"JANGAN NANGIS! AYAH BENCI LIHAT KAMU TERUS-TERUSAN CENGENG KAYA GINI!" teriak Robi.
Sebelumnya Robi sudah marah besar pada Lintang, kini dia makin marah lagi karena melihat anak itu menangis di hadapannya.
"Ayah, balikin kunci motor aku." Lintang menangkupkan tangannya, masih mencoba berusaha agar kunci motornya balik.
Robi merampas kunci motor Lintang dikarenakan anak itu tadi pergi dari rumah. Padahal sudah jelas, dia tidak boleh keluar rumah kecuali pas sekolah.
Saat Lintang baru keluar dari pagar rumah, Robi memergoki Lintang. Tanpa apa-apa lagi, Robi langsung turun dari mobil, mencabut kunci motor anak itu, membawanya masuk ke dalam rumah, dan memarahinya kemudian.
"Gak bisa." Robi menggeleng dan tak mau memberi rasa kasian. "Kunci motor ini tetap Ayah pegang sampai tiga minggu kedepan," tegasnya.
Lintang langsung mendekap kaki Ayahnya. "Ayah please. Aku janji gak bakal ngulangi lagi. Balikin kunci motor aku, Ayah."
Robi menahan emosi di dada. Jika saja yang mendekap kakinya itu bukan anaknya, dia sudah pasti akan tega menendangnya.
"Ya." Robi menatap istrinya dan memberikan sebuah isyarat.
Ria langsung paham apa yang dimaksudkan Robi, ketika ekor mata suaminya bergerak menunjuk Lintang.
"Lintang udah. Lepasin Ayah," tutur Ria setelah berjongkok di samping Lintang. "Cuma tiga minggu aja 'kan? Nanti ke sekolahnya bisa naik motor matic Bunda sementara."
Lintang yang mendengarnya langsung menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gak mau, Bunda," tolak anak itu.
"Lintang!!!"
"Lintang, udah ya." Ria seketika berusaha semakin keras lagi untuk menarik Lintang setelah mendengar peringatan keras dari suaminya.
Dan ... berhasil.
Begitu kakinya sudah terbebas, Robi langsung memutar badan, melangkah ke arah kamarnya.
"Bunda, kenapa Ayah selalu jahat sama aku?!" tangis Lintang semakin keras setelah Robi hilang dari pandangan.
Ria langsung memeluk Lintang. "Ayah gak jahat, Lintang," bantah Ria. "Dia cuma pengen kamu jadi anak yang baik dan jujur. Makanya setiap kamu boong, Ayah selalu ngehukum kamu. Biar kamu kapok dan nggak ngulangin lagi," jelasnya.
"Tapi, kenapa cuma sama aku aja?! Sama Bintang gak pernah, Bunda!" Lintang menatap Ria marah. Tapi, Ria memahaminya sendiri, Lintang itu sedang marah ke suaminya, bukan dirinya.
"Bintang per--"
"Kata siapa gue gak pernah?" potong seseorang dari arah belakang.
Ria yang hafal itu suara milik siapa langsung membalikkan badan, lalu disusul Lintang.
Bintang tersenyum kecil begitu bunda dan saudara kembarnya itu sudah bisa melihat kehadirannya.
Bintang sudah ingin bercerita tentang hukuman berat yang pernah ayahnya kasih kepadanya, tapi tiba-tiba Lintang mendatanginya dengan ekspresi yang menyeramkan bikin dirinya tak mampu untuk menggerakkan bibirnya lagi.
"Semua ini gara-gara elo!" Bersamaan dengan itu, Lintang menonjok Bintang tepat mengenai luka yang ada di pipinya. Ria yang melihat itu langsung memekik.
"Seneng lo sekarang?" Lintang menunjuk wajah Bintang dengan melotot.
Bintang tak berani lagi untuk menatap Lintang, cowok itu hanya menuduk sambil menikmati sensasi perih di pipinya.
"Puas 'kan?" Lintang mendorong kasar kursi roda Bintang sebelum akhirnya berlari menuju tangga tanpa mempedulikan panggilan bundanya.
Sementara Bintang sendiri hanya menunduk dalam sendu. Ia tak marah atas perlakuan Lintang kepadanya barusan ... ya, karena memang itu sangat pantas untuknya.
☆☆☆
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You Brother [Complete]
Short Story"Kenapa sih gue ditakdirin punya kembaran senyebelin dia?" -Lintang Rafka Pamungkas- "Kami kapan akur, sih?" -Bintang Rafka Pamungkas- *** #3 in short story 9/11/2017 Cover by @mikishikatoka ❤ T H A N K Y O U , B R O T H E R 2 0 1 7