TYB #8.a

5.5K 507 37
                                    

"Turun lo."

"Lo mau ngapain?"

"Gue bilang cepet turun!"

"Ck, ntar. Gua mau mandi."

"Anterin gue dulu, baru lo mandi."

"Gak bisa. Gue mau mandi dulu. Kalau lo gak sabar, jalan sendiri sana!"

Tut.

"Taik nih bocah." Bintang memandang kesal ke layar ponselnya setelah Lintang memutuskan sambungan telfonnya.

Bintang kemudian mengangkat kepala, memandang satu objek yang sendari tadi dirinya perhatikan lewat jendela. Yaitu Bunga yang sedang bermain dengan kucingnya di depan pintu masuk rumahnya.

"Keburu masuk rumah dia," ucap Bintang gelisah. "Lintang nih kampret banget, pakai mandi dulu segala," lanjutnya.

Setelah itu Bintang diam, menunggu Lintang segera datang. Hingga sepuluh menit kemudian, Bintang menggerutu lagi karena saudara kembarnya yang tak kunjung memperlihatkan batang hidungnya.

"Lama banget. Mandi apa bukan, sih?"

Sejenak Bintang kembali diam, sebelum akhirnya sebuah hasutan masuk ke kupingnya. "Apa gue ke sana sendiri aja, ya?"

Bila Bintang melakukannya, itu berarti melanggar perintah ayahnya.

Robi memang melarang keras Bintang ke luar rumah. Jika anak itu ingin keluar rumah, pokoknya harus ada yang nemenin. Bintang nggak boleh keluar rumah sendiri meskipun masih di daerah perumahan sendiri. Sejak kejadian naas itu, Robi memang berubah jadi over protektive ke Bintang.

Setelah beberapa detik berpikir, Bintang menerbitkan senyum di bibir pucatnya. "Ke sana sendiri aja, deh. Sekali-kali gak pa-pa kali, ya. Ayah sama Bunda juga gak bakalan tahu."

Robi dan Ria memang sedang keluar rumah. Hari libur gitu. Biasanya putar-putar Jakarta sambil menikmati kuliner bersama.

Akhirnya setelah itu, Bintang mulai menjalankan kursi rodanya menuju rumah Bunga yang berada di sebrang sana.

Kondisi jalanan pas banget lagi sepi, jadi mempermudah Bintang untuk sampai ke sana.

"Bunga," panggil Bintang setelah sampai di halaman rumah Bunga.

"Eh, Bintang." Bunga tersenyum, lalu segera berdiri. Kucing yang sempat dipegang gadis itu pun kini bebas berlarian.

"Masuk, Bin."

"Enggak, di sini aja."

"Ayo, gak pa-pa kok. Masuk aja." Bunga lagi-lagi membujuk Bintang agar masuk ke rumahnya. Bagaimanapun Bintang itu seorang tamu.

"Udah nggak pa-pa. Di sini aja." Bintang tetap menolak ajakan Bunga dengan halus.

Bunga mengangguk pelan. Yaudah kalau Bintang gak mau. Bunga juga gak mau maksa.

"Suka kucing ya, Bung?"

Bunga terkekeh seketika setelah mendengar perkataan Bintang itu. "Nga aja ya, Bin. Jangan Bung."

"Eh, maaf kalau lo gak suka gue panggil gitu." Bintang garuk-garuk kepalanya karena salah tingkah.

Bunga sendiri menanggapinya dengan senyuman.

"Jadi, apa jawabannya?" Bintang kembali mengingat akan pertanyaannya.

Bunga mengangguk dua kali. "Iya, Bin. Gue suka banget sama kucing. Yang lo lihat ini ... masih setengahnya lho."

Bintang takjub dengan perkataan Bunga. Lalu, cowok itu pun mulai menghintung kucing-kucing yang berkeliaran di depan matanya lewat batin.

"Di sini delapan, Nga." Pandangan Bintang kembali pada Bunga. "Berarti lo punya enambelas kucing?"

Bunga mengangguk samar.

"Wah, gila." Bintang geleng-geleng kepala semakin takjub pada Bunga.

"Lo ngatain gue gila, Bin?"

"Eh, nggak-nggak. Nggak gitu," sahut Bintang sambil geleng-geleng kepala. Cowok itu terlihat cemas mengira Bunga gagal paham akan perkataannya yang sebelumnya.

"Nggak usah cemas, Bin. Gue cuma bercanda aja kok," ucap Bunga sambil menahan kekehannya.

Bintang nyengir paksa.

Setelah itu mereka berdua melanjutkan obrolannya lagi. Bintang sih yang banyak nanya, sedangkan Bunga cukup menjawabnya saja.

Yang akhirnya Bintang tahu tentang Bunga itu...

Selain kucing, Bunga juga suka sama kelinci.

Bunga ternyata satu sekolah dengan Lintang.

Bunga hobi menanam Bunga dan menari.

Dan satu lagi yang membuat Bintang ingin jingkrak-jingkrak. Bunga itu sekarang ... jomblo.

Coba saja jika Bintang gak lumpuh, sudah jingkrak-jingkrak beneran dia. Bahkan salto pun bisa jadi dilakukannya.

"Bin, lo kenapa?" tanya Bunga tiba-tiba.

Bintang seketika mengubah ekspresinya sebiasa mungkin. "Emang gue kenapa?"

"Lo senyum-senyum mulu dari tadi." Bunga terlihat ikutan menahan senyum.

Bintang bingung ingin menaruh di mana sekarang mukanya. Yang jelas dirinya lagi malu banget. "Nggak-nggak siapa yang lagi senyum sih, Nga. Lo nih salah lihat."

"Gue salah lihat?" Bunga mengangkat satu alisnya.

"Iya, Nga," sahut Bintang sambil tertawa pelan. Daripada semakin malu, lebih baik, apa dirinya pulang saja?

Heeh. Lebih baiknya begitu kayanya.

"Bung." Bintang menepuk pelan mulutnya seketika. "Nga maksudnya," ralatnya sambil tertawa. Bunga juga jadi ikut tertawa.

"Nga, gue balik, ya."

"Kok cepet sih, Bin. Serius nih lo gak mau masuk dulu?"

"Gak usah, Nga," tolak Bintang. "Yaudah, gue muter, ya." Bintang berputar arah bersama kursi rodanya seusai berpamitan. Saat baru menjalankannya, tiba-tiba saja Bunga menghadangnya.

"Mau gue anterin sekaligus sebrangin, Bin?"

Bintang menggeleng. "Nggak usah, Nga. Gue bisa sendiri kok." Bintang menolak lagi tawaran Bunga, ntah keberapa kalinya.

"Hati-hati kalau begitu, Bin."

"Sip, Nga."

Bintang kembali lagi menjalankan kursi rodanya. Sedangkan Bunga masuk ke dalam rumahnya.

Bintang menghentikan kursi rodanya di depan pagar rumah Bunga. Cowok itu ingin istirahat sejenak dulu seraya menunggu jalanan benar-benar sepi.

"Eh, kok gue bisa lupa minta nomernya sih." Bintang menepuk jidatnya saat mengingat satu hal. "Aduh, balik gak nih?" ucapnya sambil menoleh ke belakang.

"Pengen balik, tapi gue malu." Bintang menggeram, "kapan-kapan aja deh, ah!"

Mungkin karena agak frustasi karena memikirkan niat meminta nomer ponselnya Bunga, Bintang jadi menjalankan kursi rodanya tanpa melihat kanan-kiri. Sehingga saat ada sebuah mobil melaju dari arah selatan, Bintang tak menyadarinya.

Mungkin pengemudinya juga lagi nggak 100% sadar, jadi mobil itu tak memberikan klakson untuk Bintang.

Bintang yang mendengar deru suara mesin, menoleh ke kanan. Di situlah dirinya baru sadar sedang dalam posisi bahaya. Bintang menutup mata dan memegang kepalanya seketika.

"Bundaaa." Hanya itu yang bisa Bintang katakan saat mobil itu siap untuk menabraknya.

☆☆☆

Thank You Brother [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang