"Maklumin Aja Namanya Juga Orangtua Lagi Suka Mencari Kesenangannya Sendiri."
********
Semua ini karena Kabisat!
Nggak mau tahu, semesta harus mengutuk dia jadi kodok. Gara-gara dia yang semalam memaksa aku untuk menemaninya streaming film Thailand yang judulnya Suckseed hanya demi mengetahui betapa gantengnya Kao Jirayu yang dipuja-puja oleh gebetannya, aku jadi telat! Akibatnya, aku baru sampai di sekolah jam setengah delapan.
Jelas. Gerbang kebesaran Bina Bangsa itu sudah ditutup rapat semenjak jam tujuh, tanpa ada menit bahkan detik yang terlewat sedikit. Kabisat cuma bisa bilang "yaelah bolos sekali nggak bakal bego" tapi bagiku ada alpa di semester kali ini tuh benar-benar nggak pernah terbayangkan.
Kabisat sih enak, kuliahnya lagi jam siang. Lah aku? Emang ada anak SMA yang masuknya siang?!
"Pak, ish saya pertama kali telat masa nggak ada toleransi."
Dan di sini aku sekarang. Memohon belas kasihan Pak Abidin sang Penjaga Pos Satpam Sekolah untuk membukakan gerbang agar aku bisa masuk.
Pak Abidin menggeleng. Membuat kumis tebalnya ikut bergoyang. "Sejak kapan Bina Bangsa ada toleransi untuk siswa yang telat sih Neng?"
"Ya, setidaknya saya telat itu nggak direncanain. Saya bangunnya kesiangan tadi itu."
"Hampura atuh Neng."
Aku berdecak. "Ya udah deh Pak. Maaf juga tadi saya rada maksa."
Pak Abidin mengacungkan ibu jarinya. Sehabis itu Bapak-bapak berkumis itu kembali membaca korannya dan sesekali menyeruput kopi hitam yang ada di depannya. Enak banget hidupnya Pak Abidin, mau masuk ke gerbang kapan aja bebas, ya iya, orang dia yang memegang kuncinya.
Nggak kayak aku, yang harus nunggu Pak Abidin datang ke sekolah baru gerbang dibuka. Terus kalau telat masuk, mana mau dia bukain gerbang dengan segenap hatinya.
Luna : Telat lo?
Whatsapp dari Luna masuk. Aku berdecak kesal.
Me : Iya, knp? Masalah buat lo
Luna : Hari ini UH lhoo.
Me : Bodo, udah sering gue UH, ampe bosen.
Tidak ada balasan lagi dari Luna. Mungkin sekarang UH sudah berlangsung. Aku mengamati sekitar. Beberapa kendaraan terlihat melaju dengan kecepatan sedang. Agak sepi dari satu jam yang lalu, soalnya sekarang itu sudah bukan lagi jam berangkat kerja atau sekolah.
Aku melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku. Hampir jam delapan. Mau ke mana lagi aku sekarang? Nungguin pintu gerbang dibuka? Nanti, jam tiga saat Bina Bangsa sudah membubarkan muridnya. Pulang ke rumah? Males banget, ketemu muka Kabisat yang pasti akan menertawai nasibku hari ini.
Abang biadab!
Akhirnya aku menyerah. Mataku menatap Abang-abang penjual kue rangi. Aku mendekat, lumayan untuk mengganjal perut yang daritadi pagi belum keisi apapun.
"Bang, kue ranginya satu ya?" pintaku sambil duduk di salah satu kursi plastik yang sudah disediakan.
"Siap, Neng."
Suara bising dari klakson kendaraan seakan menemaniku dalam aksi bolos terpaksa pagi ini. Getar-getar di saku rok milikku terasa. Pasti nih, ada yang nyepam di salah satu grup WA.
Kelasnya Zaky. [8.02]
Rudi : Woyy, budeg sem... (200)Aku mendengus. Pasti mereka sedang ribut di grup masalah mencari contekan. 200 ur coba, kejadian apalagi selain meminta contekan atau gosip klub bola yang bisa membuat grup itu ramai? Nggak ada!

KAMU SEDANG MEMBACA
Esok
Teen FictionAku yakin, saat aku menyukainya aku tidak sedang mengalami penyakit Skizofrenia. Karena untuknya terlalu indah jika hanya dijadikan khayalan semu semata. Dia, lelaki yang aku juluki 'Si Pemberani' hanya karena membentak balik Kakak OSIS yang memang...