TYB #13.b

6.2K 520 78
                                    

Ria menangis keras. Robi langsung merengkuhnya dalam pelukan. Mereka baru saja mendapat berita pahit dari mulut seorang dokter yang menangani anaknya. Dia mengatakan kondisi Lintang saat ini kritis. Kecelakaan itu telah mengakibatkan organ hati putra mereka rusak dan harus secepatnya mendapatkan donor bila ingin nyawa Lintang tak terancam.

Tak jauh dari Ria dan Robi berdiri, Bintang memandang mereka dengan kondisi hati yang pedih. Sama seperti mereka, dia juga turut terpukul dengan kondisi saudaranya saat ini.

Bintang menunduk singkat, lalu mengembuskan napas perlahan. Dia menjalankan kursi rodanya, berniat mendekat ke jendela tembus pandang untuk melihat kondisi Lintang di dalam.

Begitu sudah melihat Lintang lewat jendela itu, Bintang terdiam. Matanya tanpa berkedip menatap saudaranya yang terbaring mengenaskan dengan tubuh yang tertempeli banyak peralatan medis di dalam.

Tak lama kemudian, Bintang tiba-tiba tertawa pelan. Dia tertawa, bukan karena senang melihat Lintang seperti itu. Tapi, karena saudaranya itu berhasil bikin dia menangis untuk pertama kalinya ini. Lihat saja, sekarang ada setitik air yang meluncur ke pipi cowok itu. Dan itu sudah sangat jelas membuktikan bahwa Bintang sedang menangis.

Berbeda dengan Lintang yang dari kecil adalah sosok anak yang cengeng, Bintang justru sosok yang kuat soal pertahanan. Dulu, saat baru bangun dari koma saja Bintang sudah bisa tersenyum untuk untuk keluarganya. Terus, saat dinyatakan lumpuh pun, cowok itu masih bisa tegar.

"Lin, lihat." Bintang terkekeh memandang ujung jari telunjuknya yang terdapat setetes air yang baru dia colek dari pipinya. "Gue nangis, Man."

Ya, tentu Bintang merasa lucu. Karena selama ini dia yang sering bikin Lintang nangis-nangis. Sangking seringnya, cowok itu sudah menjadikan itu hobinya. Tangis Lintang juga seperti hiburan untuk Bintang. Habisnya ngakak sih, anak cowok dan udah gede begitu, masa masih aja cengeng. Bukan cuma Bintang, siapapun yang melihatnya pasti juga bakal ngakak.

Lagian sejauh ini Bintang juga gak terlalu keterlaluan. Paling jahat sih saat dia menuduh menyelakai dirinya tiga minggu yang lalu. Tapi, itu nggak masuk permainannya. Sebab dia sengaja melakukan itu bukan karena ingin melihat Lintang menangis, tapi karena takut dimarahi ayahnya.

Bintang menunduk pelan. Dia jadi merasa bersalah lagi gara-gara ingat itu. Dia mengangkat kepala lagi saat teringat sesuatu. O, iya, bahkan dia belum minta maaf dengan Lintang tentang penuduhan itu. Padahal bundanya sudah berhasil membuatnya berjanji segera minta maaf sehari yang lalu.

Bagaimana jika nanti saudaranya itu malah gak akan bangun lagi?

Dan dia jadi nggak punya kesempatan lagi untuk minta maaf.

"Jangan mati, Lin," ucap Bintang setengah berteriak. Matanya terarah sepenuhnya ke Lintang berada. "Gue bahkan belum ngomong terima kasih soal pengorbanan lo buat nyelametin nyawa gue tahun lalu."

Bintang sekarang didera rasa bersalah, cemas, dan takut secara bersamaan. Tiga-tiganya seperti sedang berperang jadi satu di dada, membuatnya merasakan sesak luar biasa di sana.

Bintang memegang kepalanya. Kini tiba-tiba dia merasakan kepalanya ringan dan seperti sedang berputar-putar. Nggak sakit sebenarnya, tapi mampu membuat kesadaran Bintang tiba-tiba menghilang.

☆☆☆

Thank You Brother [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang