14. Mengandung Kenangan (2)

340 18 0
                                    

14. Mengandung Kenangan (2)



Pekatnya malam lengkap dengan bintang-bintang yang tersenyum di bawah naungan sinar rembulan. Samar-samar lampu sorot dari pameran seni di Lapangan MTQ Kota Pekanbaru berjejak di awan yang gelap. Dingin sedikit mencekam, sepeninggalan hujan yang mengguyur sepanjang siang. Kemeja tipis yang Kelly hanya sedikit memberikan kehangatan baginya.

Suara pintu mobil terdengar, pertanda Felix selesai memarkirkan mobilnya. Pria sipit itu berjalan menuju Kelly yang tengah berlipat tangan karena kedinginan. Tampak ia mengalungkan kamera yang sedang ia bawa. Felix memang tak bisa lepas dari kamera kesayangannya. Apalagi di saat yang seperti ini.

Suara jepretan pertama kamera milik Felix terdengar. Cahaya flash terlihat membekas di sekitar. Kelly yang tak sadar langsung menoleh kepadanya. Dirinya menunjuk Felix dengan ujung telunjuk. "Aku bakal jadi model kamu malam ini. Kamu boleh fotoin aku sepuasnya. Tapi, yang bagus."

Felix tersenyum simpul tatkala melihat telunjuk itu mengarah padanya. Sesuatu ia dapati dari ketidakberesan yang terjadi dengan Kelly. Tangan wanita itu melipat tak biasa. Bibirnya merapat menahan sesuatu. "Kamu kedinginan? Aku bawa sweater di dalam," ucap Felix.

"No, Thanks. Aku baik saja, kok," jawab Kelly sambil membuang wajah

Mereka berjalan menembus kerumunan manusia yang antusias dengan berbagai pameran seni yang ada. Berbagai macam seni dipamerkan dan ditampilkan. Mulai dari lukisan, fotografi, musik, kesenian tradisional lokal, dan bahkan komunitas stand up comedy setempat ikut meramaikan festival seni terbesar di Pekanbaru.

Musik Melayu mulai terdengar di saat Kelly dan Felix memasuki salah satu tenda raksasa yang dijadikan tempat berbagai stand komunitas seni berkumpul. Terdengar mendayu-dayu bagai menyambut kedatangan para bangsawan. Tepat di awal-awal mereka melangkah─berisikan stand kesenian melayu─warna kuning mendominasi warna yang ada. Warna kuning memang menjadi lambang dari budaya Melayu.

Langkah mereka sejajar, bahkan hampir bersentuhan tatkala tangan mereka ikut diayunkan. Rasa gugup dan kaku tak menjadi halangan mereka untuk saling berdekatan. Sesekali Kelly melirik kepada Felix yang sedang berkutat dengan kameranya. Sebelah matanya memicing untuk mendapatkan gambar yang sempurna

"Kell, coba kamu pakai topi itu," pinta Felix sambil menunjuk topi handmade yang terbuat dari daun pandan kering.

"Oke, aku belum coba apa-apa di sini."

Tangannya meraih salah satu topi yang dipajang. Sedikit lebar, tapi masih terlihat manis. Cocok dengan wajahnya yang mungil. Kelly menyilangkan kaki dan membuang tatapannya jauh dari kamera. Senyumnya melebar, menunggu suara jepretan kamera berbunyi.

Di balik lensa kamera, Felix dengan jelas melihat garis senyum Kelly. Sekian detik ia tak kunjung menekan tombol jepretan pada kamera. Kameranya fokus pada wajah Kelly yang tengah mempertahankan senyumnya. Entah mengapa ia terasa terhipnotis oleh wajah wanita itu, seakan terasuki oleh kolaborasi keindahan matanya dan senyuman yang manja. Tertusuk oleh aura kecantikan hingga menyalipnya untuk tak bergerak.

Seketika ia sadar dari imaji sesaat. Jemarinya menekan tombol jepret pada kamera. Kepalanya terlihat memereng untuk memastikan foto itu benar-benar sempurna. "Good, kamu lucu di sini."

Kelly mendekat dengan cepat. Tangannya meraih kamera dari tangan Felix.

"Aku tidak mau tahu, kamu harus cepat-cepat kirim semua fotoku yang kamu ambil," kata Kelly sambil melempar senyum. "Kamu berbakat jadi fotografer."

Felix tertegun. Wanita itu baru saja memujinya. Pipinya memerah dan memanas perlahan. Pujian itu seakan menekan saraf-saraf sensitifnya. Belum ada orang lain yang pernah memuji karya-karya dari jepretan kameranya. Perlahan tapi pasti, ia membalas senyuman Kelly. Ia tak bisa menyembunyikan wajahnya yang merah.

Matanya menghindari tatapan Kelly yang langsung menuju padanya. "Ah, bisa saja."

Langkah Kelly menuntun Felix untuk mengikutinya. Ia terlihat antusias dengan semua yang ada di pameran seni. Felix hanya mengikutinya dari belakang. Sungguh dirinya tak bisa menahan matanya dari Kelly. Terlalu mahal untuk dilewatkan, terlalu sayang untuk dibuang. Beruntung Alena membatalkan rencana untuk ikut bersama mereka hingga Felix memiliki waktu berdua dengan Kelly.

Rambut Kelly tergerai dan bergoyang seiring gerakan langkah kaki. Kemeja dengan bawahan jeans yang ia kenakan tampak manis dengan tubuh moleknya. Sesekali ia menunjuk sesuatu yang menarik perhatiannya dan memberitahukanya kepada Felix. Felix tersenyum ringan sambil mengikuti langkah Kelly dari belakang.

Mereka menepi di stand pameran kebudayaan Jepang. Ada beberapa cosplay anime yang menyambut mereka. Berpenampilan nyentrik, persis seperti karakter anime yang sedang ia kenakan. Kelly berkeliling melihat apa saja yang sedang dipajang.

Ia mengambil salah satu bando kelinci dan meletakkan di kepala Felix. "Kamu coba pakai ini, Felix."

Felix menunduk menyambut tangan Kelly yang menyentuh rambutnya. Dirinya menyipit saat helaian rambutnya tersentuh oleh jemari Kelly.

"Kak, fotokan kami sebentar, ya?" pinta Kelly sambil menarik tangan Felix ke salah satu spot foto berlatar belakang Gunung Fuji. Tak perlu basa-basi, Kelly langsung mengandeng tangan Felix. Senyumnya melebar menunggu aba-aba untuk difoto.

"Satu ... dua ... Tig─" Wanita itu melihat Felix yang memasang ekpersi tegang di wajahnya. Felix tidak mampu menyembunyikan wajah gugupnya karena telah disentuh oleh Kelly. "Ini, abangnya terlihat tegang sekali sama pacar sendiri, ya?"

Tatapan mereka langsung beradu membentuk tanda tanya besar. Kelly tertawa kecil, tidak dengan Felix. Ia menaikkan alis sambil menatap aneh.

"Tidak, Kak. Kami hanya berteman," kata Felix.

Wanita itu mengangguk lalu kamera berbunyi. Kelly melepas gandengan tangannya di lengan Felix. Ia cepat-cepat melihat hasil jepretan foto mereka di kamera.

"Wah, bagus banget, Felix," kata Kelly kegirangan.

"Iya, dong. Fotonya sama pria tampan sepertiku," balas Felix dengan sedikit menggoda. Ia menggerakkan kepalanya ke arah jalan keluar. "Cari makan, yuk."

***

Kelly VannesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang