TYB #4

7.4K 547 18
                                    

Sore ini Kiki--sahabat satu-satunya Bintang datang menamu ke rumah sahabatnya itu langsung setelah pulang dari sekolahnya. Cowok itu akhirnya mengunjungi Bintang setelah seminggu lamanya tak menampakkan diri.

"Kemana aja lo?" Bintang langsung saja menodongkan pertanyaan itu pada Kiki.

"Sorry. Lagi sibuk banget gue, Man," balas Kiki dengan menahan tawanya.

Bintang mendengus, lalu memalingkan muka. "Sibuk dari Taiwan. Paling juga pacaran mulu lo," tukasnya.

Tepat sekali. Kiki akhirnya ketawa saat Bintang bisa menebak kenapa dirinya lama tak mengunjungi cowok itu. "Tau aja lo." Kiki mencolek genit dagu Bintang, membuat Bintang langsung menatapnya kesal campur jijik.

"Berani nyentuh gue kaya tadi, abis lo, Ki," ancam Bintang.

Kaki Bintang memang lumpuh, tapi tangan Bintang masih bisa lho buat ngancurin muka orang.

"Aduh sabar, Nyuk."

Lagi, Bintang mendengus.

"O, iya. Rokoknya ampir lupa." Kiki mulai melepas tasnya.

Mata Bintang seketika berbinar ketika Kiki menyebutkan kata rokok dari bibirnya. Rasa kesal pada Kiki pun langsung lenyap begitu saja.

Sejak Bintang lumpuh, anak itu memang sering meminta Kiki untuk membelikan rokok tiap datang ke rumahnya.

Bintang mana mungkin bisa beli sendiri. Mau menyuruh orangtua untuk membelikannya? Wah, bunuh diri itu namanya. Bintang memang sudah tiga tahun ini menjadi perokok, saudara kembarnya juga malah. Robi dan Ria belum tahu soal ini.

"Nih, gua beliin dua." Kiki menyodorkan dua bungkus rokok yang baru saja diambil dari dalam tasnya ke Bintang.

"Thanks, Nyet." Bintang menerima dua bungkus rokok itu dengan senang banget. Sudah lama memang rokoknya habis, dan hari ini akhirnya bisa mencicipi lagi.

"Bin, gue pulang, ye." Kiki berdiri dari duduknya sambil cengengesan. Sore ini dirinya ada janji sama pacarnya, jadi gak bisa lama-lama di rumah sahabatnya itu.

"Baru aja lo datang, Ki." Bibir Bintang agak mecucu karena Kiki mau pulang saja. Padahal 'kan dirinya pengen ngobrol-ngobrol panjang sama cowok itu tentang kejadian-kejadian yang terjadi di sekolah selama seminggu ini.

Kiki nyengir lebar. "Gue ada janji sama Lani, Nyuk," jelasnya. "Jangan marah. Gue bakal ke sini lagi kok nanti malem," lanjutnya. Sebagai salam perpisahan, cowok itu memukul dada kanan Bintang dua kali, lalu akhirnya berlari kencang menuju pintu keluar.

Bintang sendiri mendengus keras karena Kiki sudah tak tampak lagi.

Tanpa di ketahui Bintang, Lintang yang baru sampai lantai satu melangkah mendekati cowok itu secara pelan.

Lintang merasa aneh saja. Perasaan tadi ada suaranya si Kiki, tapi kok sampai di bawah dirinya gak nemui cowok itu.

Lintang tiba-tiba mendadak berhenti, saat merasa Bintang mau berputar arah dengan kursi rodanya.

Bintang malah tak jadi menjalankan kursi rodanya karena kehadiran Bintang yang baru dirinya sadari itu.

"Sejak kapan lo di sini?" tanya Bintang dingin.

"Barusan," jawab Lintang malas.

Lintang awalnya memang terlihat bete, tapi pas matanya menangkap benda berwarna kemerah-merahanan di tangan Bintang, matanya pun mendelik senang.

"Minta satu." Tanpa menunggu balasan Bintang lebih dulu, Lintang langsung saja mengambil satu bungkus rokok dari tangan saudaranya itu.

"Lin, rokok gue!" Tangan Bintang terangkat untuk merebut kembali rokoknya, tapi gagal karena Lintang keburu bisa menebak gerakannya.

"Lin, gak modal banget sih lo ngrebut rokok gue!" seru Bintang saat kembarannya kabur dari hadapannya. Bintang yang belum ikhlas, akhirnya menyusulnya.

Lintang terlihat masuk ke kamar mandi, Bintang kemudian menggerakkan kursi rodanya untuk masuk ke sana juga.

Begitu sudah masuk ke dalam sana, Bintang sudah melihat Lintang menikmati satu batang rokok hasil tikungannya.

"Balik--"

"Gak usah bacot!" Lintang memotong perkataan Bintang cepat. "Tenang. Bakal gue gantiin."

Oke, Bintang tak jadi melanjutkan perkataanya. "Beneran loh. Awas boong."

"Iya, bawel loh!"

Bintang sudah tak minat untuk mengeluarkan suara lagi. Tangan cowok kemudian bergerak menutup pintu kamar mandi. Jaga-jaga kalau ada orangtuanya yang pulang mendadak.

Sama seperti Lintang, Bintang juga mau merokok di kamar mandi itu. Kamar mandi adalah salah satu tempat yang aman untuk dirinya dan Lintang untuk diam-diam merokok di rumah.

Di antara Lintang dan Bintang, Lintanglah yang paling menjadi perokok berat. Itu cowok sehari saja kadang sampai habis dua bungkus rokok. Kalau Bintang dua bungkus rokok, paling pendek habis dalam seminggu.

Bintang yang sudah tahu Lintang menjadi perokok berat, terkadang terbesit rasa khawatir di hatinya. Tapi, selama ini Bintang tak pernah mengakuinya. Sekedar untuk menuturi saudara kembarnya itu pun tak pernah dilakukannya karena Bintang diserang gengsi yang tinggi.

"Lintang, Bintang. Kalian ada di mana?"

Bintang dan Lintang seketika kompak dilanda kepanikan saat keduanya mendengar suara Ria dan langkah kakinya.

Sejam yang lalu bundanya itu pamit buat belanja ke mall. Dan mereka tak menyangka jika secepat ini bundanya pulang.

"Mampus, nyokap." Lintang deg-degan setengah mati.

"Injek-injek." Bintang menginterupsi Lintang untuk melakukan apa yang dilakukannya barusan. Yaitu menginjak puntung rokok yang ujungnya masih menyala itu di lantai.

Lintang yang sudah paham itu, segera mengikutinya.

"Lintang! Bintang!"

Suara Ria terdengar semakin jelas. Sepertinya wanita itu sudah berada dalam jarak yang sangat dekat dengan kamar mandi di mana Bintang dan Lintang berada saat ini.

"Ini rokoknya sembunyiin di mana?" Lintang semakin panik.

"Di di di di...." Kepala Bintang menoleh sana-sini mencari tempat yang aman untuk menyembunyikan rokoknya. Ini sangat bahaya bila sampai bundanya tahu.

Nah. Akhirnya Bintang menemukan tempat yang sepertinya memang aman. "Sini rokok lo." Bintang mengatungkan tangannya, dan Lintang langsung saja menyerahkan bungkus rokoknya itu pada Bintang.

Usai Bintang menaruh dua bungkus rokok itu di bawah pantatnya, pintu kamar mandi itu pun terbuka.

"Astaga! Kalian ada di sini!" pekik Ria.

Lintang dan Bintang gak ada yang menyahut. Mereka malah sama-sama tersenyum manis berusaha menutupi kepanikan masing-masing.

"Dari tadi dipanggilin gak nyaut-nyaut. Emang kalian tadi gak denger Bunda manggilin kalian?" omel Ria.

"Denger, Nda." Tanpa sengaja si kembar menunjukkan lagi kekompakkannya dengan mengucapkan tiga kata itu pada bundanya.

"Terus kenapa kalian gak jawab!" gereget Ria berusaha menahan emosi.

"Kita... ngerjain, Bunda!" Lintang akhirnya mendapatkan alasan. Secepatnya Lintang menerjang keluar kamar mandi dengan tawa pura-puranya.

Ria lantas membalikkan badannya, lalu berteriak kesal memanggil nama salah satu putranya itu. "Lintang!!!"

Melihat bundanya kesal pada Lintang, Bintang tertawa kecil.

"Kamu juga ngeselin!"

Bintang pun langsung mengembungkan pipi, dan menahan tawanya saat Ria ikutan kesal padanya.

☆☆☆


Thank You Brother [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang