TYB #13.a

6.4K 509 79
                                    

"Raf, Raf berhenti." Lintang menepuk-nepuk punggung Rafli.

"Kenapa?" tanya Rafli setengah berteriak. Karena dia dan Lintang ini sedang naik motor di keramaian jalan.

"Gue aus, mau beli minum," jawab Lintang.

Oh. Rafli langsung menurunkan kecepatan motornya, lalu menghentikan motornya di salah satu penjual minuman.

"Di sini aja, ya." Rafli turun dari motor dan melepas helmnya.

Lintang manggut-manggut, kemudian langsung memesan es cendol ke pedagang.

Lintang melepas helm, lalu meletakkannya di atas jok motor dan bergabung duduk dengan pembeli lainnya.

Selain Lintang dan Rafli, ada dua pembeli lain yang sedang menikmati cendol di sana. Dua orang itu sama-sama perempuan, dan berumur sekitar 20 tahunan lebih.

Tak lama setelah itu, pedagang es cendol menghampiri Lintang dan memberikan pesanannya pada cowok itu.

Tangan Lintang ada dua gelas es cendol sekarang, satunya langsung dia berikan pada Rafli.

"Thanks," ucap Rafli. Dia wajib berterima kasih atas Lintang yang meneraktirnya es di siang hari yang panas ini.

Lintang hanya mendengus tak menanggapi perkataan Rafli. Cowok itu agak sedikit kesal pada sahabatnya. Karena sudah dibilangin berkali-kali, kalau dirinya nraktir, nggak usah ngomong terima kasih lagi. Tapi, Rafli masih aja begitu.

Lintang mulai menikmati es cendolnya dan tak butuh waktu lama, es cendol digelasnya itu habis ditelannya. Punya Rafli padahal masih setengah. Mungkin karena haus, Lintang bisa menghabiskan secepat itu.

"Tang Tang Tang Tang!"

Saat Lintang hendak berdiri untuk membayar, Rafli tiba-tiba memanggilnya beruntun, membuat cowok itu mengurungkan niatnya.

"Itu bukannya cewek lo?" Rafli menunjuk-nunjuk satu arah. Lintang segera memandang arah yang ditunjuk sahabatnya itu.

Lintang melebarkan mata, lalu berkedip-kedip beberapa kali. Ia tak percaya apa yang dilihatnya kini. Tak jauh dari matanya, berdiri seorang yang sangat dia kenali. Jelita, pacarnya tengah merangkul mesra lengan seorang cowok di tempat penjual es kelapa sana. Ia perlahan berdiri. Batinnya bertanya-tanya, siapa cowok yang bersama Jelita itu?

Kenapa mereka nampak mesra sekali?

"Tang, bener! Itu cewek lo!" heboh Rafli.

Masih memandangi Jelita dan cowok itu, Lintang meremas tangannya. Dengan emosi yang tertahan di dada, cowok itu melangkah menghampiri keduanya.

"Yang," panggil Lintang setelah berada di belakang mereka.

Dua-duanya sontak menoleh, dan Jelita langsung terlihat kaget setengah mati seperti maling yang tertangkap pemilik rumahnya. Cewek itu juga secepatnya melepaskan lengan cowok yang dari tadi dirangkulnya itu.

"Yang, ini siapa?"

Lintang begitu menunggu jawaban Jelita. Tapi, bukannya mendapatkan balasan Jelita, Lintang malah mendapat sahutan oleh cowok yang bersama Jelita itu.

"Lo yang siapanya Jelita? Main enak aja lo manggil dia 'Yang'."

"Lo yang siapa?!" sentak Lintang. "Gue cowoknya Jelita. Pantes aja dong gue manggil dia 'Yang'."

"Ngaku-ngaku aja lo." Cowok berambut ikal itu tertawa pelan. "Cowoknya Jelita itu gue. Tanya aja sama Jelita kalau gak percaya."

"Gue yang pacarnya Jelita. Lo juga bisa nanya ke dia kalau masih gak percaya!"

"Berhenti ngaku-ngaku lo," ujar cowok itu sambil mendorong pundak Lintang. Dia mulai kesal dengan Lintang yang masih saja mau mengaku-ngaku pacar kekasihnya.

"Gue gak ngaku-ngaku. Emang kenyataannya kok." Pandangan Lintang kemudian teralih ke wajah Jelita lagi. "Yang, buruan. Akui aku depan dia," suruhnya.

Jelita sendiri terlihat panik. Dua cowoknya kenapa harus bertemu di satu tempat yang sama seperti ini? Nasibnya setelah ini akan gimana jika keduanya tahu dirinya yang sesungguhnya.

"Sayang, buruan ngomong ke dia kalau pacar kamu yang sebenarnya itu aku."

Desakan dari Lintang semakin membuat Jelita terlihat panik. Dia tetap membisu tak berani mengakui Lintang pacarnya di depan Deo--pacar keduanya.

"Aku...." Jelita mencubit-cubit tangannya sendiri dengan gelisah.

"Yang, ayo ngomong."

"Aku..." Jelita melirik kanan-kirinya, "aku... aku... aku mau pulang aja!" ucap Jelita sebelum akhirnya berlari dari tempat itu.

"Kok lari sih?!" Bukan Lintang yang berucap, melainkan Deo.

"Jangan lari, Ta!" Lintang yang geram, mengejar Jelita seketika.

Rafli yang memperhatikannya dari tempat es cendol tadi seketika menyusulnya.

"Ta, berhenti! Gue butuh penjelasan lo!" Karena kesal, Lintang tak memanggil Jelita dengan kata 'Sayang' lagi.

Lintang terus berlari. Dia gak akan berhenti sampai Jelita juga berhenti. Biar cewek, ternyata Jelita kencang juga saat berlari.

Sampai ada zebra cross, Jelita berhenti berlari sejenak sekedar untuk memastikan jalan aman untuk disebrangi. Tapi, karena panik melihat Lintang yang semakin dekat, akhirnya cewek itu asal nekad menyebrang tanpa mikir resiko.

Bodonya Lintang malah mengikutinya. Jelita sih beruntung karena dia berhasil menyebrang dengan selamat. Lintang yang sepertinya mendapat nasib sial. Sebuah Jeep putih melaju kencang dari arah utara, tapi dia tak menyadari itu.

Lintang baru tahu setelah mendengar suara keras klakson yang memekakkan kupingnya. Karena dia tak sempat menghidar, Jeep itu dengan keras menabraknya. Tubuhnya terlempar jauh sepanjang 15 meter dan berakhir dengan tubuh terkapar di tengah aspal jalanan.

"Lintang!!"

☆☆☆

Thank You Brother [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang