"Kaylusa! Hei! Astaghfirullah! Lo menjelma menjadi putri budeg sekarang?"
Telingaku menangkap suara pintu kamarku yang dibuka dan disusul suara heboh dari seseorang yang sepertinya kukenal dengan jelas. Aku tidak bergerak. Aku masih tetap dalam posisiku sejak tadi malam. Meringkuk seperti janin, menghadap ke arah tembok dan setia memeluk guling.
Rentetan masalah semalam membuatku lelah. Yang aku ingat, hanyalah bisikan suara Esok terakhir kali sebelum aku benar-benar jatuh ke alam mimpi. Sempat aku berpikir, jika kejadian naas semalam adalah mimpi burukku. Tapi saat aku keluar kamar dan sama sekali tidak mendengar teriakan Mama juga suara Papa dan Kabisat seperti biasanya, aku tersadar, jika malam tadi bukan sebuah bunga tidur.
"Woooy! Jangan tidur mulu napa. Entar kalau kebablasan 'kan ngeri."
Ada pergerakkan dari arah kananku. Dan aku yakini itu adalah Rumi, sepupuku yang seumuran denganku.
"Jangan nganggu gue Rumi."
"Buseeet! Nggak kebalik tuh? Yang ada dengan sikap lo yang masih kayak gini itu makin-makin nganggu gue tau nggak? Pasti gue nggak bakalan boleh pulang sama Nyokap gue sebelum Lusa si Ponakan Tersayangnya kembali ceria," kata Rumi, nadanya seperti orang kesal. "Wake up girl! Masalah itu untuk dihadapi bukan dihindari."
Perlahan tubuhku bergerak menjadi telentang. Mataku menatap langit-langit kamarku dengan sedikit buram. Tangisanku tadi malam meninggalkan satu jejak di mataku. Bola mata yang memerah dan kelopak mata yang seolah membengkak. Hih, Mengerikan!
"Tukeran posisi sama gue yuk? Lo pasti bakalan ngelakuin yang sama apa yang sekarang gue lakuin."
Rumi tertawa mengejek. "Kalau lo lupa, gue lebih kesian dari lo. Elah, orang tua gue pada selingkuh. Nyakitin gue sama Bintang bertahun-tahun. Yakin masih mau tukeran sama gue?"
Kepalaku menggeleng keras. Seandainya aku ada di posisi Rumi pasti aku lebih memilih untuk tenggelam dari bumi ini bagaimanapun caranya. Sekali pun dengan cara yang keji. Perempuan yang sedang senyum mengejek di depanku ini, hidupnya lebih drama daripada sinetron di TV.
"Tapi 'kan udah rujuk lagi sekarang," balasku masih mencari alasan.
"Ya dulu? Gimana tuh?" Rumi malah bertanya balik, membuatku mau tidak mau menuntut otak untuk memutar memori beberapa tahun yang lalu.
Saat aku dan Rumi kelas empat SD Ayah Rumi juga Bundanya memang sedang mempunyai masalah berat. Mereka berdua berselingkuh, entah pikiran mereka dulu berada di mana, Ayah juga Bundanya Rumi seolah lupa kalau mereka sudah mempunyai dua orang anak yang seharusnya mereka tuntun dan beri kasih sayang. Perselingkuhan itu berakhir pada saat Rumi dan Bintang yang hampir saja bunuh diri waktu Rumi kelas satu SMP. Dan sekarang, keluarga Rumi sedang berusaha menjadi keluarga harmonis seperti dulu lagi yang menjungjung tinggi cinta dan kasih sayang.
"Lusa, lusa, dengan masalah yang belum pasti aja lo udah kayak gini? Gimana kalau si Kabi benar-benar pemake lo bisa stress kali ya?"
"Rumi! Lo bayangin kalau Bintang seperti Kabi. Perasaan lo gimana?"
"Gue? Oh, kalau gue pastinya biasa-biasa aja gue nggak percaya dengan sebuah tuduhan yang belum sama sekali ada kebenarannya. Kalaupun emang si Bintang begitu, gue bisa apa? Gue bukan Tuhan yang bisa mengganti takdir seseorang. Mungkin aja Bintang khilaf? Kalau-kalau lo lupa manusia itu nggak luput dari dosa. Nantinya, kalau Bintang di penjara, dia bakalan kapok sendiri ini. Udah gede kali mereka, udah tau apa yang harus ditanggungjawabin karena ulahnya."
Ucapan Rumi panjang kali lebar itu membuatku termenung. Oke, aku memang masih teguh pada pendirianku tentang Kabisat yang tidak mungkin memakai obat-obatan terlarang. Karena aku juga tahu, secowok-cowoknya Kabisat dia itu adalah orang yang paling takut dengan obat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Esok
Teen FictionAku yakin, saat aku menyukainya aku tidak sedang mengalami penyakit Skizofrenia. Karena untuknya terlalu indah jika hanya dijadikan khayalan semu semata. Dia, lelaki yang aku juluki 'Si Pemberani' hanya karena membentak balik Kakak OSIS yang memang...