TYB #7.b

5.3K 506 19
                                    

Lintang benar-benar lega setelah mengetahui hasil pemeriksaan paru-parunya hari ini.

Melalui proses CT-scan, dokter memberitahukan bahwa, tidak ada satu jenis penyakit mematikan yang bersarang di paru-parunya. Soal batuk yang dideritanya, itupun ternyata hanya batuk biasa. Tak perlu untuk dicemaskan lagi.

Saat ini Lintang mulai membuka pintu masuk rumahnya dengan tersenyum. Ia sangat amat bersyukur hari ini.

"Kenapa lo? Stress?" tanya Bintang ketika Lintang sampai di ruang tamu. Anak itu nampak heran melihat saudaranya itu senyum-senyum gak jelas.

"Elu yang stres." Lintang membalas perkataan Bintang sinis dan tanpa melirik saudaranya itu.

"Bunda mana?" Lintang sambil celingukan.

"Kamar lo," jawab Bintang malas.

Tanpa berkata lagi, Lintang segera naik ke atas menuju kamarnya.

Begitu sampai di kamarnya, Lintang melihat bundanya sedang duduk di pinggiran tempat tidurnya sedang melipat selimutnya.

Merapikan kamar kedua putranya memang kebiasaan Ria. Mungkin karena mereka laki-laki, jadi pada pemalas dan susah diajak hidup rapi.

Dengan langkah yang dilebarkan, Lintang kemudian duduk di belakang Ria. Lalu, memeluk erat Ria dari belakang. Ria sendiri otomatis kaget.

"Eh, kamu. Udah pulang ternyata," ujar Ria.

"Nda, maafin, Lintang."

"Maaf karena apa?"

Lintang mengeratkan pelukannya. "Ada deh pokoknya," ucapnya sok misterius. Padahal dirinya itu meminta maaf soal hobinya yang diam-diam merokok. Ntah, kenapa setelah mendapat penuturan dari dokter di rumah sakit tadi, mulai sekarang Lintang ingin lepas dari kebiasaan buruknya menghisap rokok.

Kata dokter paru-paru Lintang memang tak berpenyakit, tapi kondisi paru-parunya sudah tak sesehat punya orang yang tidak merokok. Bila kebiasaan merokoknya itu diteruskan, maka penyakit serius bisa saja secepatnya datang.

"Kamu ini, gimana sih?" kesal Ria.

Lintang hanya terkekeh geli. Mana berani kalau dirinya ngaku.

Perlahan Lintang melepas pelukanya pada Ria. Sedetik setelah itu kuping Lintang kembali mendengar suara sang bunda. "Makan sana."

"Nanti aja, Bunda."

Kesal, Ria membalikkan badannya. "Lin, badan kamu kurusan tahu. Kalau makan tuh jangan telat mulu."

"Males ke bawah lagi, Nda," ucap Lintang lesu.

Ria melotot. "Lintang, dibilangin kok." Tangannya terulur menyentil kuping Lintang gemas.

"Aw, Nda," ringis Lintang.

"Cepet ke bawah sana," printah Ria tegas

"Iya-iya, bundaku sayang yang cantiknya ngelebihin princess Syahrini dan Mimi peri."

"Lintang!" seru Ria kesal.

Lintang langsung berdiri dan terlihat menahan senyum. "Jangan marah-marah mulu dong, Nda. Nanti mukanya makin kisut lho."

"Lintang!" Ria berdiri cepat, lalu mencubit lengan Lintang kuat. Perempuan itu paling kesal kalau anak-anaknya menyebutnya sudah tua, walau kenyataannya memang dirinya mulai menua.

"Aduh, Nda. Sakit sakit sakit sakit."

"Syukurin." Ria tersenyum miring.

"Bunda, lepas." Lintang masih terlihat kesakitan. Cubitan dari tangan halus bundanya, luar biasa banget sakitnya.

Merasa cukup puas, akhirnya Ria melepaskan cubitannya.

"Lihat, Nda. Berdarah nih." Lintang menatap luka di lengannya.

"Serius?" Ria ikut menegoknya. "Eh, maaf, Nak," ucapnya setelah melihat luka yang sedikit berdarah di lengan Lintang.

"Yaudah, diobatin, Yuk." Ria menarik pergelangan tangan Lintang, berniat mengajaknya turun ke lantai bawah.

☆☆☆

Mulmed : Lintang

Thank You Brother [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang