(17) Kantin

455 27 2
                                    

Eva menyesap tehnya yang sudah tak hangat lagi. Mungkin, memikirkan Arel hanya membuat hatinya semakin sesak.

Helaan napas terdengar darinya. Ia kembali teringat kejadian akhir-akhir ini.

Ia sering bertengkar dengan Arel hanya karena ingin menunjukkan bahwa ia sudah move on. Seperti menghubungi Akbar di depan Arel, mengajak Akbar makan di kantin bersama Arel dan Fasya.

Tunggu ... Fasya?

Iya. Gadis itu kerap bersama Arel. Seakan menggantikan posisi Eva dulu.

"Apa sih? Gangguin gue mulu lo." Eva mencibir, bagaimana tidak, daritadi Arel berlarian di kelas seperti orang gila sambil meneriakkan nama Eva. Ditambah dengan embel-embel jelek.

"Eva jelek! Eva jelek!" Hal itu terus-menerus mendengung di telinga Eva. Bukannya marah, gadis itu malah bahagia. Seakan tak pernah ingat bahwa Arel telah mencintai gadis lain selain dirinya.

"AREL BERHENTI NGGAK?!" teriak Viona secara kasar. Sepertinya Arel telah membuat ketua kelasnya marah. Oh tidak, Viona lebih tepat dipanggil singa daripada ketua kelas.

Arel duduk di bangkunya kembali sambil menetralkan napas. "Gue mau berhenti kalo ntar Eva mau gue ajak ke kantin." Alisnya naik turun, matanya menatap Eva.

Eva menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Dih, ogah! Gue ntar mau makan sama Akbar," ucapnya dengan cuek. Padahal ia sangat berharap dapat makan satu meja dengan Arel. Seperti dulu.

Arel mendengus. Tangannya terlipat di depan dada. "Ya udah! Gue juga mau makan sama Fasya," ujar Arel dengan enteng disertai lidahnya yang memelet keluar, mengejek Eva.

Eva memutar bola matanya malas. "Terus ngapain ngajakin gue tadi? Kalo emang akhirnya lo bakal ngajak Fasya?"

Arel menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Benar juga apa yang dikatakan gadis itu. Eh tidak. Maksud Arel, itu tidak benar. Ia hanya iseng tadi. Iya, Arel memang iseng. Siapa tau dari keisengannya tadi, ia mendapat hadiah. Seperti makan di kantin bersama mungkin?

Ah lupakan masalah itu! Arel kan sudah move on.

Tolong jangan ejek Arel.

"Ya.. ya gue kan cuma pengen ngajak lo. Siapa tau lo mau bayarin gue makan," ucapnya dengan sedikit terbata. Ia berpikir sebentar, topik pembicaraan apa yang harus ia ambil agar bisa terus berbicara dengan Eva. "Ah iya, hari ini lo ulang tahun kan? Siapa tau gue bisa ditraktir gitu." Senyumnya kembali mengembang.

Eva memutarkan bola matanya malas untuk yang kedua kalinya. "Ultah gue masih lama woi. Ngaco lo," katanya sambil terus menulis catatan tanpa mempedulikan ekspresi Arel.

Arel mengernyitkan dahinya. Mengapa wanita selalu benar? Entah untuk yang keberapa kalinya, omongan Eva memang benar. Ulang tahunnya masih satu bulan lagi. Dasar Arel yang bodoh, pikirnya.

Satu yang Eva tak tahu.

"Duh, tinggal satu bulan lagi berarti," gumam Arel pelan pada dirinya sendiri.

MasihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang