Bintang menaburkan bunga di atas sebuah makam. Di situ dia tak sendiri, ada Robi dan Ria yang menemani. Hingga saat ini dia terus menaburkan bunga pada makam itu sampai bunga yang ada dalam keranjangnya habis.
"Nda." Bintang memanggil pelan bundanya ketika bunga yang ada dalam keranjang sudah habis tak tersisa.
Ria langsung bergerak cepat mengambil keranjang kosong itu saat Bintang menyodorkannya.
Bintang sendiri setelahnya tak mengeluarkan suara lagi. Perlahan kepalanya bergerak hati-hati untuk berani menatap batu nisan maķam itu.
Sekarang Bintang sudah bisa menatap jelas nama yang terukir di nisan itu. Hati cowok itu yang sebelumnya sudah dikuasai rasa bersalah, kini semakin merasa bersalah lagi.
"Ini semua gara-gara aku." Bintang tiba-tiba mengucapkan kata itu dengan bibir gemetar.
Mendengar itu Ria membungkuk untuk melihat wajah putranya. "Bintang," panggil perempuan itu sambil menggeleng pelan, "berkali-kali Bunda sudah bilang, adikmu meninggal bukan karena kamu."
"Bunda," panggil Bintang lesu, "tetap itu salah aku. Jelas waktu itu aku main lari aja gak nolongin dia."
Ria sudah tak bisa menahan tangisnya setelah Bintang kembali lagi menyalahkan dirinya atas kematian Sinar. "Justru itu pilihan tepat, Bintang. Kalau waktu itu kamu balik lagi buat nolongin Sinar, belum tentu kamu masih ada sama Bunda sampai sekarang."
Bintang terdiam. Ucapan bundanya itu tak bisa membuatnya berkata-kata lagi.
Anak itu bisa kumat seperti ini karena dua hari yang lalu dia memimpikan kejadian buruk yang pernah menimpanya saat berumur duabelas tahun. Bintang dan salah satu saudaranya pernah diculik orang sampai dibawa keluar kota.
Cerita pendeknya ini berawal dari suatu hari saat pengawasan semua penjahat itu kurang. Waktu itu Bintang dan Sinar berhasil kabur dari rumah di mana banyaknya korban penculikan lainnya dikumpulkan.
Nasib jelek ternyata harus diterima mereka berdua setelah dua hari berhasil kabur. Bintang dan Sinar tak sengaja ditemukan lagi oleh kelompok penjahat tersebut saat kedua anak itu tinggal di salah satu kolong jembatan.
Saat itu keduanya sempat kabur bersama. Tapi, sayangnya Sinar tertangkap. Dia bisa digapai oleh salah satu penculik dan bikin Bintang terpaksa meninggalkannya.
Tiga hari setelah kejadian itu ada satu orang polisi menemukan Bintang. Yang akhirnya membawa Bintang kembali pada keluarganya.
Robi dan Ria sangat bersyukur waktu itu. Namun seminggu kemudian, mereka harus merasakan sakit teramat dalam ketika polisi memberitahukan bila Sinar telah ditemukan dalam keadaan tewas dengan organ jantung hilang. Dan sejak tahu kenyataan itu, Bintang jadi merasa sangat bersalah karena saat itu sempat tak menolong saudara perempuannya itu.
"Udah, Bin." Karena Bintang masih menangis, Ria mendekap erat anak itu dari samping dan menyembunyikan wajahnya di bahu sang anak.
Robi hanya terdiam melihat itu. Tetap menjadi kokoh, biarpun di depannya ini anak dan istrinya sedang menangis sedih.
"Bunda gak mau denger kamu nyalahin diri kamu lagi soal kematian Sinar." Ria melanjutkan perkataannya. "Bunda dan Ayah sudah dari awal ngerti kalau kehilangan Sinar itu takdir. Jadi, jangan kaya gini terus, Bin." Perempuan itu mengusap-usap punggung anaknya.
Sampai sekarang Robi masih terdiam membiarkan anak dan putranya menangis. Tapi, bila lima menit lagi tangis mereka nggak ada yang reda, dia akan segera turun tangan.
Akhirnya lima menit itu telah berlalu. Tanpa harus ditegur, tangis istri dan anaknya itu sudah kompak mereda. "Udah beres 'kan?" tanya Robi datar. "Sekarang balik lagi ke rumah sakit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You Brother [Complete]
Short Story"Kenapa sih gue ditakdirin punya kembaran senyebelin dia?" -Lintang Rafka Pamungkas- "Kami kapan akur, sih?" -Bintang Rafka Pamungkas- *** #3 in short story 9/11/2017 Cover by @mikishikatoka ❤ T H A N K Y O U , B R O T H E R 2 0 1 7