E N A M B E L A S

50 6 0
                                    

"Nggak Bakalan Ada Di Dunia Ini Cinta Yang Instan Dan Secepat Itu."

********

Aku menatap nanar ke arah bawah. Melihat bagaimana kakiku terbungkus oleh converse milik Kabisat yang kalau aku lari-larian bakalan menganga. Nasibku jelek sekali hari ini. Beda dengan cuaca Jakarta yang sedang bersinar cerah. Dasar nggak adil! Bagaimana aku bisa sesial ini di saat Jakarta sedang sangat enak diajak berkompromi.

Seperti ada cairan perasan lemon yang menetes di sebuah luka menganga. Perih. Hatiku pun begitu. Mengingat flat shoes kesayanganku yang biasanya kupakai untuk sekolah telah hinggap di pekarangan rumah tetangga. Adalah Kabisat, dalang dari segala masalah ini. Jadi, semalam itu kami bercekcok, tentang siapa yang telah menghabiskan stok mie instan juga sosis di kulkas. Mama mulanya menuduhku yang katanya aku itu suka lapar kalau tengah malam. Tapi diriku menolak pengakuan yang Mama buat, aku nggak merasa kalau malam itu aku makan mie secara diam-diam di dapur. Makanya, aku menuduh Kabisat. Biasanya Abangku satu itu memang suka megfitnah Adiknya sendiri, padahal sebungkus mie yang telah dimasak itu masuk ke dalam perutnya.

Kami bertengkar. Kabisat mengatai jika aku, Adik yang tidak tahu diri. Seenaknya menuduh Kabisat yang lagi pusing mengerjakan skripsi. Aku tidak terima. Langsung kubalas amukan dari Kabisat dengan membanting miniatur iron man yang dibelinya susah payah. Kabisat murka. Dia berlari ke arah rak sepatu dan mengacungkan tinggi-tinggi flat shoes hitamku tersayang. Wajah Kabisat mengeras, dia membentakku terlebih dahulu sebelum melangkah dengan cepat ke halaman belakang dan melempar flat shoes ke pekarangan rumah tetangga yang kosong.

Semalaman itu aku menangis. Dua jam disidang oleh Papa di ruang kerjanya. Akhir dari pertengkaran itu aku dan Kabisat berpelukan dengan aku yang masih sesegukan sambil mengguman kata maaf.

Dan pagi ini, dengan sangat baik Kabisat meminjamkan sepatu converse zamab SMP miliknya ke aku. Kabisat ikhlas. Aku nggak. Kenapa juga sepatuku yang hitam satu lagi seperti hilang ditelan bumi.

"Lo ada masalah sih Lus?"

Kepalaku menggeleng. Aku benar-benar sedang berada di mood terendah. Bawaannya pengin marah-marah terus. Karena itu aku mendiamkan pertanyaan Esok yang sedang berjala di sampingku.

Persisnya aku dan Esok sedang bermain di mall. Sebagai ungkapan maaf dari Esok tentang kejadian di mana Esok menolakku tanpa aku menjelaskan tentang cintaku padanya. Waktu itu aku memberikan alibi tentang aku yang sedang sakit perut, makanya aku pulang duluan. Untungnya Esok percaya.

Tangan Esok membuka pintu kaca salah satu makanan junk food yang terletak di mall ini. Cowok itu tadi bilang padaku, jika perutnya sedang rindu dengan potongan-potongan kulit ayam yang renyah dan lembutnya daging ayam.

Esok melenggang pergi ke kasir, memesan menu makan sore kami. Sedangkan aku pergi ke salah satu meja yang berda di pojok ruangan. Serius deh, aku lagi dalam keadaan ingin membisu. Malas berbicara dengan siapa pun. Nggak kok, aku nggak lagi sedang PMS yang katanya selalu bisa membuat cewek beruah jadi kayak macan. Lusa biasa dengan Lusa sedang PMS tidak pernah ada yang beda. Cuma yeah, hari ini kayaknya aku nggak ditakdirkan untuk bersenang-senang.

"Makan dulu, nanti kalau lo sakit, yang nyakitin gue siapa?"

Aku tahu Esok cuma bercanda. Aku hanya mendengus menjawabnya, mengambil alih satu buah gelas cola dari nampan yang tadi dibawa Esok. Segarnya ... sesaat cairan berwarna hitam yang sudah terkontaminasi dinginnya es batu mengalir melewati tenggorakanku.

Puas dengan minum cola, aku mulai mencomoti kulit-kulit ayam yang crispy, kayaknya kulit itu dari tadi memanggil gairahku untuk segera melahapnya. Dan ini adalah waktunya, aku memejamkan mata, kulit ayam yang sudah dibaluri tepung itu memang makanan terenak kalau lagi galau. Bunyi kriuk-kriuk di tiap gigitannya membuat rasa gundah gulana tadi yang berhasil melumpuhkan mood-ku hilang bergitu saja.

EsokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang