kell. Termasuk Nathan sendiri. Dan kamu bukanlah pacarnya atau someone spesial yang harus dia pedulikan setiap harinya," kata Alena saat mendekat.

"Aku someone spesial-nya Nathan. Aku sahabatnya," balas Kelly. Ia tak ingin kalah.

Alena memasang senyum mencurigakan kepada Kelly. Kelly menaikkan alisnya saat melihat itu. Alena berjalan menuju pianonya kembali. "Kamu suka dia. Sudah, itu saja intinya.".

"Aku tidak─"

"Kell, kamu suka dia. Dan aku udah melihat itu sejak lama," balas Alena dengan meyakinkan. Ia dengan cepat menyimpulkan agar tidak lagi mendengar kegalauan Kelly mengenai Nathan.

Kelly menarik Alena ke kasur lalu menghempaskan bantal guling ke tubuh Alena. Alena yang tak senang ikut membalas serangan bantal Kelly. "Alena, jangan bikin rumor yang tidak-tidak," protes Kelly.

"Setidaknya kamu masih sekelas dengannya untuk kelas sebelas. I think it's possible," balas Alena.

"Alena!"

***

Kelly VannesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang