"Teknologi kapan bisa lebih canggih lagi, sih?! Gue butuh kursi roda yang bisa terbang tau!!"
Bintang marah-marah di malam hari itu. Cowok itu ingin mengambil sesuatu dari kamar lamanya yang berada di lantai atas, tapi gak ada orang yang bisa membantunya.
Jalan satu-satunya bisa sampai ke sana, Bintang harus digendong seseorang. Lintang dan Robi yang biasanya jadi tukang gendong untuk Bintang. Berhubung Robi belum pulang kerja, tadi Bintang minta bantuan ke Lintang. Tapi, Lintang nyebelin banget. Dia malah belagak gak denger.
Meski kuping Lintang memakai heatsead, tapi Bintang yakin kok Lintang itu denger suaranya. Gelagatnya kelihatan pas tiap Bintang ingin melihat mukanya untuk memperlihatkan dirinya, Lintang gonta-ganti posisi terus. Sengaja banget Lintang biar gak lihat dirinya.
"Kenapa?"
Suara datar itu mengalihkan perhatian Bintang. Anak itu menatap Ria sambil memberengut kesal. "Pengen ke kamar aku yang lama, Nda. Tapi, Lintang gak mau bantuin aku ke atas," adunya sambil melirik Lintang singkat.
Ria juga melirik singkat Lintang usai mendengar pengaduan Bintang itu. "Yang bener kamu, Bin?"
"Iya, Nda," jawab Lintang dengan di akhiri hembusan napas kasar.
Ria hanya menghela napasnya setelah itu. Tanpa pikir lama lagi, perempuan itu menghampiri Lintang yang sedang duduk mendengarkan musik di sofa.
"Lintang!" Ria menyerukan nama anak itu, lalu duduk di sebelahnya.
Karena Lintang gak menyahut, Ria menyerukan nama anak itu lagi ditambah dengan tepukan di bahu. "Lintang!"
Lintang sendiri yang sempat pura-pura gak denger, kali ini harus menoleh ke Ria dan melepas heatsead-nya. "Apa, Nda?" tanyanya sok polos.
"Adeknya kenapa gak dibantuin?"
Lintang melirik singkat Bintang, lalu belagak sedang berpikir. "Emang Bintang nyuruh aku apa, Nda?"
"Gak usah belagak gak tahu deh lo," sela Bintang sambil mendekat bersama kursi rodanya.
"Lo ngomong apa, sih? Gue emang gak ngerasa tuh lo nyuruh gue."
"Alah, alesan aja lo." Bintang menghentikan laju kursi rodanya dan memutar bola mata.
"Gue nggak alasan. Lo nya aja kali yang ngarang cerita."
Bintang seketika menunjuk muka Lintang murka. "Hei, gue nggak ngarang cerita, woi!" ucapnya geram.
"Halah, mulut lo--"
"Sudah cukup!" Ria akhirnya tak diam melihat kedua putranya saling cek-cok.
Setiap hari menemani mereka, pertengkaran seperti itu sebenarnya hal biasa Ria melihatnya. Tapi, biarpun begitu, tetep saja mereka harus diberhentikan.
"Nda, yang bener tuh aku," ucap Bintang sambil menuntun kursi rodanya mendekat.
"Bunda jangan percaya Bintang. Lintang tauk yang bener," sahut Lintang segera.
"Cukup," pinta Ria pelan.
"Nggak, Nda. Lintang boong."
"Bintang, Nda yang bo--'
"Lintang! Bintang! Cukup!" Akhirnya Ria kalah akan kesabarannya. Teriakannya terdengar nyaring dan lantang, mampu membuat sepasang saudara itu langsung mengantupkan bibirnya.
"Masalah kecil aja dipanjang-panjangin," omel Ria. "Kalian kapam sih sehari aja gak berantem," lanjutnya.
Ucapan Ria bikin kompak si kembar merengut terlihat kesal. Ria hanya geleng-geleng kepala samar. Dasar dua anak yang menyebalkan memang.
"Ada apa lagi nih rame-rame?"
Suara Robi, membuat refleks Ria menoleh ke asal suara. "Mereka nih berantem lagi." Perempuan itu membalas pertanyaan suaminya dengan jujur.
Robi tak menggerakkan kakinya lagi. Ia memandangi kedua putranya satu persatu. "Kalian ini ribut aja tiap hari," ucap Robi. "Kalian itu udah gede. Kapan sih dewasanya?" lanjutnya.
Ucapan Robi bukan termasuk bentakan, tapi sukses membuat Bintang dan Lintang menunduk. Mereka itu takut melihat tatap mata Robi yang dingin seperti sekarang ini. Kalau Robi sudah menunjukkan tatapan dinginnya seperti itu, mana berani sih mereka menatapnya.
Dari Bintang dan Lintang masih kecil,--eh, dari mereka baru lahir malah. Robi ini dan istrinya selalu berusaha bersikap adil kepada kedua putranya. Tujuannya satu, agar tidak ada perselisihan di antara keduanya. Biasanya banyak anak kembar yang nggak akur karena ketidakadilan orangtua. Dan mereka gak mau itu terjadi pada Lintang dan Bintang. Namun sepanjang mereka berusaha ini, herannya kenapa anak kembarnya itu tetap bisa seperti ini?
Kurang apa lagi cara mereka mencoba adil ke kedua anaknya itu sejauh ini?
☆☆☆
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You Brother [Complete]
Short Story"Kenapa sih gue ditakdirin punya kembaran senyebelin dia?" -Lintang Rafka Pamungkas- "Kami kapan akur, sih?" -Bintang Rafka Pamungkas- *** #3 in short story 9/11/2017 Cover by @mikishikatoka ❤ T H A N K Y O U , B R O T H E R 2 0 1 7