(15) Kafe

433 24 0
                                    

"Hei, udah ketiga kalinya lo ngelamun," kata Akbar, "apa lo mau berdiri di sini terus kaya orang ilang?" tanyanya lagi.

Sontak Eva menggelengkan kepalanya. Oke, ini kan juga salah dia, mengapa ia masuk ke dalam pikiran Eva?

"Ya udah ayo masuk." Lengan kekar Akbar menggamit lengan gadis itu tanpa mempedulikan reaksinya.

Didorongnya pintu kaca itu. Pandangannya menatap seisi kafe yang penuh dengan ornamen pepohonan, lampu berbentuk pohon, dan beberapa meja berbentuk hati. Pengunjung yang datang silih berganti juga tidak mengurangi konsep hijau kafe ini.

"Eh itu mereka udah dateng," ucap Arel pada Fasya yang tengah duduk di sebelahnya.

"Hei bro!" Arel dan Akbar saling ber-highfive ria, layaknya tak bertemu sekian tahun.

"Kalian udah kenal Fasya kan?" tanya Arel tiba-tiba sambil menatap Akbar dan Eva.

"Gue udah," ucap Eva yang tengah bingung harus memberikan ekspresi apa.

Senang? Tidak, hatinya masih terasa sakit.

Sedih? Tidak, itu menunjukkan Eva yang terkesan gagal move on.

Datar? Nah, sepertinya itu ekspresi yang cukup tepat.

Akbar tersenyum tipis. "Gue belum. Pacar lo?" Tangannya menjabat tangan Fasya sebentar lalu keduanya saling mengucap nama.

"Eh duduk. Ngapain berdiri mulu?" Arel terkekeh sebentar.

Oh sepertinya Arel melewatkan satu pertanyaan Akbar tadi.

Sekarang mereka berempat sedang duduk di dalam kafe. Dan . . . mengapa Eva sekarang bingung? Apa yang harus ia lakukan agar Arel cemburu? Apakah nantinya hal itu hanya sia-sia? Apakah ia akan salah besar karena melibatkan Akbar dalam masalah ini?

"Kamu dulu mantannya Arel kan?" tanya Fasya yang sedang mencoba memecah keheningan dengan pertanyaan yang malah membuat suasana canggung.

Eva menatap Fasya dengan ragu. "I.. i..ya. Emangnya kenapa?"

"Nggak apa-apa sih. Aku cuma mau nanya aja," ucapnya lembut. Menurut Eva, gadis ini tipe gadis feminim, lembut, dan anak yang gemar pergi ke salon.

Hal itu dapat dilihat dari penampilan rambutnya yang selalu update sesuai trend. Berbeda dengan Eva yang hanya menyisir rambutnya jika akan keluar rumah. Rambut Eva saat bangun tidur tidak jauh beda dengan rambut singa.

Netra milik Arel dan netra milik Eva saling bertemu. Pandangan mereka seakan terkunci.

Ini aneh. Rasanya sama seperti saat pertama kali mereka bertemu.

MasihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang