TYB #1

20.3K 883 43
                                    

"Bikinin susu jahe dong. Kayanya gue masuk angin nih."

Lintang yang sedang sibuk membacai status teman-teman facebook-nya memutar bola mata usai suara itu masuk ke indra pendengarannya. Tak perlu menoleh ke belakang, Lintang sudah tahu pasti itu suara milik siapa. "Bikin sendiri. Lo gak liat apa gue lagi sibuk gini." Lintang pun kembali pada aktivitasnya yang sempat terhenti karena Bintang.

"Lo tuh, ya. Mentang-mentang pada gak ada di rumah, seenaknya aja lo giniin gue," sahut Bintang jengkel.

Kesal dengan balasan Bintang, Lintang membalikkan badannya. "Lo tuh yang nyebelin. Orang dapur jaraknya deket banget, pakek nyuruh-nyuruh gue segala," balasnya.

Bintang pun hanya bisa menahan kesabarannya sambil memandang Lintang yang sibuk bermain ponselnya.

Sikap Lintang itu memang begitu kalau Robi--ayah mereka lagi gak ada. Padahal Robi sudah jelas pesan pada Lintang harus selalu menjaga Bintang.

Bintang memang harus di jaga karena kaki anak itu lumpuh. Gak bisa berjalan lagi seperti sedia kala. Kemana-mana pun harus bergantung pada kursi roda dan orang lain.

Bintang bisa lumpuh seperti itu berawal karena kecelakaan yang dialaminya kurang dari setahun yang lalu. Pada saat itu Bintang tak sengaja menabrak tiang listrik di pinggir jalan saat melakukan aksi balap liar bersama anak satu sekolahnya juga.

Bintang mengalami luka parah pada bagian kaki dan kepalanya, yang sempat juga membuat cowok itu koma dalam seminggu. Tapi, beruntunglah cowok itu bisa buka mata kembali meski harus mendapat kenyataan pahit pada kakinya itu.

Saat Bintang kesal pada Lintang, Lintang sendiri diam-diam menyeringai sambil menunggu-nunggu saudara kembarnya itu keluar dari kamarnya. Beberapa detik kemudian yang diharapkannya pun terwujud. Bintang telah keluar dari kamarnya bersama kursi rodanya. Lintang kemudian membalikkan badan dan tersenyum senang. "Rasain lo," cibirnya pada Lintang yang padahal sudah tak terlihat.

Lintang begitu terlihat puas memperlakukan Bintang barusan. Tega saja Lintang padanya, orang kelakuan Bintang aja nyebelin banget. Apalagi dulu.Ngomong-ngomong apa yang terjadi barusan, hampir sama kaya yang terjadi dulu. Jadi flashback 'kan.

Malam itu Lintang sedang sibuk-sibuknya untuk belajar sebab minggu depan adalah hari dimulainya ulangan kenaikan kelas. Dirinya ini menargetkan masuk 3 besar, makanya ia mati-matian untuk belajar.

Lintang bertekad seperti itu karena ingin memenuhi keinginan ayahnya. Lintang juga pengen kali kaya Bintang yang sering dipuji-puji ayahnya sama dibeliin motor karena selalu dapat rangking satu di kelas. Biar Bintang anaknya nakal banget, tapi otak dia tuh encer banget.

Ayah mereka pernah menjanjikan, siapapun yang bakal masuk rangking 3 besar akan dapat hadiah darinya. Dan karena Bintang udah pinter dari TK, tuh anak jadi sering banget dapat hadiah. Sedangkan dirinya yang gak pernah bisa masuk 3 besar cuma bisa mandangin kegembiraan Bintang saja. Ngenes.

Saat Lintang masih belajar, Bintang tiba-tiba masuk kamarnya bersama wajah lelahnya. "Bikinin gue cappuccino dong," pinta Bintang, lalu menjatuhkan diri di kasur empuk Lintang.

Lintang tak secepatnya membalas ucapan Bintang. Cowok itu malah menatap arlojinya. Di sana Lintang tahu sekarang sudah pukul 20:00 WIB. "Gila! Udah jam delapan."

Lintang kaget. Tentulah. Bintang itu belum pulang dari sekolah, dan pulang-pulang udah jam segini saja. Berani banget. Sayangnya, Robi sama Ria sedang ke luar kota.

"Mumpung mereka lagi gak ada." Bintang ketawa-tawa di belakang.

"Gue laporin ke Ayah sama Bunda tahu rasa lo," gereget Lintang setelah menoleh ke belakang.

"Laporin aja," balas Bintang santai. "Gak bakalan percaya mah mereka sama lu."

"Bisa," ucap Lintang mantap. "Pakai video call lah. Gue sodorin aja badan lo yang masih pakek seragam itu." Lintang sudah siap-siap mengambil ponselnya, tapi gerakan tangannya berhenti begitu mendengar balasan Bintang.

"Lakuin aja. Gue bisa cari alesan kok." Lagi-lagi Bintang tertawa menang.

Lintang diam. Bintang 'kan pinter, pasti nanti alasannya bagus dan langsung dipercayai kedua orangtuanya terlebih Robi. Ahh!

"Cepetan bikinin!"

Lamunan Lintang seketika buyar karena seruan itu.

"Ogah! Emang gue pembantu lo apa. Bikin sendiri sana. Punya kaki juga," lanjut Lintang, lalu kembali mengahadap bukunya.

Lintang kemudian bisa mendengar jelas teguran dari Bintang, tapi Lintang masa bodo banget sama orang pemalas itu.

"Oh, lo mau gue beberin rahasia lo ke bokap?"

Lintang membeku.

"Tentang lo yang diem-diem punya cewek."

Seketika itu Lintang menghampiri Bintang dan memukul tiga kali saudara kembarnya menggunakan bantal. "Nyebelin banget sih lo!" Usai mengatakan kata itu, Lintang langsung keluar kamarnya untuk menuruti permintaan Bintang tadi.

Daripada Bintang ember soal dirinya yang diam-diam pacaran ke Robi, mending dituruti aja permintaannya. Bisa mati dirinya kalau ayahnya tahu soal itu. Ayahnya memang melarang dirinya dan Bintang untuk tidak pacaran sampai lulus SMA. Bayangkan saja bila sampai Bintang ember. Sepertinya Robi benar akan membunuhnya.

☆☆☆

Hihi, nyoba nulis cerpen nih.
Ngambil tema persaudaraan. Belum pernah bikin 'kan aku.

O, iya. Aku bilangin di awal nih, ya. Lintang dan Bintang tuh sebenarnya sama aja sifatnya. Sama-sama nyebelin. Dan kalian nanti dibikin emosinya pindah-pindah, haha.

Thank You Brother [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang